Soliloquy Pemilu: MK,KPU,dan Pers 






PUTUSAN-putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terutama hasil judicial review atas 
undang-undang bidang politik, masih banyak menimbulkan perdebatan yang 
membingungkan masyarakat. 


Penulis mencoba menjernihkan persoalan ini dalam bentuk soliloquy(bergumam 
sendirian dalam bentuk dialog imajiner) yang bahanbahannya diambil dari 
pernyataanpernyataan di media-media massa yang telah tersebar luas baik yang 
dikemukakan oleh MK maupun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan wartawan 
(pers). Soliloquy ini ditulis tidak dalam kapasitas penulis sebagai Ketua MK, 
melainkan sebagai guru besar hukum tata negara di berbagai perguruan tinggi. 

Pers: Putusan MK tentang suara terbanyak bagi caleg terpilih menimbulkan 
kontroversi, terutama menyangkut perlunya peraturan pemerintah pengganti 
undang-undang (perppu) atau revisi Undang- Undang (UU) Pemilu. Bagaimana ini? 

MK: Sebenarnya isi vonis MK itu sudah jelas, membatalkan Pasal 214 UU Pemilu 
Legislatif dan memberlakukan suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih. 
Tak perlu perppu atau revisi undangundang lagi. 

KPU: Tetapi dalam amar putusannya MK tidak menyebutkan harus menggunakan suara 
terbanyak, melainkan hanya membatalkan Pasal 214. Kami kan perlu payung hukum. 

MK: Vonis MK adalah payung hukum. Sampai sekarang MK sudah memutus 171 kasus 
judicial review, semua amar vonis yang mengabulkan hanya mengatakan bahwa pasal 
yang diuji dinyatakan inkonstitusional,tak pernah mengurai rincian 
keharusannya, misalnya menyebut harus dengan suara terbanyak,sebab amar putusan 
MK itu hanya mengambil petitum.

 

Adapun konsekuensi dan keharusan amar putusan itu sudah ditegaskan secara 
lengkap di dalam pendapat mahkamah. Jadi isi amar putusan itu merupakan 
pernyataan singkat posisi yuridis dari pendapat MK dalam vonisnya. 

KPU: Tapi pernyataan eksplisit agar KPU mantap kanperlu juga? 

MK: Pernyataan eksplisit dalam amar vonis tak pernah dirinci, tetapi rincian 
eksplisit itu selalu ada dalam bagian pendapat mahkamah. Pandangan KPU agak 
kabur dan mengaburkan karena hanya berpegang pada kalimat amar vonis. Coba Anda 
lihat,putusan MK terdiri dari subjectum litis, objectum litis, legal standing, 
duduk perkara, pertimbangan hukum, ”pendapat mahkamah”,konklusi, 
danamarputusan.Rincian payung hukum yang Anda tanyakan itu tertulis jelas, 
lebih dari 15 itemdi pendapat mahkamah. 

Pers: Apa itu petitum? Kita tahunya hanya vonis doang. 

MK: Petitum adalah isi pokok permohonan agar pasal tertentu dinyatakan 
inkonstitusional. Itu saja yang dapat dimuat dalam amar putusan MK. Di mana pun 
di dunia ini tak ada amar putusan yang bertele-tele keluar dari petitum 
permohonan. Tetapi rincian perintah atas isi amar itu dimuat jelas sebagai 
payung hukum di dalam bagian pendapat mahkamah. 

Pers dan KPU: Bukankah jika ada pasal sebuah undangundang dibatalkan harus 
dibuat undang-undangnya atau perppu untuk menggantikannya? 

MK: Itu yang keliru.Putusan pembatalan undangundang oleh MK itu adalah 
undang-undang dalam arti negatif atau peniadaan ketentuan undang-undang yang 
dalam istilah kerennya negative legislature. Kedudukan putusan MK adalah sama 
dengan undang-undang karena MK adalah the sole interpreter atas konstitusi.. 
Putusan MK memang ada yang memerlukan perppu atau revisi undang-undang, yakni 
putusan yang menyebabkan terjadinya kekosongan hukum pada muatan undang-undang. 
Sedangkan yang sifatnya teknis, bersifat self executing, tak perlu lagi perppu 
atau revisi undang-undang.

 

Pers: Apakah begitu dalam tata hukum kita? Mana buktinya? 

MK: Ya, dan itu sudah berlaku untuk 171 vonis MK yang terdahulu tentang 
judicial review. Buktinya, ketika MK membatalkan pasal undang-undang yang 
melarang parpol kecil menjadi peserta pemilu tanpa verifikasi karena tak punya 
kursi di DPR, padahal sudah berbadan hukum,KPU langsung melaksanakan tanpa 
minta perppu.Ketika MK menyatakan bahwa calon anggota DPD harus berdomisili di 
daerah pemilihannya, KPU langsung melaksanakan,tanpa minta revisi undangundang. 

Ketika MK membatalkan isi undang-undang yang mengharuskan kepala daerah 
incumbent yang mencalonkan diri lagi harus mengundurkan diri dari jabatannya, 
KPU langsung melaksanakan tanpa minta perppu atau revisi undangundang. Mengapa 
vonis yang satu ini diperumit oleh KPU, sedang yang lain tidak? 

KPU: Tetapi vonis-vonis itu kan vonis parsial atas sebagian isi undang-undang? 

MK: Saya tak paham dengan pernyataan tersebut. Kasus suara terbanyak kan juga 
parsial. Dari 171 vonis MK itu yang tidak parsial, dalam arti membatalkan 
seluruh isi undang-undang, hanya ada 4 kasus.Yang lain semuanya parsial. 

Pers: Tetapi bukankah ada juga putusan MK yang harus ditindaklanjuti dengan 
perppu atau revisi undangundang? 

MK:Ya,ada banyak.Tetapi yang perlu perppu atau revisi undang-undang itu adalah 
vonis MK yang menyebabkan terjadinya kekosongan hukum untuk materi muatan yang 
setara dengan undangundang, bukan untuk yang teknis operasional.

Vonis MK tentang pembatalan fungsi dan wewenang Komisi Yudisial memang perlu 
revisi undang-undang atau perppu; vonis MK tentang calon perseorangan dalam 
pilkada juga perlu revisi undangundang, vonis MK tentang Pengadilan Tindak 
Pidana juga perlu revisi undangundang atau perppu, vonis MK tentang pembatalan 
isi APBN juga perlu revisi undang-undang; sebab vonisvonis tersebut menimbulkan 
kekosongan hukum yang setara dengan materi muatan undang-undang..

 

Pers : 

Lalu apa ukuran antara vonis yang perlu dan tak perlu perppu atau revisi 
undang-undang? 

MK: Ya itu tadi. Kalau pembatalan oleh MK menyebabkan terjadinya kekosongan 
hukum untuk materi yang setara dengan undangundang, maka pelaksanaannya perlu 
perppu atau revisi undang-undang, sedangkan yang bersifat teknis ya langsung 
self executing, tak perlu perppu atau undang-undang baru.Tentang materi muatan 
undang-undang bacalah UU No 10/2004. 

KPU: Kalau penetapan suara terbanyak diatur dengan peraturan KPU, bagaimana 
kalau nanti diujimaterikan ke MA? 

MK: Sulit membayangkan MA membatalkan peraturan KPU yang hanya bersifat teknis 
dan tidak menabrak isi undang-undang atau putusan MK. Tapi kalau dibatalkan 
juga kan sederhana. KPU tetapkan saja caleg terpilih dengan suara terbanyak. 
Kalau ada yang menggugat kan menjadi sengketa hasil pemilu. 

Kalau sengketa hasil pemilu kan diadili oleh MK. Kalau diadili oleh MK kan 
kembali ke suara terbanyak juga.Perbincangan kita lanjutkan besok saja. Ruangan 
SINDO untuk rubrik ini terbatas.Sampai besok ya. (bersambung). 

MOH MAHFUD MD 
Guru Besar Hukum Tata Negara di Beberapa Perguruan Tinggi 
 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/217640/38/

 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
 
 
salam
Abdul Rohim


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to