perpecahan hamas dan fatah merupakan representasi dari sulitnya bangsa 
arab/palestina 
menemukan titik temu atas perbedaan di antara mereka secara damai.

masing-masing berkeras pada pendiriannya sendiri. sudah berunding sampai 
ke kota suci mekkah masih juga saling berhantam.

beruntunglah indonesia yang mengenal prinsip musyawarah untuk mufakat.

itulah sebabnya ambon, poso dan aceh bisa damai. 

nb.
maaf mang ucu, ini bukan kampanye untuk anda.



  ----- Original Message ----- 
  From: masdimas62 
  To: ppiindia@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, January 21, 2009 5:00 PM
  Subject: [ppiindia] Re: Mengapa Kita Tidak Perlu Mendukung Palestina (dan 
Bantahannya)


  Salam, 

  Mudah-mudahan cuman Pitung68 dan masyarakat sampah aja, seperti FPI,
  FUI dan HTI, yang kesurupan Palestina, sok histeris, mau aja jadi
  ANJINGNYA HAMAS. 
  Mudah-mudahan di sini cuman Pitung68 aja yang mau dibodoh-bodohin dan
  dibikin bodoh lagi, karena pada dasarnya emang udah amat sangat
  bodohnya...

  Dimas. 
  PS: Islam menentang kebodohan
  percaya sama tipuan Hamas adalah ujud nyata kebodohan.

