Jurnal Toddopuli:
 
PUISI DAN SEJARAH
 
[Cerita Untuk Anak-anakku}
 
 
Seperti biasa ,  sambil berangkat ke tempat bekerja, ayah singgah ke toko buku 
second hand [buku luakan] San Francisco yang tertetak hanya 500 meter dari 
Koperasi Restoran Indonesia di Paris. Ayah selalu mampir di tokobuku luak ini 
karena sering di sini ayah mendapatkan buku-buku lama dan baru yang langka 
dalam berbagai bidang, tapi bisa diambil secara cuma-cuma. Kedua karena di toko 
buku ini , ayah bisa mendapatkan buku-buku dengan harga sangat murah dengan 
harga dua erois  sedangkan di tokobuku lain bisa berharga 30 Euros. Ayah tidak 
mementingkan bentuk buku, tapi isinya. Jika buku itu rusak , ayah bisa perbaiki.
 
Kalian tentu masih ingat, betapa sejak kalian masih bocah, ayah selalu 
mengusahakan agar kalian mencintai buku, rajin membaca dan mencintai buku. Iwa, 
kakak sulung kalian, tentu kalian masih ingat, betapa senangnya jika tahu ayah 
bermaksud ke Gramedia. Mata kakak sulung kalian lalu bersinar menyala dan 
mengatakan bahwa ia harus ikut untuk membeli buku ini dan itu yang ia belum 
punya. Begitu sampai di tokobuku, ia nampak seperti ikan dalam air 
ditengah-tengah rak-rak buku. Mencari buku yang ia cari memenuhi jatah 
bulananbnya berhak memperoleh dua buku. Ayah tentu saja gembira dengan 
kecintaan kalian sejak bocah pada buku dan kesukaan kalian membaca. Buku adalah 
dunia masa silam dan hari ini, sangu bertarung dan mem bangun esok yang menjadi 
tanggungjawab kalian. Angkatan bodoh tidak bakal bisa membanun esok yang 
tanggap dan apresiatif. Buku adalah sebuah pintu dan jendela besar dari aa 
kalian bisa melangkah ke dunia lebih besar, menjadi anak
 dunia   tanpa lepas akar. Akar ini penting, anak-anakku. Dunia adalah ladang 
di mana kalian tumbuh. Aku tidak ingin besar hanya di bawah langit kecil Jawa, 
Kalimatan atau Sulawesi Selatan atapalagi hanya langit satu dua kota. Buku 
memberi syarat bagi kalian untuk mengeduk pengetahuan dari masa silam dan hari 
ini. Buku adalah jembatan penyambung antara masa silam, hari ini dan esok, 
membantu kalian untuk mengembangkan imajinasi dan mimpi yang di dunia kecil 
kita ini sekarang yang tidak pernah berkelebihan. 
 
Dengan melihat semangat kalian akan membaca dan kecintaan kalian pada buku, 
ayah merasa sangat girang. Kakak sulung kalian , pada usia 7 tahun sudah 
mempunyai lemari buku sendiri dengan jumlah judul, untuk usianya, tidak terlalu 
memalukan. Kegembiraan ini menjadi meningkat jika ayah ingat waktu ayah menjadi 
guru kecil di sebuah universitas di sebuah kota di Indonesia, alangkah sulitnya 
mendorong para pendengar kuliah ayah untuk membaca dan mencari buku-buku acuan 
di perpustakaan.Perpustakaan universitas seperti halnya juga perpustakaan 
daerah, sepi pengunjung. Buku-buku acuan pun sangat ketinggalan perkembangan. 
Untuk meniadakan alasan tak punya buku, maka ayah fotokopie buku-buku yang 
diperlukan dan ayah bagi-bagi ke pendengar "ocehan" yang biasa disebut  kuliah 
ayah. Tapi usaha ini pun kurang memberikan hasil menggembirakan.  Padahal ayah 
ingin agar para pendengar ayah itu memutar otak, menjadi para penanya dan 
pencari makna. yang berani tanpa
 tabu.  Ayah sebagai guru kecil gagal Kalah. Dikalahkan oleh suatu sistem yang 
terbentuk menjadi suatu nilai budaya dan dominan. Bermimpi mendekati jalan 
bunuh diri.
 
Ketika ujian, dari sekian mahasiswa/i hanya ada satu mahasiswa yang lulus 
murni.  Dekan mendesak ayah untuk memberikan lulusan yang lebih banyak. Hal 
yang bertentangan dengan hati nurani ayah, apalagi amplop yang disodorkan ke 
ayah agar diluluskan.  Amplop uang, ijazah, nilai sebenarnya, kadar pen,didikan 
serta esok bangsa berlaga tanpa segan. Ayah merasa negeri ini menyiksa ayah dan 
ayah menjadi minoritas terpinggir serta disalahkan.  Kecintaan kalian pada buku 
dan kesenangan kalian membaca merupakan hiburan tersendiri bagi ayah.  Apalagi 
kakak sulung kalian sering berkata dengan serius: "Aku bisa menulis lebih baik 
dari ayah. Aku akan terbitkan bukuku sendiri seperti ayah". Ayah suka, 
bercampur geli dengan kepercayaan diri kakak sulung kalian ini. Kalian memang 
niscaya punya kepercayaan diri begini, apalagi suatu kepercayaan diri berdasar. 
Tapi bukan kepongahan. Kepongahan bukan jalan aman bagi penulis serius dan 
apalagi ilmuwan. Ah, tapi kakak
 sulung kalian adalah anak kecil masih. Baru tujuh  tahun. Tapi  boleh juga. 
Kakak sulung sudah bisa merumuskan dengan baik perbedaan  antara nakal dan 
lucu. Ayah katakan, boleh juga, karena hal ini menunjukkan adanya proses 
pemikiran. Berpikir, bertanya dan merumuskan adalah proses tunggal. Seperti 
juga kakak sulung mengatakan dengan tegas bahwa ia seorang Indonesia dan bukan 
seorang Dayak. Berpikir, bertanya dan merumuskan serta berbahasa nampak mulai 
muncul pada kaka sulung. Barangkali di sinilah peran buku dan membaca serta 
pennguasaan bahasa. Bahasa adalah cerminan dari urutan pikiran. Termasuk 
pengguasaan tanda baca sebagai bagian dari bahasa.
 
Sekarang kembali ke soal Toko Buku  loak berbahasa Inggris San Francansico 
.Terletak di simpang tiga Rue de Prince, jalan di mana Malik Oesekin, seorang 
mahasiswa asal Aljazair yang ikut ujuk rasa menentang politik pemerintah dalam 
bidang pendidikan, dibunuh oleh pasukan anti huru-hara Perancis pada masa 
Charles Pasqua jadi Menteri DalamNegeri. Oesekin lari ke dalam sebuah rumah dan 
terus dikejar lalu dipentung mati. Kematian yang menimmbulkan demo 
besar-besaran sehingga pasukan khusus anti hura-hara dibububarkan . Polisi yang 
membunuh diajukan ke depan pengadilan. Saban pada hari kematiannya, di depan 
rumah di mana Oesekin dibunuh selalu bertabur karangan bunga.
 
Petang itu, ayah sangat girang karena di toko buku loak itu , ayah mendapatkan 
sebuah buku bekas [second hand], berkulit tebal berjudul: "Austria in Poetry 
and History" [Selected and introduces by  Frederick Ungar [Frederick Ungar 
Publishing Co. Inc, New York 1984, 345 hlm].
 
