Refleksi : Kalau miskin sudah tentu dimarginasisasikan dalam kehidupan sistem kenegaraan NKRI
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0904/11/kesra01.html Tunanetra dan Gelandangan Tak Masuk DPT Oleh Stevani Elisabeth Bekasi - Sebanyak 50 tunanetra serta 300 gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tinggal di Panti Tan Miat milik Departemen Sosial (Depsos) di Bekasi Timur tidak dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang berlangsung 9 April 2009 lalu. Pasalnya, mereka tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal TPS 103 tempat seharusnya mereka memilih, justru berada di dalam lingkungan panti. Berdasarkan pengamatan SH di lapangan pada 9 April lalu, sebagian besar orang yang datang ke TPS 103 tersebut adalah masyarakat yang tinggal di luar lingkungan Panti Tan Miat dan sisanya para lanjut usia (lansia) penghuni panti wreda. Maka anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 103 dan pekerja sosial di Panti Tuna Netra Tan Miat, Suroso, mengaku sangat heran, sebab para tunanetra dan gepeng tersebut tinggal di panti yang merupakan sentral pelayanan sosial terpadu. Ia juga mengungkapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat provinsi maupun kabupaten/kota tidak pernah melakukan sosialisasi pencentangan kepada para penghuni panti. "Kami sudah tunggu-tunggu tetapi tidak ada sosialisasi dari KPU," lanjutnya. Rasa kecewa juga diutarakan oleh Marliah (24), penghuni Panti Tuna Netra Tan Miat. Gadis yang sudah sepuluh tahun tinggal di panti ini mengaku pada Pemilu tahun 2004 sosialisasi dilakukan oleh para pembimbing di panti. Untuk memilih partai, ia dipandu oleh pembimbing. Namun pembimbing hanya membacakan nama-nama partai lalu Marliah mencoblos partai yang diinginkan. Sementara itu untuk Pemilihan Presiden (Pilpres), ia memilih langsung tanpa dibacakan oleh pembimbing. "Saya kecewa hari ini tidak nyontreng. Kami tunanetra jangan dipandang sekadar belas kasihan saja," tegasnya. Hal senada juga diutarakan oleh Irwandi (22) yang sudah enam tahun tinggal di Panti Tan Miat. Di saat seluruh warga negara Indonesia berbondong-bondong pergi ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya, Irwandi dan teman-temannya hanya berjaga-jaga di kamar masing-masing. "Kami hanya menunggu di kamar, siapa tahu ada instruksi dari ibu panti. Tapi sampai detik ini tidak ada instruksi apa pun. Saya pribadi sedih tidak bisa menyontreng, padahal saya juga punya hak suara di situ," katanya. Ia menjelaskan, sehari sebelum hari H memang ada daftar nama calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam huruf braille dan poster dari lembaga Mitra Netra yang dibagikan kepada para penghuni panti. Poster itu berbunyi: penyandang cacat termasuk tunanetra tidak akan golput. "Di satu sisi kami tidak boleh golput, tapi di sisi lain kami tidak terdaftar di DPT. Kami sadar, secara fisik kami ini tunanetra, tetapi tetap sehat dalam segi berpikir," kata Irwandi. Bahkan ia dan teman-temannya sempat berdiskusi di kamar, dan ada temannya yang berpendapat bahwa keberadaan tunanetra dalam pemilu hanya merepotkan karena tidak bisa melihat. Maka Irwandi mengimbau KPU agar para tunanetra juga diberi hak untuk memilih pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 8 Juli nanti. Sementara itu Kepala Panti Tan Miat, Agustina, menjelaskankan pihaknya sudah jauh-jauh hari mendaftarkan para penghuni panti ke tingkat RT hingga kelurahan, bahkan sudah mendatangi KPU Bekasi. KPU menyatakan bahwa para tunanetra di Panti Tan Miat yang telah mempunyai hak pilih sudah terdaftar. Namun ternyata mereka tidak dimasukkan dalam DPT. n [Non-text portions of this message have been removed]