Pemilu 2009, Bukti Sunnatullah Sejarah

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Sejarah kan bisa dirancang, tetapi sejarah juga punya hukum (sunnatullah) nya 
sendiri. Banyak peristiwa kecil bisa menjadi pemicu lahirnya sejarah besar 
(positip), dan tak jarang usaha besar yang dirancang secara serius justeru 
melahirkan peristiwa besar yang menghancurkan (negatip). Salah satu bunyi 
kaidah sunnatullah dalam sejarah adalah 

1. bahwa kejujuran (agenda positip) akan mendatangkan keberkahan Allah SWT 
,meski harus melalui liku-liku kepahitan.

2. Sebaliknya kecurangan (agenda buruk yang tersembunyi) akan menjerumuskan 
mereka kepada kesulitan, jauh dari apa yang diagendakan.

Pada pilpres 2004, persyaratan pilpres hanya 2,5 %, sehingga SBY sebagai 
pendatang baru,calon dari partai baru dapat ikut berlaga di panggung pilpres 
dan menang. Undang-undang itu direfisi DPR, dan setelah melalui liku2 
perdebatan, persyaratan itu dinaikkan  menjadi 15 %.

Menjelang Pemilu 2009, peta politik kedepan dibayang-bayang orang DPR. Ada dua 
partai besar di DPR, Golkar dan PDIP. Juga terbayang SBY adalah kandidat 
terpopuler untukPresiden mendatang. Timbullah agenda negatip dari dua partai 
besar itu,yaitu ingin menyandera SBY agar tidak bisa lolos menjadi calon  
presiden,dengan menaikkan angka persyaratan menjadi 35 % . Mereka berfikir 
bahwa Partai Demokrat pada pilleg 2009 paling-paling naik menjadi 10%. Kalau 
toh SBY harus dicalonkan, tapi yang mencalonkan bukan Partai Demokrat. 
Implikasinya sudah terbayang siapa-siapa yang mau duduk di kabinet. Tawar 
menawar angka itu luar biasa alotnya.

Menjelang hari pengesahan di DPR, saya bersama ketua Fraksi (Syarif Hasan) 
berkunjung ke rumah Pak JK, saya mengatakan bahwa angka 20 -25% itu terlalu 
tinggi. Angka 15 % saja itu artinya telah dinaikkan 600%. Tetapi pak JK 
bilang,ini demi stabilitas bangsa, supaya jangan terlalu banyak capres karena 
jika pada angka 15%,nanti ada capres yang bisa membeli partai-partai.. Argumen 
itu nampaknya logis, tetapi saya merasakan bahwa dibalik angka 20-25% itu ada 
agenda buruk, yaitu menghalangi munculnya kandidat,dan bahkan menyandra SBY.

Ketika hal ini disampaikan kepada pak SBY, beliau secara terbuka mengatakan. 
Saya sih tidak ada persoalan dengan angka 2,5,  15, 20 atau bahkan 35 %. Tetapi 
yang tidak etis menurut saya, UU yang menyebut angka 15% saja kan belum pernah 
digunakan, kok tiba-tiba ada gagasan mendadak menjadi 35% yang kemudian turun 
menjadi 20 %. Mestinya UU itu dirancang untuk masa depan yang panjang, bukan 
untuk merespond keadaan dadakan.

Tak disangka, sandra angka 20 % justeru memacu semangat demokrat. Target 15 % 
ditingkatkan menjadi 20-25%. Konsolidasi dilakukan sampai ke seluruh pelosok. 
Kartu Tanda Anggauta ditingkatkan, dari 10 juta menjadi 25 juta. Seluruh 
potensi diberdayakan untuk menyesuaikan persyaratan baru itu. Serangan udara 
melalui iklan, maupun serangan darat melalui komunikasi langsung oleh 
caleg2,bahkan zikir dilaksanakan di berbagai tempat termasuk di Cikeas. Ada 
lima penghafal Qur’an (hafidz) dari Jateng,  yang tanpa meminta biaya 
berkeliling Jawa, berhenti di setiap kabupaten untuk mengkhatamkan al Qur`an 
disitu, terakhir khataman di masjid Baiturrahim istana, tanpa publikasi.Pak SBY 
sendiri oleh para kyai dianjurkan untuk banyak membaca hasbunalloh wa ni`mal 
wakil, yang artinya hanya kepada Alloh kita mohon dibecking, dan jangan terlalu 
terpaku oleh hitungan matematis..

Nah hasil Pemilu 2009 ternyata menjungkir balikkan semua agenda tersembunyi. 
Demokrat leading, SBY bersyukur,  PDI harus ngetung ulang kekuatan, Gerindera 
sibuk mencari kambing hitam, Golkar yang sudah terlanjur memanfaatkan issue 2,5 
% dengan berbagai sesumbar, mau tidak mau harus realistis mendekat ke Demokrat 
kembali. Dan Demokrat memang tetap membuka pintu sepanjang sportifitas 
dijunjung tinggi.

Pak SBY memang secara sadar memimpin dengan soft power leadership, dalam wujud 
berpolitik secara santun, bersih, dan mengalah. Ternyata mengalah bukan 
kalah,karena hanya orang kuat yang bisa mengalah. Baru sekarang diakui bahwa 
mengalahnya SBY adalah satu kecerdasan. Bayangkan, SBY langsung menegur wakil 
Ketua Umum Partai Demokrat melalui konferensi Pers tentang issue 2,5 %, demi 
untuk memadamkan kebakaran politik, padahal sesungguhnya teguran itu cukup 
dilakukan oleh ketua umum partai. Amin Rais mengomentari bahwa SBY telah 
merendahkan diri sendiri karena menegur langsung Mubarok. Amin Rais tidak tahu 
bahwa hanya orang kuat yang bisa merendahkan diri. Merendahkan diri bukan 
rendah diri.

Mudah-mudahan soft power akan bisa mengubah budaya politik Indonesia. Tetesan 
Air yang lembut ternyata bisa melubangi batu yang keras. Tsunami di Aceh yang 
meluluh lantakkan semua yang keras ternyata berupa air yang soft. Semoga.

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to