Buku ini menarik ayah, karena ia merupakan sebuah bungarampai puisi yang 
dimaksudkan sebagai cerminan sejarah Austria. Antologi puisi dalam dua bahasa: 
Jerman dan Inggris ini secara sistematik mengumpulkan puisi-puisi dari berbagai 
periode sejarah Austria. Dari bunga rampai puisi ini , jadinya kita bisa 
mengenal sejarah Austria dari latarbelakang puisi-puisi yang dikumpulkan oleh 
Frederick Ungar, pikiran dan perasaan orang Austria dari periode ke periode 
sejarah, dimulai dari Abad ke-13 sampai hari ini. 
 
Dari buku loakan ini,  ayah mendapatkan kembali hubungan sastra, cq. puisi 
dengan perkembangan sejarah bangsa dan masyarakat, pemikiran dari periode ke 
periode serta emosi dominan pada waktu tertentu. Dengan kata lain, bahwa 
sastra, termasuk puisi, agaknya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat 
secara menyeluruh. Kenyataan ini bagi ayah memperlihatkan tempat puisi dalam 
masyarakat, kaitannya dengan kehidupan. Puisi yang ditulis dari masa ke masa , 
dari abad ke abad menggaungkan suara sejarah dan warna-warninya sebuah negeri 
dan bangsa. 
 
Hal lain menarik dari antologi Frederick Ungar ini terdapat pada kesanggupan 
Ungar untuk adil. Ungar menampilkan semua tendens sastra yang ada dalam sejarah 
sastra Austria.  Ayah katakan hal ini menarik, karena dari Ungar , ayah melihat 
ada suatu kejujuran ilmuwan dan sikap sastra yang sehat. Bandingkan dengan yang 
terjadi di negeri kita. Suatu tendens sastra diputihkan dari sejarah sastra, 
sementara sampai sekarang adakah kekuatan lain yang bisa membangun gerakan 
kebudayaan seperti yang dilakukan oleh penganut tendensi sastra-seni yang  
diputihkan itu? Dari segi perbandingan ketidakjujuran ilmiah ini memperlihatkan 
tingkat yang disebut pakar sejarah sastra Indonesia sampai hari ini. Mereka 
sanggup mendustai dan membelakangi kenyataan. Dalam kejuuran ilmiah inilah 
terletak kebesaran ilmuwan dari   Ungar. 
 
Dari segi lain kesanggupan berbohong dari ilmuwan negeri kita membuktikan 
mereka  bukan ilmuwan dalam arti sesungguhnya, tapi juga menunjukkan bahwa 
obyektivitas ilmu sosial itu ada batasnya dan sering ilmuwan sosial itu 
hanyalah sarana penguasa atau menjadi alat jinak [docile tool] penyelenggara 
negara. Banyak buktinya. Antara lain dalam penulisaan sejarah bangsa dan 
sejarah sastra kita. Jujur pada kenyataan agaknya memang tidak gampang. Apalagi 
ditambah dengan ketakutan yang membuat orang dengan seenaknya membuang prinsip 
kejujuran. Untuk menjadi imuwan dengan watak keilmuan, diperlukan kejujuran 
pada diri sendiri dan bidang ilmunya Kalau masih mau disebut ilmuwan. Dari segi 
ini, apakah arti gelar Profesor dan Doktor yang diperjual-belikan?
 
Apa yang dilakukan oleh Frederick Ungar dengan bukunya ini, ayah kira, 
merupakan sebuah contoh menarik tentang bagaimana seorang ilmuwan bersikap dan 
menulis. Di sinilah terdapat salah satu nilai penting buku ini.
 
Sebagai ayah kalian, aku berharap, jika , nanti kalian berbicara dan menulis, 
sekali-kali jangan berdusta. Jangan lupa setia data. Lebih baik kalian hilang 
kepala dari pada berdusta dan jadi budak. Ini adalah resiko penulis dan orang 
jujur.****
 
L'Hiver 2009
----------------
JJ. Kusni


      Start chatting with friends on the all-new Yahoo! Pingbox today! It's 
easy to create your personal chat space on your blogs. 
http://sg.messenger.yahoo.com/pingbox

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke