saya rasa closing Yossy pada kalimat paling akhir yang membuatnya dicari oleh 
pak Camat, dan saya rasa seharusnya kalimat paling akhir itu tidak perlu ada, 
karena memang berbau tuduhan, padahal belum ada bukti nyatanya..

--- Pada Rab, 21/1/09, A Nizami <nizam...@yahoo.com> menulis:
Dari: A Nizami <nizam...@yahoo.com>
Topik: Balasan: [ppiindia] Fw: Nulis kritik di Blog, Ortu dipanggil Polisi
Kepada: ppiindia@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 21 Januari, 2009, 11:03 PM










    
            Zaman Reformasi masih begini....?? ?

Tantangan buat KPK dan Menpan untuk bertindak... ..



--- Satrio Arismunandar <satrioarismunandar@ yahoo.com>

menulis:



> 

> 

> 

> 

>  

> Posted by: "Ahmad Suwandi" wa...@airputih. or.id

> suwandiahmad 

> Wed Jan 21, 2009 1:52 am (PST) 

> Yossy, karib saya dari Combine Resource Intitution

> (CRI), menuliskan 

> pengalamannya mengurus Kartu Keluarga di Kantor

> Kelurahan di:

> http://suarakomunit as.combine. or.id/index.

> php?code= 2&cid=5&sid= 0&id=1491

> Akibatnya, orang tuanya dipanggil Pak Polisi.

>

============ ========= ========= ========= ========= ========= ========

> Dikutip dari

>

http://suarakomunit as.combine. or.id/index. php?code= 2&cid=5&sid= 0&id=1491

>  

> Kemarin (20/1/2009) saya mendengar kabar pejabat

> teras di Kecamatan Patimuan, tentang tulisan ini.

> Karena komunikasi via telepon ringkasnya,

> kronologinya demikian. Senin (19/1/2009) pihak

> kecamatan mendatangi kantor kepala Desa Rawaapu

> untuk mencari warganya yang menulis berita ini.

> Kebetulan, diakhir tulisan disebutkan nama terang

> dan alamat penulis, yaitu Yossy Suparyo, Warga Desa

> Rawaapu, Kecamatan Patimuan, untuk mengklarifikasi

> dari pemberitaan. Kebetulan kepala desa mengetahui

> si penulis, kebetulan berteman baik, sehingga karena

> tidak mengerti duduk perkaranya, maka si kepala desa

> mengantar rombongan dari kecamatan, warga sering

> menyebutnya mantri polisi (polisi pamong praja) ke

> rumah penulis. Karena tidak bisa menemui penulis,

> rombongan kecamatan meminta orang tua penulis

> (kebetulan orang tua penulis berlatarbelakang tidak

> lulus SD dan dikenal warga baik-baik--tepatnya

> penurut) agar mengontak penulis untuk pulang

> menyelesaikan masalah tersebut.

>  Intinya penulis disuruh "menghadap" sang camat.

> Jika tidak salah dengar apabila dalam dua hari tidak

> pulang maka penulis akan dilaporkan ke polisi.

> Sebagai jaminan, esoknya (20/1) orang tua penulis di

> jemput kepala desa ke kantor polisi (kebetulan

> keduanya pun akrab) untuk dimintai keterangan.

> Mencermati penjelasan tersebut, tindakan yang

> dilakukan oleh pihak Kecamatan Patimuan mungkin

> didasari oleh niat baik, yaitu ingin melakukan

> klarifikasi. Sayang, mereka tidak menyadari bahwa

> perbuatan itu menyalahi prosedur dalam UU No 40

> tahun 1999 tentang pers. Semestinya pihak kecamatan

> melakukan tindakan hak jawab atau klarifikasi yang

> ditujukan untuk media yang memuat tulisan tersebut.

> Tindakan Kecamatan Patimuan untuk menindaklanjuti

> pemberitaan itu dapat dikategorikan sebagai tindakan

> kriminalisasi pers. Padahal, permasalahan ini juga

> sudah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

> tanggal 30 Desember 2008 yang isi meminta para hakim

> menghadirkan saksi ahli

>  dari Dewan Pers untuk kasus yang menyangkut delik

> pers. Jadi, menurut saya lebih baik pihak kecamatan

> membuat tulisan sebagai hak jawab atas tulisan ini.

> Apabila pihak kecamatan ingin menggeser masalah ini

> sebagai pencemaran nama baik, saya rasa salah

> alamat. Menurut saya tulisan Yossy Suparyo sangat

> jelas dan mendukung tegaknya perundang-undangan yang

> ada di Indonesia.

>  

>  ============ ========= ========= ========= ========

> Tulisan Yossi:

>  

> 07 November 2008

> 

> 

> Angka Merah untuk Akuntabilitas Pelayanan Publik di

> Patimuan

> 

> 

> Setiap pelayanan publik harus menerapkan sistem

> akuntabilitas. Lewat SK MenPAN Nomor 26 Tahun 2004,

> transparansi dan tanggung gugat menjadi prasyarat

> wajib yang menentukan baik buruknya sebuah

> pelayanan.

> Senin (3/11) pukul 11.30, penulis sebagai warga

> datang ke kantor Kecamatan Patimuan untuk melakukan

> perpanjangan KTP. Tepat 16 November 2008 masa

> berlaku KTP saya habis. Sesuai dengan peraturan yang

> tertera di KTP, 14 hari sebelum KTP habis diharapkan

> warga segera memperbaharui.

> 

> Memasuki kantor kecamatan, saya segara mencari papan

> informasi tentang bagaimana pembuatan Kartu Tanda

> Penduduk (KTP). Sesuai dengan SK MenPAN di atas,

> setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib

> mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan,

> biaya, waktu, standar, akta atau janji, motto

> pelayanan, lokasi serta pejabat atau petugas yang

> berwenang dan bertangung jawab sebagaimana telah

> diuraikan di atas. Dari dua papan informasi yang ada

> tak satu pun ada informasi tentang layanan-layanan

> yang diselenggarakan oleh kecamatan.

> 

> Lalu, saya masuk ke loket pelayanan. Saya bertanya

> pada petugas. Sujadi, nama petugas itu, meski saya

> tidak kenalan di atas saku seragamnya tertulis

> dengan jelas nama itu. Saya mengutarakan

> keperluannya, yakni membuat KTP. Lalu, sya bertanya

> apa persyaratannya sebab tidak ada layanan informasi

> yang saya bisa akses.

> 

> Saya mengeluarkan surat pengantar dari pemerintah

> desa dan Kartu Keluarga (KK). Tak begitu lama,

> Sujadi mengecek berkas, lalu berkata,"Kamu ada foto?

> Kamera di sini rusak sudah 2 hari ini. Jika tidak

> punya, silahkan foto di luar dulu."

> 

> Saya tetap santai. "Wah, jika dua hari kamera rusak

> apa tidak dicarikan alternatif?" saya mencoba

> bertanya. "Kebetulan saya bawa kamera digital

> mungkin bisa membantu, setelah jepret bisa langsung

> ditransfer," lanjutku.

> 

> "Gak bisa, semua harus dilakukan oleh dan dengan

> alat petugas. Anda bawa foto gak? Latarnya harus

> warna biru atau merah. Jika punya saya scan tapi

> bayar Rp 10 ribu," sergah petugas.

> 

> "Ya, kebetulan saya bawa. Tapi warna latarnya putih.

> Gimana jika saya oleh sebentar di komputer saya.

> Nanti file-nya saya kasih," balasku seraya hendak

> mengeluarkan komputer jinjing dari tas.

> 

> Belum sempat hal itu dilakukan, Sujadi segera

> menolaknya. Tetap seperti tadi, aktivitas itu akan

> dilakukan timnya. Akhirnya, saya mengalah. Saya

> menyerahkan berkas dan selembar foto 3x4.

> 

> "Tiga puluh ribu, mas," petugas segera menyebutkan

> angka biaya yang harus dibayar sang pemuda.

> 

> Selanjutnya, saya mengeluarkan uang Rp 50 ribuan.

> Petugas memasukkannya dalam laci, seraya memberi dua

> lembar sepuluh ribuan, sembari mempersilahkan saya

> menunggu di luar, tepatnya emperan, sebab tidak ada

> fasilitas untuk antri atau menunggu.

> 

> "Maaf tidak ada kwitansi?" tanyaku. "Saya tadi telah

> membayar, mengapa saya tidak dikasih tanda bukti,"

> lanjutku.

> 

> "Gak ada kwitansi mas, nanti kalau selesai mas saya

> panggil," mukanya sudah mulai masam. "Semua dilayani

> sama kok," sergahnya.