  --- In ppiindia@yahoogroups.com, si pitung <sipitun...@...> wrote:
  >
  > mudah2an 'anjing-anjing kampung' zionis tobat & kembali ke jln yg
  benar, yah klo ga mau kembali ke jln yg benar, mudah2an segera kembali
  kpd Allah swt, amin!
  > 
  > 
  > Mengapa Kita Tidak Perlu Mendukung Palestina (dan Bantahannya)
  > http://akmal.multiply.com/journal/item/715
  > 
  > 
  > 
  > assalaamu'alaikum wr. wb.
  > 
  > Konflik di Jalur Gaza belakangan ini memunculkan wacana yang sangat
  menarik. Barangkali
  > baru sekaranglah orang-orang bisa mengungkapkan pendapatnya secara
  > lugas, bahkan dengan resiko dikucilkan dari pergaulan sesama Muslim. Di
  > Indonesia, sebagian umat Muslim pun tidak canggung untuk menyatakan
  > ketidaksetujuannya terhadap usaha-usaha mendukung Palestina. 
  Artikel ini insya Allah akan membantahnya dengan cara sebaik mungkin.
  > 
  > Hak Historis Bangsa Yahudi
  > 
  > Ini adalah argumen `standar' untuk membenarkan pendirian negara
  Israel. Bangsa Yahudi senantiasa mengklaim bahwa mereka berhak atas
  tanah Palestina. Konon, mereka sudah tinggal di negeri itu sejak
  jamannya Nabi Ya'qub as. 
  > 
  > Argumen ini sebenarnya sangat lemah, karena pada jaman Nabi Ya'qub
  as., agama Yahudi belum lagi ada. Bani Israil adalah nama yang
  diberikan kepada keturunan beliau, namun nama itu baru dikenal setelah
  masa kehidupannya. Tambahan
  > lagi, Nabi Ya'qub as. dan keluarganya bermigrasi ke Mesir secara
  > sukarela saat Nabi Yusuf as. menjadi bendahara negara pada masa itu.
  Karena mereka pindah secara sukarela, maka tanah asalnya tentu tak
  bisa diklaim lagi. Lagipula,
  > kalau yang diklaim adalah peninggalan Nabi Ya'qub as., maka umat Islam
  > akan merasa lebih berhak, karena di dalam ajaran Islam, pertalian
  aqidah lebih kental daripada hubungan darah.
  > 
  > Klaim `kepemilikan' bangsa Yahudi juga tidak jelas. Andaikan bangsa
  Yahudi memang pernah tinggal di sana, maka mereka bukanlah
  satu-satunya penghuni negeri itu. Bangsa Romawi dan bangsa asli
  Palestina pun sudah tinggal di sana sejak lama. Jika
  > tidak ada hitam di atas putih, maka bangsa Yahudi tak boleh mengklaim
  > tanah (apalagi seluas satu negara) sebagai miliknya sendiri. 
  Tambahan lagi, jika bangsa Yahudi mengklaim tanah Palestina atas dasar
  sejarah, maka benua Australia dan Amerika pun mesti dikembalikan ke
  pemilik sahnya, yaitu bangsa Aborigin dan Indian.
  > 
  > Tanah yang Dijanjikan
  > 
  > Kaum
  > Zionis mengklaim bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan
  > kepada mereka, dan klaim ini juga sering didukung oleh umat Nasrani.
  Namun memaksakan klaim ini adalah sebuah tindakan pemaksaan agama,
  karena yang setuju hanyalah umat Yahudi dan Nasrani. Kalau
  > boleh menguasai suatu wilayah hanya dengan modal `janji Tuhan', maka
  > umat Islam bisa mengklaim seluruh Bumi, karena Allah SWT telah
  > mengangkat mereka sebagai khalifah fi al-`ardh. Tentu saja, kalau
  umat Islam mengklaim sebuah kota saja dengan alasan demikian, maka
  pasti akan muncul label fundamentalis, radikalis, teroris, atau literalis.
  > 
  > Bangsa Tanpa Negeri
  > 
  > Ada juga yang bersikap lebih `humanitarian' dengan mengatakan bahwa
  > orang-orang Yahudi pada Perang Dunia II terpaksa lari ke tanah
  > Palestina karena didesak oleh NAZI di Eropa. Namun kini beredar
  teori konspirasi antara NAZI dan kaum Yahudi Zionis. Konon,
  > kaum Yahudi yang pro-Zionisme (yang ketika itu masih minoritas)
  > bekerjasama dengan NAZI untuk membantai saudaranya sendiri, agar mereka
  > mau diyakinkan untuk pindah ke `tanah yang dijanjikan'. Namun
  dengan mengabaikan teori konspirasi ini, argumennya masih saja lemah.
  > 
  > Orang yang lari karena negerinya dilanda konflik adalah pengungsi. 
  Atas nama kemanusiaan, umat Islam pasti akan menerima warga pengungsi
  dengan tangan terbuka. Sebuah
  > Masjid di Perancis dikenal telah memberikan perlindungan kepada warga
  > Yahudi pada Perang Dunia II, dan masih banyak contoh lainnya. Jika
  statusnya adalah pengungsi, insya Allah Palestina akan menerima dengan
  tangan terbuka (walau perlu
  > dipertanyakan : apa iya tidak ada negara lain yang lebih dekat untuk
  > tempat berlabuhnya para pengungsi?). Tapi layaknya pengungsi yang
  baik, setelah negerinya damai kembali, hendaknyalah kembali ke rumah
  masing-masing. Dalam
  > kasus Palestina, `para pengungsi' malah semakin kurang ajar, menembaki
  > warga tuan rumah, dan berusaha mendirikan negara di dalam negara. 
  Karena itu, kita tidak perlu lagi memandang kaum Zionis dengan
  pandangan penuh iba sebagai pengungsi yang tak punya tanah air. Eropa
  dan AS membuka pintu lebar-lebar kepada mereka, mengapa harus di
  Palestina?
  > 
  > Perang Antar Negara, Bukan Agama
  > 
  > Kalau dikatakan perang antar agama (yaitu antara Islam dan Yahudi),
  nampaknya memang tidak. Rasulullah saw. sendiri tak pernah
  mengobarkan perang dengan umat Yahudi secara keseluruhan. Umat Yahudi
  pun terbelah dua dalam menyikapi Zionisme Internasional ; ada yang pro
  dan ada yang kontra.
  > 
  > Namun sebutan `perang antar negara' pun sangat ceroboh, karena
  statement ini mesti didahului dengan pengakuan terhadap Israel sebagai
  sebuah negara yang sah. Padahal,
  > kasus yang terjadi adalah penjajahan Palestina oleh Inggris, kemudian
  > Inggris secara sepihak memberikan sebidang tanah kepada kaum Zionis.
  Kaum
  > Zionis kemudian menerima bantuan dari berbagai negara, termasuk
  > senjata, kemudian mulai mengobarkan peperangan dengan Palestina. 
  Inilah fakta yang dengan susah payah berusaha dikaburkan oleh sebagian
  pihak.
  > 
  > Bagaimanapun,
  > jika dikatakan bahwa ini adalah perangnya warga Palestina, dan bukan
  > perangnya umat Islam, maka orang yang berkata demikian telah cacat
  aqidah-nya. Islam tidak mengenal garis perbatasan negara. Selama
  masih Muslim, maka ia adalah saudara kita ; senasib dan
  sepenanggungan. Membela
  > umat Muslim yang ditindas adalah kewajiban kita semua, karena
  > Rasulullah saw. menjelaskan bahwa kita adalah bagaikan satu tubuh. 
  Tidak ada pengecualian. Mereka
  > yang tidak `gerah' menyaksikan penderitaan umat Islam di Palestina
  > sebaiknya mulai mengkhawatirkan kondisi keimanannya sendiri,
  > kalau-kalau dalam waktu dekat akan dipanggil Allah SWT.
  > 
  > HAMAS yang Memulai
  > 
  > Sebagian orang berkata bahwa HAMAS-lah yang merusak gencatan senjata
  dengan menyerang duluan. Cukup
  > mengherankan melihat betapa banyak orang menggarisbawahi `pelanggaran
  > gencatan senjata' kali ini (andaikan memang itu yang terjadi),
  > sementara mereka dulu diam sejuta bahasa ketika kaum Zionis berulang
  > kali melanggar perjanjian. Namun dalam menanggapi masalah apa pun,
  hendaknya diingat bahwa dalam kasus Palestina yang terjadi adalah
  pencaplokan wilayah. Tentunya kaum pejuang bebas menyerang penjajah
  kapan pun mereka bisa. Bangsa Indonesia harusnya tahu betul tentang itu.
  > 
  > Yang Dekat Duluan
  > Ada juga yang dengan tidak tahu malunya berkata, "Ngapain urus
  Palestina, mending urus saudara di Indonesia dulu?" Secara prinsip
  memang benar, yang dekat lebih prioritas untuk diurus. Namun
  menentukan prioritas bukan hanya dengan mempertimbangkan faktor jarak.
  Dalam buku Fikih Prioritas, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi telah
  memaparkan panjang lebar mengenai hal-hal yang
  > mesti dipertimbangkan sebelum menentukan skala prioritas. Misalnya,
  jika ada tetangga yang miskin, tentu ia lebih berhak untuk kita
  sedekahi. Akan tetapi jika ada warga di kota lain yang terancam
  nyawanya, sementara tetangga kita bisa menunggu
  > sebentar, maka tentu yang lebih gawat urusannyalah yang harus
  > didahulukan.
  > 
  > Kontradiksinya akan kelihatan jelas di lapangan. Mereka yang
  menggunakan pernyataan di atas biasanya hanya menghindar dari
  kewajiban. Mereka bilang lebih baik mengurus yang dekat, padahal yang
  dekat pun tak pernah mereka urusi. Dalam
  > acara debat di sebuah stasiun televisi, sangat menggelikan melihat
  > sebuah parpol menyuruh parpol lain agar jangan fokus ke Palestina, dan
  > lebih baik mengurusi warga Indonesia dahulu. Padahal
  > parpol yang dikritiknya itu adalah parpol yang paling rajin menggelar
  > aksi sosial, baik untuk urusan umat di dalam negeri maupun umat di luar
  > negeri. Parpol yang mengkritik justru jarang kelihatan aksinya ; di
  dalam dan di luar negeri. Demikian pula jika ada orang yang
  menggunakan argumen serupa, sebaiknya dikembalikan pada mereka : "Apa
  yang sudah antum perbuat untuk saudara-saudara antum di dalam
  negeri?". Faktanya, dalam hal aksi sosial, yang terjadi adalah 4L (lu
  lagi, lu lagi). Yang mengurusi musibah di Aceh, Sidoarjo, dan
  Palestina, biasanya yang itu-itu juga orangnya. Dan yang
  bermalas-malasan dan mengajukan seribu pembenaran untuk tidak berbuat
  apa-apa biasanya juga yang itu-itu saja.
  > 
  > Eksploitasi Isu Untuk Kampanye
  > 
  > Sebenarnya
  > ketimbang mempertanyakan mengapa demo mendukung Palestina yang diadakan
  > oleh PKS 2 Januari yang lalu itu banyak menggunakan atribut PKS, lebih
  > baik mempertanyakan kemana perginya parpol-parpol lain yang
  kocek-nya jauh lebih tebal? Parpol-parpol yang sanggup pasang iklan
  di televisi dengan durasi dan pengulangan yang sangat banyak di
  prime-time seharusnya merasa malu dengan kecilnya sumbangan mereka
  dalam masalah Palestina.
  > 
  > Melarang atribut parpol untuk digunakan dalam kampanye mendukung
  Palestina pun cenderung tidak masuk akal. Atribut adalah identitas,
  dan fungsinya untuk membedakan.. Memang
  > perlu menunjukkan siapa yang berdemonstrasi, karena berjamaah selalu
  > memiliki kekuatan politis yang lebih kuat daripada bergerak
  > sendiri-sendiri. Dengan menggunakan atributnya,
  > para kader PKS seolah mengatakan, "Hei, di Indonesia ada sebuah partai
  > besar yang tidak rela dengan kelakuan Zionis! Jangan main-main!". 
  Statement itu bertambah kuat dengan munculnya kesan solid yang
  ditampilkan oleh para pendemo. Jika seluruh parpol, lembaga dakwah,
  harakah, dan ormas lainnya mau berdemo dengan atributnya
  masing-masing, maka alangkah dahsyat kesan yang ditimbulkannya di
  media massa. Lain
  > dengan demonstrasi yang dihadiri oleh para demonstran bayaran, yang
  > entah datang dari mana, entah dari organisasi apa, entah pakai atribut
  > apa, dan entah bagaimana akhlaq-nya.
  > 
  > wassalaamu'alaikum wr. wb.
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >



   


------------------------------------------------------------------------------



  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG - http://www.avg.com 
  Version: 8.0.176 / Virus Database: 270.10.10/1905 - Release Date: 1/20/2009 
2:34 PM


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to