quote: 'Kalau bukan Islam, apa lagi yang hendak dibanggakan dari diri kita?'

apalagi? suami, istri, anak, harta, jabatan, pangkat, semua akan hilang spt 
debu tertiup angin. sdh sepantasnya stiap muslim hanya membanggakan ISLAM. 
Salman Al farisi adalah seorang pencari kebenaran. beliau berkelana dari negri 
yg jauh utk mencari 'kebenaran'. Suatu ktika, bbrp sahabat membangga2kan 
nasabnya, ada yg anak si anu, anak si itu. Lalu salman al farisi berkata, " aku 
salman al farisi, ayahku ISLAM!'

hanya orang bodoh yg membanggakan nasab, keluarganya, harta dan pangkatnya. 
Seharusnya mereka membanggakan ISLAM, bersyukur krn ISLAM telah membebaskan 
dirinya dari kebodohan.

quote: 'Siapa pun bisa dikoreksi, kecuali Allah dan Rasul-Nya'.

ini bedanya muslim dg gerombolan muslim liberal, mereka (muslim liberal) MRASA 
paling pinter hingga ALLAH & RASULNYA berusaha mereka koreksi.
maka jgn heran apabila mereka berusaha mendekonstruksi Alquran, Hadist dll. 
Mengaburkan yg sdh menjadi KEPASTIAN, dan berusaha meninggikan kalimat setan.



Pengalaman di UI dan IPB
http://akmal.multiply.com/journal/item/726


assalaamu’alaikum wr. wb.
 
Sebenarnya
saya merasa kurang pantas kalau diminta untuk mengisi kajian keislaman;
ilmu masih sedikit, referensi tidak banyak yang dikuasai, wawasan masih
kurang luas, jam terbang sangat minim, dan lagipula masih banyak yang
lebih pantas..  Kalau bukan karena amanah berat yang tidak bertambah ringan 
jika tidak ditunaikan, saya lebih suka jadi pendengar saja.
 
Ketika menerima tawaran beasiswa dulu, saya sudah tahu resikonya, so i did see 
it coming.  Yang memberi beasiswa adalah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia 
(DDII), untuk jurusan Pendidikan dan Pemikiran Islam.  Artinya,
saya disuruh mempelajari pemikiran Islam dan seni mendidik, dan kalau
sudah lulus, maka tugasnya adalah berdakwah, sesuai dengan jatidiri
pemberi beasiswanya.  Kalau tidak berdakwah, artinya saya ini sebenar-benarnya 
pengkhianat.
 
Menjelang rampungnya tesis, mungkin inilah saat yang tepat untuk mulai 
‘pemanasan’.  Beberapa
bulan yang lalu kami – para penerima beasiswa – sempat berikrar untuk
menggagas dakwah keliling kampus, terutama untuk membentengi para
mahasiswa Muslim dari pemikiran-pemikiran yang menyimpang.  Beberapa
rekan sudah memulai agenda dakwahnya sendiri-sendiri, bahkan ada yang
sudah melanglang buana sampai ke negeri Singapura.  Saya?  Ah, yang dekat-dekat 
sajalah dulu...
 
IMAMI – UI
Kegiatan ini berawal dari pembicaraan berbulan-bulan yang lalu.  Molly,
yang sebelumnya sudah cukup akrab dengan saya di MP dan YM, mengajukan
usul untuk mengadakan kajian keislaman untuk adik-adiknya yang
tergabung di Ikatan Mahasiswa Minang (IMAMI) UI.  Tema yang di-request apa lagi 
kalau bukan seputar pemikiran Islam, seperti kebanyakan artikel di blog saya 
ini.
 
Senang juga rasanya berkumpul dengan sesama urang awak.  Sedikit banyak, saya 
merasa telah berkontribusi untuk kampuang nan jauah di mato.  Para anggota 
IMAMI kebanyakan berasal dari Sumatera Barat asli, dan cukup besar kemungkinan 
mereka akan kembali ke sana setelah studinya di UI selesai.  Kalau kajian yang 
disampaikan di UI bisa terbawa sampai ke seberang lautan sana, hmmmm... betapa 
menggiurkannya kesempatan mendulang pahala ini!
 
Pengalaman berinteraksi dengan para anggota IMAMI dalam kajian keislaman terasa 
sangat berkesan.  Bertempat di sebuah mushola yang kecil, namun terpelihara 
dengan baik, suasananya begitu hangat dan khidmat.  Saya bangga melihat 
antusiasme yang sangat tinggi di kalangan para mahasiswa Minang untuk 
berkompetisi dalam menimba ilmu.  Memang harus berkompetisi.  “Siapa yang 
lamban amalnya, maka nasab-nya takkan menolongnya...”
 
Selain
membawakan materi tentang seputar gangguan yang seringkali terjadi di
masa ini kepada orang-orang yang beriman (judul resminya : Ketika Iman
Digugat), saya juga memutar video rekaman penghujatan Islam yang
dilakukan oleh sebagian mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati, tepatnya pada
insiden penerimaan mahasiswa baru tahun 2004 yang lalu.  Video
yang diakhiri dengan teriakan lantang “Mari kita berdzikir, ‘Anjinghu
akbaaaaar!!!!’” dari mulut seorang lelaki berambut gondrong dan
berpakaian serba hitam ini bisa diakses oleh semua orang di Youtube.  
Kebanyakan peserta kajian belum lagi kuliah, bahkan ada yang belum SMA ketika 
peristiwa ini menghebohkan media-media massa di tanah air.  Beberapa diantara 
mereka sontak berteriak, “Astaghfirullaah...!”
menyaksikan para mahasiswa yang (katanya) sehari-harinya belajar agama
Islam, tapi secara demonstratif bermain-main di pintu neraka.
 
Ya, begitulah kenyataannya.  Saya senang adik-adik di IMAMI terlihat kaget 
bercampur marah melihat rekaman itu.  Artinya, mereka memang urang awak sejati, 
yang adatnya bersendi syara’, dan syara’-nya bersendi Kitabullah.  Kalau bukan 
Islam, apa lagi yang hendak dibanggakan dari diri kita?
 
IMM – IPB
Tidak berapa lama setelah pengalaman yang sangat menyenangkan di UI, tiba-tiba 
saya dikontak oleh Zaza.  Ia meminta saya untuk mengisi kajian pekanan Ikatan 
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang bertempat di dekat kampus IPB Darmaga, Bogor. 
 Rasanya seperti kembali ke akar; sebelumnya diundang oleh komunitas orang 
Minang, sekarang oleh para mahasiswa Muhammadiyah.  Bagaikan
menelusuri latar belakang saya sendiri, yang memang dilahirkan di
tengah-tengah keluarga Minang yang pendukung setia Muhammadiyah.
 
Kalau dipikir-pikir kembali, rasanya hanya kesempatan saja yang tak pernah ada, 
sehingga saya tak pernah aktif di Muhammadiyah.  Semasa saya bersekolah dan 
kuliah dulu, entah kenapa, memang tak pernah bertemu dengan perkumpulan 
Muhammadiyah.  Meski demikian, kecintaan itu tetap ada..  Untuk Muhammadiyah, 
diminta berbagi ilmu kemana pun saya mau (selama ongkosnya masih bisa saya 
tanggung, tentunya).
 
Peserta kajian hanya enam orang, karena banyak anggota IMM yang sedang ke 
Bandung untuk mengikuti acara pengkaderan.  Sebagian
mahasiswa Tazkia yang biasanya ikut dalam kajian pekanan itu juga tidak
hadir karena konon baru selesai ujian (mungkin libur).  Tapi jumlah yang 
sedikit justru menguntungkan karena intensitas bisa dijaga agar tetap tinggi 
selama kajian berlangsung.
 
Tema yang di-request adalah seputar masalah aktual yang sedang dihadapi oleh 
Muhammadiyah..  Tentunya
pemilihan tema ini masih sangat luas, karena yang namanya ‘masalah’ itu
bisa dirunut mulai dari kaderisasi, wawasan keislaman, sampai ke dana
operasional.  Karena beberapa hari sebelumnya
saya sangat sibuk di kantor, bahkan sempat pergi bolak-balik ke Jakarta
dan Bandung, maka saya memilih tema yang cocok dengan ‘spesialisasi’
saya; tidak bertentangan dengan request panitia, dan sejalan dengan tema tesis 
saya.  Isinya sudah ada di kepala, tinggal dimuntahkan saja..  Nah, akhirnya 
saya bawakan tema pluralisme agama dan infiltrasi paham tersebut di 
Muhammadiyah.
 
Bagi yang sering bertandang ke blog ini pasti dengan mudah menebak bahwa tema 
ini pada akhirnya pasti akan membawa-bawa nama Buya Hamka dan Syafii Maarif.  
That’s right!  Saya mengambil resiko cukup besar dengan membicarakan hal ini.  
Bagaimanapun, kebenaran harus disampaikan, tentunya tanpa mengurangi 
kehati-hatian dalam melakukannya.  Lagipula, Muhammadiyah dikenal karena visi 
pembaruan (tajdid), pemurnian (ta’shil) dan sikapnya yang anti-taqlid buta.  
Siapa pun bisa dikoreksi, kecuali Allah dan Rasul-Nya.  Dan pluralisme agama 
sudah pasti wajib dikoreksi.
 
Alhamdulillaah, segala puji bagi Allah.  Inilah kalimat yang menolak semua 
pujian.  Tak ada daya dan upaya kalau bukan karena Allah.  Tak ada persaudaraan 
yang lebih lezat selain karena Allah...
 
wassalaamu’alaikum wr. wb.



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke