http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/05/sh04.html

Cap Go Meh 
Momentum Kedepankan Kesalehan Sosial

Oleh
Aju



Pontianak - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pontianak 
yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Pontianak 
Hartono Azas (Liu Khiaw Nyan), berang lantaran masih ada praktik diskriminasi 
terhadap etnis Tionghoa. Hartono menemukan, Kantor Imigrasi Pontianak 
memberlakukan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) bagi 
setiap pemohon.  Wakil Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Christiandy Sanjaya 
(Bong Hon San) minta oknum di Kantor Imigrasi Pontianak ditangkap, namanya 
dicatat, kemudian diserahkan kepada aparat penegak hukum.


Polemik SBKRI merebak bertepatan dengan suasana Perayaan Imlek 2560 (1 cia 
gwee, Senin, 26 Januari 2009) dan Cap Go Meh (hari ke-15, Senin, 9 Februari 
2009). Reaksi datang dari Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Andi 
Mattalatta. Menurut Andi, sebetulnya SBKRI bagi etnis Tionghoa maupun etnis 
lain sudah lama tidak diberlakukan setiap mengurus paspor. Pemohon cukup 
dilengkapi identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan akta 
kelahiran. 

Paspor merupakan benteng terakhir bukti kewarganegaraan. SBKRI dibutuhkan, ujar 
Andi, apabila dokumen administrasi pemohon, dinilai meragukan, di antaranya 
tidak dilengkapi akte kelahiran, dan nama pemohon di dalam KTP dan KK berbeda. 
Fakta menunjukkan, tambah Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Zulfadhli, banyak etnis 
Tionghoa di Kalbar sering melakukan perubahan identitas, tapi tidak diperkuat 
penetapan putusan Pengadilan Negeri dan tanpa dilengkapi akte kelahiran. Oleh 
karena itu, Zulfahdli mengingatkan etnis Tionghoa menjadikan Perayaan Imlek dan 
Cap Go Meh 2009, sebagai momentum melakukan penertiban secara menyeluruh 
terhadap administrasi kependudukan di lingkungan keluarga masing-masing, dan 
menyadari betapa pentingnya bersosialisasi.

Etnisitas
Bersosialisasi wujud pemahaman terhadap keberagamaan, sebagai konsekuensi logis 
penghapusan praktik diskriminasi. Oleh karena itu di samping memiliki kesalehan 
individu, seseorang mesti mampu menciptakan momentum mengedepankan kesalehan 
sosial. Kesalehan sosial sangat dibutuhkan setiap individu supaya mampu 
memahami dan menghargai pihak lain. Kemudian mampu mencerna dan menganalisis, 
sebelum menanggapi permasalahan yang sensitif secara reaktif, supaya tidak 
dinilai eksklusif.


Zulfadhli mengatakan, terlalu mengedepankan kesalehan indivu dalam berinteraksi 
sosial, tidak dikehendaki pemerintah. Dalam jangka panjang, kesalehan individu 
sebagai benih pemicu perpecahan bangsa, lantaran seseorang hanya melihat 
persoalan luar dari sudut pandang diri sendiri. Lalu, hanya menganggap diri dan 
kelompoknya saja yang paling benar. Kesalehan individu, membentuk pribadi 
seseorang tertutup, sensitif, karena terlalu asyik tinggal di kediaman paling 
dalam, yaitu religiusitas dan etnisitas, tanpa ada celah melihat apa yang 
terjadi di dunia luar.


Sebetulnya, pengakuan pemerintah terhadap pluralisme dan penghapusan praktik 
diskriminasi, peniadaan istilah pribumi dan nonpribumi, ditandai dengan 
Keputusan Presiden KH Abdurachman Wahid tahun 2000, mencabut Instruksi Presiden 
Nomor 14 Tahun 1967. Pemerintah kemudian menerbitkan Undang-undang No 12 Tahun 
2006 tentang kewarganegaraan.

Tatung
Walikota Singkawang, Hasan Karman (Bong Sau Fan), mengatakan, Perayaan Imlek 
dan Cap Go Meh 2009, merupakan momentum penghargaan terhadap keberagaman dan 
persamaan hak setiap warga negara. Di Singkawang sendiri digelar Festival Cap 
Go Meh. Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkian yang berarti hari ke-15. 
Tenggang waktu 15 hari, dari Imlek ke Cap Go Meh, warga selalu disuguhkan 
tarian barongsai, dari rumah ke rumah. Jadi Imlek dan Cap Go Meh murni perayaan 
tradisional rakyat. Di Republik Rakyat China (RRC) sendiri, Imlek dan Cap Go 
Meh sebagai wujud syukur setiap memasuki musim semi.
Imlek dan Cap Go Meh di Pontianak dan Singkawang yang populasi etnis Tionghoa 
cukup signifikan di Provinsi Kalbar, telah ditetapkan Departemen Pariwisata dan 
Kebudayaan dalam Kalender Pariwisata sejak tahun 2008. 


Cap Go Meh sendiri selalu menjadi pusat perhatian khalayak ramai, karena 
digelar pawai, dimeriahkan tarian barongsai, arak-arakan naga yang tidak jarang 
disertai atraksi permainan tatung berkeliling kota. Rutenya sudah ditentukan 
panitia, setalah berkordinasi dengan aparat keamanan, untuk mencegah kemacetan 
jalan raya. 


Ekspresi permainan tatung sangat unik dan penuh mistik. Pemain utamanya, 
biasanya seorang pria, menari meliuk-liuk di atas bak terbuka yang diarak 
keliling kota, mengikuti irama tabuhan gendang yang khas. Sesekali tatung 
memperlihatkan kebolehan duduk atau berdiri gagah di atas pisau tajam, tapi 
sama sekali tidak luka. Di sekujur tubuh penuh dengan tikaman anak panah dan 
pisau masih yang masih lengket, tapi sama sekali tidak mengeluarkan darah. 
Si tatung selalu memberikan hormat, setiap kali melewati fekong, tempat 
pemujaan tradisional etnis Tionghoa. Acara adat khusus mengembalikan roh, 
sekaligus mengakhiri permainan tatung. Setelah itu, tingkat kesadaran tatung 
pulih, luka bekas sayatan dan tikaman di sekujur tubuh pun hilang seketika.
Di Pontianak, karena tergolong atraksi sadis, di luar akal sehat, permainan 
tatung dilarang. "Tapi kordinasi panitia sudah maksimal," ujar Sutarmidji, 
Walikota Pontianak. 


Pemerintah, kata Sutarmidji, memberikan apresiasi setinggi-tingginya terhadap 
kegiatan budaya yang multiflyer effect-nya mampu memberikan citra positif bagi 
masyarakat secara keseluruhan. 

Muri
Hasan optimis Cap Go Meh, Senin, 9 Februari 2009 di Singkawang berjalan sesuai 
harapan, karena sudah dipersiapkan secara matang. Targetnya dicatat dalam 
Museum Rekor Indonesia (Muri). Ada 3.888 lampion yang sudah dipasang. Festival 
Cap Go Meh di Singkawang, meliputi Festival Lampion, Malam Imlek, Bazar Seni 
Budaya Tionghoa, Panggung Kehormatan dan Altar Pemujaan. Seluruh rangkaian 
kegiatan Cap Go Meh di Singkawang ditutup dengan Malam Keabraban. 


"Partisipasi masyarakat sangat luar biasa. Pemerintah Kota Singkawang hanya 
mampu menyumbang Rp 150 juta. Tapi jika dihitung dengan dana partisipasi 
masyarakat, maka Perayaan Cap Go Meh di Singkawang tahun 2009 menelan dana Rp 2 
miliar," ujar Hasan. Mengingat besarnya partisipasi masyarakat dan tingginya 
dukungan politik pemerintah, kata Hasan, maka kegiatan tahun berikutnya akan 
dilakukan secara lebih baik, profesional, supaya menjadi daya tarik tersendiri 
bagi wisatawan.  "Pembangunan patung naga terus dilanjutkan sebagai cirikhas 
budaya, mengundang investor membangun fasilitas perhotelan. Kami terus mendesak 
Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi betapa pentingnya keberadaan Bandar 
Udara di Singkawang, untuk mendukung program pariwisata," katanya.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke