Relfleksi : Suatu gambaran yang tidak mengeherankan. Jadi jangan dikira bahwa anggota DPR adalah semata-mata wakil Anda, rakyat yang mereka wakili mempunyai kedudukan berbeda dengan rakyat biasa berkesusahan.
Jawa Pos Minggu, 08 Maret 2009 ] Anggota DPR Biasa Terima Titipan Proyek Soal Dugaan Suap Hontjo, Kolega Hadi Bungkam JAKARTA - Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Panggar DPR) buka suara soal titip-menitip proyek di parlemen. Mereka menganggap pembahasan anggaran merupakan celah yang dapat ditumpangi kepentingan pengusaha yang bermain-main dengan proyek. Wakil Ketua Panitia Anggaran Harry Azhar Azis mengatakan, anggota dewan sebenarnya bisa mengajukan proyek kepada departemen. Bahkan, kata dia, titip-menitip proyek itu sah berdasar undang-undang. Sebab, itu menjadi salah satu fungsi representasi anggota dewan dari masyarakat tempat dia terpilih. ''Anggota dewan berhak menolak, mengusulkan, dan memodifikasi proyek-proyek. Itu dijamin oleh undang-undang. Kalau ada yang mencoba mengurangi, berarti dia melanggar undang-undang,'' kata Harry di Jakarta kemarin. Bahkan, kata Harry, itu menjadi bagian dari tugas DPR untuk mengakomodasi aspirasi rakyat. Dia lantas mencontohkan, dirinya dipilih oleh masyarakat dari Kepulauan Riau (Kepri). ''Saya kalau bisa menyediakan seribu kapal untuk daerah saya. Itu sah-sah saja,'' tegas anggota Komisi IX DPR itu. Dia mengakui, di situlah celah yang bisa dimanfaatkan anggota dewan untuk mendapat manfaat. Mereka biasanya mengusulkan proyek titipan pengusaha agar mendapatkan kompensasi. ''Kalau sudah begitu, KPK, jaksa, dan polisi bisa masuk. Itu yang tidak diperbolehkan,'' katanya. Dia menambahkan, dugaan suap yang diterima anggota Komisi V DPR Abdul Hadi Djamal tak mungkin atas inisiatif sendiri. Itu, kata dia, adalah upaya kolektif dari beberapa orang. Bahkan, dia menengarai ada yang berkaitan dengan departemen terkait. Pernyataan senada juga diungkapkan Ketua Panggar DPR Emir Moeis. Politikus PDIP itu menegaskan, DPR punya kewenangan penuh untuk mengajukan sebuah proyek agar dibahas di komisi atau panggar. Namun, itu tak semudah yang dibayangkan. Sebab, harus ada kebutuhan dari departemen. ''Itu pun dibawa ke Depkeu dan Bappenas terlebih dahulu,'' katanya. Namun, peran di dua lembaga itu tak signifikan. Sebab, pengajuan proyek dibawa ke dua lembaga itu hanya untuk mendapatkan surat bahwa proyek tersebut sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan APBN. Karena itu, kata dia, peran paling besar dari kasus Hadi adalah keterlibatan dua lembaga. Yakni, panggar dan departemen terkait. Soal dugaan keterlibatan pegawai eselon III Bagian Tata Usaha (TU) Dephub Darmawati Dareho, Emir meragukan wanita itu bertindak sendiri. ''Itu pasti ada keterlibatan lebih besar di dalam departemen,'' tegas Emir. Namun, Emir mengaku tidak tahu soal siapa yang menyuruh Hadi dalam skandal itu. ''Itu sudah di luar pengetahuan saya,'' tegasnya. Sebelumnya, Hadi melalui kuasa hukumnya, Haeri Parani, mengungkapkan bahwa dana-dana yang mengalir kepada kliennya bukan untuk diri sendiri. Dia menilai, ada orang lain di balik itu semua. Hanya, kliennya tak mengungkap lebih jauh. Sebelumnya, Hadi mengaku telah menerima USD 90 ribu dan Rp 54,5 juta yang diduga berasal dari Komisaris pengusaha PT Kurniadjaja Wirabhakti Hontjo Kurniawan terkait proyek pembangunan dermaga di Selayar dan bandara di Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel). Hadi juga diduga telah menerima Rp 2 miliar. Bahkan, 27 Februari lalu juga terjadi penyerahan Rp 1 miliar yang belakangan diduga mengalir ke kantong Wakil Ketua Panggar DPR Jhony Allen Marbun. Namun, Jhony membantah semua tudingan itu. Haeri juga mengungkapkan bahwa penyerahan dana dari komisaris PT Kurniadjaja itu merupakan kali ketiga sejak dua bulan belakangan. Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengungkapkan bahwa kasus yang kerap terjadi di DPR tersebut harus segera berakhir. ''Semua itu membutuhkan kepedulian mereka. Yang pasti kalau proses penganggaran juga harus mengikuti dari awal, jangan kemudian masuk di tengah-tengah,'' jelas mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu. Menurut Haryono, usul proyek yang diajukan DPR sebenarnya merupakan hal yang sah-sah saja. Asalkan, itu melalui mekanisme yang benar. Di antaranya, melalui pemerintah yang kemudian dibahas di Depkeu dan Bapenas. ''Ya, aturan itu harus dilalui. Para anggota DPR juga harus transparan dan akuntabel soal ini,'' terangnya. Dia menambahkan, KPK selama ini sudah menempatkan orang untuk mengikuti rapat-rapat anggaran di DPR. Termasuk rapat tertutup sekalipun. Namun, jangkauan KPK memang belum bisa meliputi semua rapat di sana. ''Itu memang sedikit saja. Belum keseluruhan,'' ungkap Haryono. Haryono mengungkapkan bahwa ke depan KPK akan mengingatkan anggota DPR terpilih untuk tidak main-main dalam proses penganggaran itu. "Kami akan mengusahakan memberi mereka pencerahan agar hal semacam itu tidak terus terulang,'' ungkapnya. (aga/git/agm [Non-text portions of this message have been removed]