> 

> "Bukan begitu, bukankah setiap transaksi harus ada

> tanda bukti?" saya coba protes, tapi segera petugas

> melayani lainnya.

> 

> Kwitansi pembayaran penting sebab menurut SK MenPAN

> Nomor 26 Tahun 2004, kepastian dan rincian biaya

> pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas

> dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis

> dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak

> pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan

> dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya

> dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin

> pertemuan secara personal antara pemohon dan

> penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan.

> 

> Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima

> pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan.

> Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang

> bertugas mengenola keuangan atau bank yang ditunjuk

> oleh Pemerintah atau unit pelayanan. Di samping itu,

> setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus

> disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan

> jumlah yang dibayarkan.

> 

> Di emperan ada puluhan warga yang duduk di lantai

> menunggu panggilan. Ada yang mengurus KTP, KK, dan

> lain-lain. Saya bertanya pada beberapa warga, berapa

> rupiah mereka membayar sebuah layanan dan apakah

> diberi kwitansi. Untuk satu layanan, beberapa warga

> membayar dengan berbeda. Saya Rp 30 ribu, Si Kardi

> membayar Rp 20 ribu, Si Warni membayar Rp 25 ribu.

> Mengapa satu layanan harganya berbeda?

> 

> Ada tiga kesalahan fatal yang dilakukan Kecamatan

> Patimuan. Pertama, tidak ada sumber rujukan yang

> dipersiapkan oleh lembaga ini sehingga warga dapat

> mengakses setiap layanan secara jelas. Prosedur dan

> tata cara layanan hanya dapat akses apabila warga

> bertanya pada petugas layanan, Sayangnya, penjelasan

> antara satu petugas dengan petugas lainnya simpang

> siur alias tidak sama.

> 

> Kedua, tidak adanya penerapan sistem pelayanan yang

> akuntabel. hal ini terlihat dari tidak adanya

> kwitansi sebagai tanda bukti pembayaran dan biaya

> yang dibayarkan juga tidak sama. Jadi, ada peluang

> si petugas memberikan harga yang beranekaragam.

> 

> Ketiga, dari dua aktivitas di awal, warga jelas

> tidak mendapatkan layanan sesuai dengan prinsip dan

> standarisasi pelayanan publik sesuai dengan SK

> MenPAN Nomor 26 Tahun 2004. Semakin rumitnya sebuah

> layanan makin besar terjadi penyalahgunaan wewenang.

> 

> Meski penulis tidak mengecek satu per satu, fakta

> pelayanan publik seperti di Kecamatan Patimuan juga

> terjadi di seluruh kecamatan di Kabupaten Cilacap.

> Bahkan beragam instansi dinas juga melakukan hal

> serupa. Ambil contoh, Dinas Tenaga Kerja dan

> Transmigrasi menarik Rp 3.000,- untuk pengurusan

> kartu kuning tanpa ada surat tanda bukti apapun.

> 

> Perbuatan ini jelas masuk dalam tindakan melawan

> hukum, terlebih dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi

> negara yang menerapkan sistem manajemen modern dan

> akuntabilitas. Jangankan pembayaran Rp 30 ribu,

> membeli permen seharga Rp 700,- di toko saja

> mendapatkan slip bukti pembayaran.

> 

> Lalu, siapa yang tidak tertawa ketika mereka bilang

> tentang pemberantasan korupsi di depan masyarakat.

> Camat Patimuan mesti bertanggung jawab dan bupati

> harus memberikan peringatan keras atas peristiwa

> ini. Tapi bagaimana jika perbuatan serupa dilakukan

> keduanya: masa jeruk makan jeruk! Eh...

>

http://suarakomunit as.combine. or.id/index. php?code= 2&cid=5&sid= 0&id=1491

>  

>  

>  

> 

> 

> 

>       

> 

> [Non-text portions of this message have been

> removed]

> 

> 



===

Paket Umrah 2009 Mulai US$ 1.1490

ONH Plus (Haji Khusus) Mulai US$ 5.900

Informasi selengkapnya ada di:

http://syiarislam. wordpress. com

http://www.media- islam.or. id



Selalu bersama teman-teman di Yahoo! Messenger. Tambahkan mereka dari email 
atau jaringan sosial Anda sekarang! http://id.messenger .yahoo.com/ invite/




      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak teman 
ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke