http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=54565&ik=6


Peluang JK Sudah Lewat 

Sabtu 11 April 2009, Jam: 9:29:00 
JAKARTA (Pos Kota) - Dari hitung-hitungan politik, peluang Ketua Umum Partai 
Golkar Jusuf Kalla (JK) untuk jadi calon presiden sudah tak mungkin. Bahkan 
untuk jadi wakil presiden dengan berduet kembali dengan Susilo Bambang Yudhono, 
kans JK sudah lewat. 

Pasalnya hasil quick qount (perhitungan cepat) Partai Demokrat (PD) di urutan 
teratas dan Partai Golkar di urutan ketiga. Kalaupun mampu menyodok PDIP ke 
urutan kedua, namun perolehan suara Golkar jauh dari memuaskan. 

SBY tak mungkin lagi berduet dengan JK hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua Umum 
Demokrat Ahmad Mubarok . "Pak JK sudah lewat. Pak JK itu mau jadi capres , 
namun kalau nanti (SBY duet denga JK-red) , kita tidak tahu," kata Mubarok yang 
ditemui pers di acara syuting diskusi Ring Politik di ANTV, Kamis malam. 

Memang hitungan politik itu susah ditebak. Bisa saja untuk menghindari Golkar 
tidak jadi oposisi, SBY tetap mau menggaet JK atau orang Golkar lainnya. 

Soal kabar yang beredar bahwa SBY akan mengambil tokoh dari Golkar untuk 
mendampinginya, Mubarok menjelaskan sampai kini Demokrat belum memutuskan siapa 
cawapresnya. 

"Memang banyak orang yang bilang, kalau SBY mau besar harus berpasangan dengan 
Akbar karena akbar artinya besar. Tapi ada juga yang bilang kalau SBY 
berpasangan dengan Agung Laksono. Tapi kalau SBY mau berkah pasangannya dengan 
Mubarok, karena mubarok itu artinya berkah," katanya sambil tertawa. 

Ketua DPP Partai Golkar, Syamsul Muarif melihat kemungkinan SBY-JK berpasangan 
lagi tetap ada. Menurutnya, kini tinggal keduanya, apakah mau berpasangan lagi. 
Apalagi keduanya telah melakukan pertemuan sebelum Pemilu Legislatif. 

Memang apa isi pertemuan itu? Syamsul keberatan menceritakannya. "Segala 
kemungkinan bisa terjadi (duet SBY-JK) dalam politik,termasuk bersatu dengan 
Mega atau PDIP " papar Syamsul,Kamis malam. 

Namun dia memberikan sinyal kalau keputusan politik itu tidak kaku. Ia 
mengatakan Golkar pada prinsipnya siap kalau Demokrat menempatkan sebagai 
partai oposisi di parlemen. 

Apa pun yang terjadi, kata Syamsul, ada tiga kemungkinan yang akan dilakukan 
Golkar maju sebagai calon presiden, membangun kekuatan koalisi dan ketiga, maju 
sebagai wakil presiden bersama PDIP, atau tetap berteman dengan Demokrat karena 
pintu itu masih terbuka. 

Pengamat politik Universitas Indonesia Prof DR Ibramsjah mengatakan, kalau 
posisi Golkar tetap di bawah Demokrat dalam perolehan suara maka sulit bagi JK 
untuk bisa mendampingi SBY lagi. Apalagi JK sudah menyatakan diri siap maju 
sebagai capres. "Kalau JK tetap mendampingi SBY maka orang menilainya lain 
terhadap dirinya," kata Ibram. 

PDIP-GOLKAR 
Sekarang ini, kata Ibram yang dihubungi, tadi malam, kalau tetap menghendaki 
perubahan, dalam arti mengganti SBY, maka Gerindra, PDIP, Golkar, Hanura dan 
sejumlah partai lain berkoalisi untuk menetapkan capres. 

"Saya menilai di kubu perubahan ini orang yang bisa menyaingi SBY adalah 
Prabowo. Kalau kubu ini menetapkan salah satu dari tiga nama seperti, Mega, JK 
dan Wiranto maka akan dikalahkan oleh SBY. Kemenangan di pilpres yang 
menentukan itu figur bukan partai karena itu figur yang bisa mengalahkan SBY di 
Pilpres nanti adalah Prabowo," papar dia. 

Sedangkan Ketua DPP PDIP Effendy Simbolon mengatakan Mega akan bertemu dengan 
JK . Pertemuan itu akan membicarakan koalisi Golkar dan PDIP. "Lusa baru dengan 
JK," kata Effendy Simbolon di kediaman Mega, Jl Teuku Umar, Jakarta, Jumat. 

Format koalisi itu mulai tampak. Sekarang ada dua bentuk koalisi yaitu Koalisi 
Lanjutan dan Koalisi Perubahan. Jumat sore, Wiranto bertemu Mega, di Jl Teuku 
Umar. Wiranto menyatakan, ini adalah pertemuan yang wajar dan normatif dalam 
politik. "Kita samakan sikap masalah tentang Pemilu 2009 yang baru saja 
berlangsung, koalisi akan kita tentukan secepatnya,"ujar Ketua Umum Hanura ini. 

Memang bila Golkar dan PDIP berkoalisi, secara hitungan suara kedua parpol 
tersebut sudah mendapat 30 persen, apalagi bila ditambah dengan suara Gerindra 
dan Hanura (Koalisi Perubahan) , maka aka bisa mengungguli koalisi Demokrat 
dengan PKS dan PKB (Koalisi Lanjutkan). 

Hanya saja, siapa yang jadi capres dari Koalisi Perubahan ini yang sulit 
ditentukan, jika tidak ada yang legowo. Pertanyaannya apakah Mega , Prabowo 
atau JK siap jadi cawapres sulit ditebak. Sebab ketiganya sama-sama ingin jadi 
capres. 

Banyak yang berharap Mega mundur dari capres, dan memajukan Prabowo sebagai 
capres dari Koalisi Perubahan. 

Seperti diketahui, syarat untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, parpol 
harus mendapat minimal 25 persen suara secara nasional atau 20 persen kursi di 
DPR. Bila tidak memenuhi syarat tersebut harus koalisi dengan parpol lain. 

PIAGAM KOALISI 
Dari kediamannya, Cikeas, Bogor, Jumat, SBY berharap ada piagam tertulis 
koalisi yang dapat dipertanggungjawabkan dan dijelaskan kepada publik. "Belajar 
dari pengalaman koalisi yang sekarang, utamanya yang di parlemen dan juga di 
pemerintahan, memang koalisi yang akan datang harus betul-betul `rules 
based`(berdasarkan aturan atau kontrak , red) . Kontrak politiknya juga harus 
jelas," demikian SBY. 

Dengan demikian, tutur SBY, ia berharap masyarakat juga dapat ikut mengontrol 
kesepakatan partai-partai politik dalam membangun pemerintahan selama lima 
tahun mendatang. 

Ia berharap tidak ada kejadian seorang menteri yang bergabung dalam kabinetnya 
sendiri mengkritik kebijakan pemerintah serta ada partai politik yang tiba-tiba 
mengusulkan pergantian menterinya di pertengahan jalan. "Demokrat sedang 
menggodok klausul yang tertuang dalam piagam koalisi," kata dia. 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke