Assalammu'alaikum wr wb,

Problema Palestina dan Israel adalah sebuah legasi yang ditinggalkan oleh para 
"pemenang PD-II", Aliansi Inggris-Amerika-Perancis dan Uni Republik-Republik 
Sovyet Sosialis. Di semenanjung Krim, di kota peristirahatan pantai Yalta, pada 
beberapa hari sebelum penyerahan kekalahan Jerman Nazi-Hitler, peta dunia lama 
dirubah batas-batas geografi negara-negara yang ketika itu ada dan ditetapkan 
juga batas-batas daerah pengaruh dan daerah perlindungan bagi para pemenang 
(the winners take it all). Lihatlah potret tiga orang politikus Inggris: 
Perdana Menteri Winston Churchill, politikus AS: Presiden Amerika Serikat De 
Lano Rosevelt dan politikus URSS: Ketua Sovyet Tertinggi Josef Wisyarionowic 
Jugasvili dikenal sebagai Josef Stalin. Mereka inilah yang memutuskan 
pembentukan Israel dan berdirinya negara Bangsa Yahudi di Palestina. Begitu 
Republik Israel diprokalamsikan di tahun 1948 terjadilah permasalahan politik 
Timur-Tengah ini hingga saat ini. Cobalah tengok sejarah munculnya ide-ide 
"zionisme" yang jauh sebelum PD-II sudah ada di dalam masyarakat Bangsa Yahudi 
di berbagai negara di dunia. Ide zionisme ini adalah ide dari sekelompok kaum 
intelektual Yahudi di Uni-Sovyet dan Eropa Barat serta Amerika Serikat. 
Sedangkan di negara-negara modern tersebut banyak tokoh-tokoh intelektual yang 
berasal keturunan (bernasab) Yahusi telah menduduki jabatan-jabatan kenegaraan 
dan keilmuan serta teknologi. Hususnya para ahli ekonomi dan administrasi 
negara berada di tangan keturunan Bangsa Yahudi. Solidaritas keturunan darah 
dan ideologi asal keturunan Bangsa Yahudi ini sangat terpelihara dengan intact 
hingga sekarang. Dan jangan kaget jika dari keturunan Bangsa Arab di Indonesia 
banyak yang punya nasab Yahudi demikian pula yang mengaku Indo. Bahkan di China 
(RRT) ada suatu kelompok penduduk di Barat Daya China yang mengaku bernasab 
Yahudi. Begitu juga banyak di kalangan keluarga Muslim pada zaman rasullullah 
Muhammad hidup yang bernasab Yahudi yang tentu saja masih dilanjutkan secara 
turun temurun hingga detik ini. 

Oleh sebab itu secara pukul rata menajiskan, memusuhi dan mendiskriminasi 
Bangsa Yahudi adalah sikap ideologis tidak Islami. Firman-firman Allah swt 
tentang Bangsa Yahudi yang dijadikan dalil teologis pada umumnya adalah firman 
yang sangat konkrit secara langsung menjelaskan sitkon sejarah di zaman 
rasulullah Muhammad saw (ayat Muhkamat). Di sini perlu dicermati konteks 
firman-firman ilahiyah tersebut. Tidak gampang-gampangan dicomot dan digunakan 
mengadili sitkon modern dewasa ini. Dalam polemik-polemik politis perlu 
diperhatikan sikap politik Wahyu Qurani terhadap Bangsa Yahudi di zaman 
rasulullah Muhammad saw dan juga sunnah rasulullah Muhammad saw dalam 
membeda-bedakan perlakuan kekuasaan Islam terhadap Bangsa Yahudi ketika itu. 
Hal ini sangat penting bila kita menyatakan diri sebagai seorang Muslim yang 
bertaqwa hanya kepada Allah swt. Dalam hal ini tampak sekali keunggulan Wahyu 
Islam atas semua pemikiran manusia yang meletakkan tanggungjawab ucapan dan 
perbuatan selama masa hidup manusia pada individu-individu dan tidak pada 
keluarga, kelompok dan golongan serta bangsa atau nasab turunan. Demikian pula 
di hadapan pengadilan Allah swt kita tidak diadili pertama-tama atas ke-Islaman 
kita atau tidak, tetapi atas apa yang sudah kita ucapkan dan pebuat selama 
hidup ini. 

Jadi dalam menganalisis dan menyustifikasi politik negara Israel dan pemerintah 
Israel serta menganalisis dan menyustifikasi politik kelompok-kelompok 
Palestina-Arab sangat perlu digunakan pertimbangan-pertimbangan politik-ekonomi 
global di zaman imperialisme modern sesudah PD-II. Di sini agama telah 
dijadikan batu terahir di kalangan politisi Arab Timur-Tengah untuk mencoba 
mengatasi keterpecah-belahan politik di dunia Arab. Perhatikan sejarah 
perlawanan Bangsa Arab modern selama penjajahan Eropa Barat di Timur-Tengah. 

Pengalaman Bangsa Indonesia dalam membebaskan diri dari belenggu penjajahan 
Bangsa Belanda hingga kini merupakan cermin besar yang paling dekat untuk dapat 
bersikap atas kejadian politis di secuwil tanah Gaza.

Wassalam,

A.M
  
  ----- Original Message ----- 
  From: si pitung 
  To: ppiindia@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, January 23, 2009 2:58 AM
  Subject: [ppiindia] Kaum yang Paling Serakah




  Kaum yang Paling Serakah 

  Setiap
  kali melihat tank-tank Israel menggempur kota Gaza dan isinya, entah
  mengapa di telinga saya bergaung kalimat-kalimat perintah ini: 'Kami
  mengarahkan perhatian anda khusus kepada pulau-pulau di mana bertumbuh
  cengkeh dan pala dan kami memerintahkan anda untuk memenangkan
  (menundukkan - pen) pulau-pulau itu untuk Kompeni yaitu VOC baik dengan
  cara perundingan maupun dengan kekerasan.'

  Perintah itu
  dikeluarkan pada tahun 1608 oleh para direktur VOC yang terkenal dengan
  sebutan Tuan-tuan Tujuh Belas atau Heeren XVII. Yang mendapat perintah
  adalah Laksamana Pieterszoon Verhoeven, sedangkan yang dimaksud dengan
  pulau-pulau adalah kepulauan Maluku.

  Apa hubungan perintah dari
  VOC yang sudah berusia tepat empat abad itu dengan keganasan Israel
  saat ini? Pertama adalah kata 'kekerasan'. Tak mungkin diragukan lagi
  bahwa sejak awal orang Barat datang ke mana-mana, ke Benua Amerika,
  Asia, Afrika adalah untuk menguasai dengan segala cara termasuk
  kekerasan dan perang.

  Laksamana Pietterszoon terhadap orang
  Indonesia, Jenderal Cluster terhadap orang Indian, Kapten Cook terhadap
  bangsa Aborigin, dan masih banyak lagi, adalah pelaku-pelaku kekerasan
  yang mewakili 'peradaban' Barat dan melakukan kekerasan di mana-mana
  pada awal masa kolonial. 

  Kekerasan yang dilakukan oleh orang
  Barat itu terbukti telah menyengsarakan dua pertiga pnduduk bumi hingga
  saat ini. Karena, motivasi semua kekerasan yang mereka lakukan dulu
  masih utuh hingga sekarang yakni serakah dan keserakahan.

  Pada
  abad-abad yang lalu keserakahan Barat muncul dengan kasar berupa
  kolonialisme dan kapitalisme klasik. Keduanya tampil ke permukaan dalam
  ujud perbudakan, monopoli dan tanam paksa yang semuanya ditamengi
  dengan meriam, pedang dan senapan. Ironisnya kekerasan yang membungkus
  keserakahan itu mereka carikan legitimasinya pada agama. Maka
  simbol-simbol agama tampak jelas pada layar kapal, gagang kelewang,
  juga tanda-tanda kepangkatan mereka. Dan sambil membantai suku-suku
  Indian misalnya, anak buah Jenderal Cluster menyanyikan lagu-lagu
  prajurit ketuhanan.

  Hari ini keserakahan Barat bukan berkurang
  melainkan bertambah-tambah. Namun keserakahan itu telah dikemas dengan
  sangat halus dan rapi. Kolonialisme alias penjajahan klasik telah
  bermetamorfosis menjadi sistem ekonomi dan keuangan dengan nama-nama
  mentereng. Kapitalisme yang tetap digerakkan oleh nafsu serakah telah
  diberi badan yang namanya enak didengar; IMF, Bank Dunia, WTO, bahkan
  PBB. Kata 'kapittalis' yang telah tercitra buruk kini diganti menjadi
  'investor'.

  Tidak seperti tahun 1608 ketika Heeren XVII mengirim
  Pieterszoon dengan 14 kapal bermeriam untuk menguasai pulau-pulau
  rempah, kapitalis modern datang ke Indonesia dengan senyum dan
  penawaran bantuan keuangan yang menggiurkan. Peran laksamana sudah
  diganti oleh para fund manager yang punya kekuatan menaklukan lebih
  hebat. Salah seorang di antaranya bernama Comdessus dari IMF yang dulu
  menundukkan Presiden Suharto di depan jutaan orang ketika dia memaksa
  presiden RI itu teken surat pengakuan utang.

  Meriam juga sudah
  diganti dengan kecanggihan sistem informasi dan komunikasi yang nyaris
  seratus persen mereka kuasai. Maka penaklukan terhadap bangsa ini
  berlangsung tanpa letusan meriam, malah terjadi dalam suasana meriah di
  hotel-hotel mewah. Namun di balik itu semua ada malapetaka yang harus
  disandang oleh setiap manusia Indonesia. Bahkan bayi yang baru lahir
  pun sudah menyandang utang puluhan juta kepada penguasa keuangan dunia.

  Dan
  tank serta pesawat tempur Israel masih terus menghamburkan kehancuran
  dan kematian di Palestina. Ah, saya teringat kembali perintah kepada
  Pieterrzoon untuk menaklukan Maluku dengan kekuatan meriam 400 tahun
  yang lalu. Saya juga teringat bagaimana Comdessus menaklukan Suharto
  dengan kekuatan uang. Mengapa? Karena jenderal-jenderal Israel, Heeren
  XVII, dan bossnya Comdessus berasal dari kaum yang sama, kaum yang
  paling serakah di dunia.

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to