Cendrawasih Pos 18 Maret 2009
Peringati Uncen Berdarah, Abe Macet *Ratusan Massa Datangi Kanwil Hukum dan HAM JAYAPURA-Ratusan massa yang mengatasnamakan diri kelompok Forum Mahasiswa Papua Independen, Senin (16/3) melakukan longmarch dari kampus Uncen lama menuju kantor Departemen Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua di Kotaraja. Kedatangan massa yang berkisar 800 orang ini, selain memperingati Uncen berdarah, pada 16 Maret 2006 lalu juga menyuarakan tentang matinya demokrasi di Papua. Awalnya massa terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama berkumpul di Gapura Uncen atas di Perumnas III Waena dan kelompok lainnya berkumpul sejak pagi hari sekitar pukul 09.00 WIT di depan kampus Uncen lama di Abepura. Setelah berorasi sambil menunggu bergabungnya kelompok lainnya, sekitar pukul 11.30 WIT massa pertama yang jumlahnya sekitar 500 orang ini tiba di depan Uncen lama sambil membawa sejumlah spanduk dengan iring-iringan motor di depannya. Dari berkumpulnya ini sempat memacetkan arus lalu lintas terutama menuju Abepura karena jalur satu arah sepenuhnya tertutup oleh longmarch massa. Begitu pula dengan kendaraan yang akan menuju Sentani sempat terhenti sejenak saat iringan mulai berjalan.Terlihat pula sebagian besar toko yang berada di jalan utama memilih tutup dan memilih menyaksikan iringan massa dari kejauhan. Beberapa spanduk maupun tulisan yang sempat tercatat diantaranya berbunyi 'kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap orang, maka jangan hadapi dengan brutalisme, buka ruang demokrasi dan saatnya bersatu, realease prisioner of politic dan sebuah spanduk merah bertuliskan tarik militer TNI/Polri dri Papua Barat, bebaskan Tapol/Napol Papua Barat, buka ruang demokrasi bagi rakyat Papua dan Freeport. Mereka juga membawa sejumlah gambar kasus pelanggaran HAM dan gambar Alm Theys Eluay yang dipakai dalam orasi beberapa waktu sebelumnya. Saat melintas jantung kota Abepura, arus lalu lintas benar-benar dialihkan terutama kendaraan yang hendak menuju Sentani. Meski sempat mencemaskan, namun tidak terjadi insiden yang menonjol. Setelah tiba di depan Kanwil Hukum dan HAM arus dua arah akhirnya macet total karena massa menduduki penuh badan jalan. Pengawalan aparat keamanan yang dikerahkan baik dari Pasukan Huru Hara (PHH) Dalmas Polresta Jayapura maupun Brimobda Detasemen A langsung memagari dan mengisi halaman Kanwil dengan dilengkapi senjata lengkap. Kedatangan massa yang didalamnya juga terdiri dari Otorita Nasional Papua Barat (ONPB), Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kabupaten Jayapura ke Kanwil Hukum dan HAM ini untuk menyampaikan pernyataan sikap dan meminta segera ditindaklanjuti. Awalnya yang diminta untuk masuk kehalaman kantor hanya perwakilan namun ditolak mentah-mentah oleh massa dan disepakati untuk semuanya ikut masuk dan mendengar tanggapan langsung dari pihak Kanwil Hukum dan HAM. Setelah diperbolehkan masuk beserta bebeapa perangkat pengeras suaranya, tiga koordinator, Denis Nasrul dan Patris langsung bergantian melakukan orasi. Dikatakan, bangsa Indonesia sudah sejak lama merdeka, namun hingga kini masih banyak bentuk-bentuk penindasan dan pelanggaran yang merugikan masyarakat sehingga seakan belum merasakan merdeka seutuhnya dan kehadiran mahasiswa diklaim merupakan kepanjangan tangan dari lidah masyarakat yang tertindas. Disamping itu menurut Narsul, mahasiswa Uncen fakultas ekonomi yang kini sedang menyelesaikan studynya keberadaan PT Freeport belum memihak pada rakyat. Dan pemilik ulayat lokasi tambang terbesar di dunia itu kini banyak yang jadi penonton. Begitu juga penilaian mereka tentang Otonomi Khusus yang awalnya sepert angin segar, namun kebelakang justru hanya untuk memperkaya kalangan tertentu dan belum mampu menyelesaikan persoalan di Papua hingga mamasuki tahun kedelapan. "Saat ini juga banyak muncul pemekaran yang asal-asalan dan tergesan dipaksakan dan terjadi perpecahan karena muncul sukuisme dan budaya yang seakan dikotak-kotakkan," jelas Patris lantang. Tak lama kemudian seorang wanita separuh baya juga diberikan kesempatan untuk berorasi. Pengakuan singkat wanita tersebut berawal dari Timika Tembagapura dan kini memilih mencari hidup di Jayapura karena ditempatnya mulai sulit. "Saya mendukung mahasiswa untuk bersatu dan berjuang demi rakyat, saya dulu tinggal di Timika tapi sekarang saya pindah ke Jayapura karena disana susah mencari hidup," tuturnya terbata-bata. Setelah melakukan orasi satu setengah jam, Nasrul kemudan melanjutkan membacakan 5 pernyataan sikap dihadapan pejabat senior Kanwil Hukum dan HAM yang diwakili Dody Wibowo selaku Kepala Divisi Imigrasi Papua perwakilan yaitu satu hati satu pergerakan dan satu tujuan, pro demokrasi dan independen, mengutuk pelanggaran HAM yang terjadi di atas Tanah Papua dan meminta pemerintah RI untuk segera menarik militer dari tanah Papua. Dari pernyataan ini dijawab oleh Dody bahwa aspirasi tersebut akan disampaikan dan akan dibahas dalam Panitia Tetap (Pantap) HAM. Namun Dody berharap penyampaian aspirasi dan uneg-uneg disampaikan secara rasional. "Semua yang disampaikan telah kami catat bahkan foto kalian yang beroasi juga telah kami ambil untuk disampaikan ke PBB karena hanya PBB yang bis amenerima kami langsung," tutur Dody mewakili Kakanwil yang berada di Jakarta. Mendengar kalimat diatas spontan seratusan massa yang duduk dihalaman parkir ini langsung menepuk tangan dan bersorak. Situasi yang panas membuat massa sedikit sensitive dimana ketika dijelaskan dari aspirasi ini akan dibahas dan diajukan dan mudah-mudahan akan diterima langsung diprotes dengan teriakan. Setelah mendapatkan penjelasan gamblang akhirnya dari kalimat 'mudah-mudahan' ini bisa diterima olah massa. Cuma dari penjelasan singkat ini massa merasa tidak menemukan jawaban pasti hingga kembali diulang oleh Nasrul untuk mendapat jawaban kapan pernyataan sikap tadi akan dibahas dan meminta hasil pembahasan tersebut disampaikan ke publik. "Kami akan terus memonitor aspirasi yang sudah kami sampaikan begitu juga dengan perkembangannya," tegas Nasrul. Pukul 14.00 WIT massa akhirnya membubarkan diri dengan tertib menuju Abepura dan Waena dimana sebelumnya meminta diantar pulang menggunakan truk polisi. (ade/ind) [Non-text portions of this message have been removed]