http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=7952

2009-05-11 
PGI : Partai Gereja-gereja di Indonesia?


Harta Manullang



eberapa waktu lalu, saya membaca situs resmi Konferensi Wali Gereja di 
Indonesia (KWI) yang berjudul "Penolakan KWI, PGI (Persekutuan Gereja-gereja di 
Indonesia), dan PGLII (Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili 
Indonesia) Atas Perayaan Paskah Nasional 2009'' (7 April 2009), yang dituangkan 
melalui surat resmi kepada Menteri Agama RI tertanggal 2 April 2009. 
Sebelumnya, saya juga membaca di media cetak, berita yang sama yang nara- 
sumbernya dari petinggi PGI. Berbagai tanggapan pun bermunculan di internet.

Sebelumnya, saya kurang memahami imbauan tersebut karena alasan yang 
diungkapkan tidak memadai. Kemudian setelah membaca Suara Pembaruan (27/4) 
"Mengapa SBY - JK Harus Cerai" yang ditulis oleh Sekum PGI Richard Daulay 
menggugah saya untuk memberi tanggapan.

Perayaan keagamaan yang bersifat nasional merupakan cerminan bahwa Indonesia 
melindungi l'légalité et la Liberté de Culte (persamaan hak dan kebebasan 
beragama) yang merupakan salah satu prinsip pokok dari demokrasi. Sementara PGI 
mendukung perayaan Natal Nasional selama 15 tahun terakhir, mengapa Perayaan 
Paskah 2009 dipermasalahkan dan bahkan diserukan untuk dibatalkan. Perayaan 
Paskah yang dihadiri sekitar 10.000 jemaat (18/4) di Sentul, merupakan perayaan 
sakral dan tidak mengandung muatan politik apa pun. Operet Paskah yang 
menampilkan perjuangan dan pengorbanan DR I L Nommensen, seorang misionaris 
asal Jerman, untuk melepaskan bangso Batak dari kegelapan dan keterpurukan, 
memberi suatu renungan dan introspeksi diri. Operet ini sangat menyentuh dan 
sebagian besar jemaat yang hadir meneteskan air mata. Selanjutnya, doa 
Nommensen sesaat sebelum dia wafat, mengungkapkan keprihatinannya akan hal 
negatif yang masih melekat di tengah-tengah masyarakat: 'kecurigaan dan 
jealousy'. Apakah 'kecurigaan' harus diutamakan dan makna yang besar harus 
dikorbankan? Seyogianya, Paskah 2009 dibatalkan seperti imbauan PGI, yang 
teramat dikecewakan bukanlah Panitia Pelaksana Paskah, namun jutaan jemaat 
Kristiani yang sudah sangat lama menunggu terwujudnya perayaan ini. 

Para jemaat sesungguhnya sangat mengharapkan kehadiran Presiden dan Wakil 
Presiden seperti halnya dalam perayaan Natal tiap tahunnya. Namun, 
ketidakhadiran pimpinan negeri ini, sepenuhnya dapat dipahami. 


Tidak Wajar

Menanggapi Butir 2a yang menyatakan bahwa perayaan Natal tahun 2008 yang lalu 
telah menyimpang dari substansi dan kekudusan perayaan agama, hal ini sama 
sekali tidak relevan. Natal Nasional merupakan sebuah perayaan ekumenis dan 
perwujudan dari Cité/Fraternité atau persaudaraan di mana seluruh tingkatan 
masyarakat dilibatkan. Perayaan Natal tidak terpusat pada kebaktian di mana 
narasi Natal dibuat secara singkat karena narasi Natal merupakan sebuah kotbah, 
dan sangatlah tidak wajar untuk mengkotbahi para pejabat tinggi negara, seperti 
Presiden dan Wakil Presiden yang menganut agama lain. Sebaliknya, pesan Natal 
disampaikan dengan cara yang berbeda setiap tahunnya. Natal tahun 2008 
merupakan acara yang terbaik dari yang terbaik sepanjang dua dekade terakhir. 
Penampilan para ibu yang kurang beruntung nasibnya tetapi berjuang 
habis-habisan dengan berjualan di pasar Senen sehingga berhasil menyekolahkan 
anak-anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi, bahkan keluar negeri 
menjadikan sebuah inspirasi bagi semua ibu, dan inilah kotbah yang hidup yang 
memberi motivasi dan meneguhkan iman.

Apakah acara perayaan Natal tahun 2008 yang lalu mengandung unsur kampanye 
politik? Hal ini tergantung dari sudut pandang kita masing masing. Setiap warga 
negara berhak memiliki la liberté d'expression (mengungkapkan pendapat atau 
menyampaikan aspirasi) tentang kepemimpinan dan keberadaan pemerintah, baik itu 
berupa kritik maupun berupa pujian. 

Bisa dimaklumi, jika ada parpol tertentu yang menyerukan acara Paskah 
dibatalkan karena merasa dirugikan atau dipandang sebagai wacana kampanye 
nasional. Namun, sangatlah ironis justru seruan ini disampaikan pihak gereja 
sendiri. 

Pertanyaan selanjutnya, apakah justru ada message dari partai lain dengan 
membonceng PGI untuk membatalkan Paskah Nasional? Tulisan dari Richard Daulay 
secara pribadi, sebenarnya sah-sah saja, dan hal ini merupakan prinsip dasar 
dari demokrasi "un homme, une voix"-one man, one vote. Namun, di bawah tulisan 
itu tercantum jabatannya sebagai Sekum PGI dan secara gamblang mengatakan 
melakukan diskusi politik dengan beberapa tokoh partai tertentu di kantor PGI 
yang kemudian menyerang SBY dalam masalah melepaskan koalisi atau partner 
dengan JK. Ini adalah berbau politik praktis. 

Apakah Sekum PGI dibenarkan menggunakan kantor PGI untuk mendiskusikan 
masalah-masalah politik praktis yang kemudian dimuat di koran? Di samping tidak 
pada tempat dan wewenangnya, analisisnya juga tidak akurat. Sebagai contoh, dia 
menegaskan bahwa loyalitas JK kepada SBY tidak disangsikan, sesungguhnya, 
loyalitas JK kepada Presiden hanya SBY sendirilah yang mengetahuinya bukan 
orang lain. Dalam berbagai analisisnya yang tidak pas, tulisan seperti itu 
dianggap pernyataan resmi dari PGI, dan apakah sinode-sinode gereja yang 
bernaung di bawah PGI setuju nama mereka digunakan untuk kepentingan itu? Ini 
merupakan tantangan untuk dibahas oleh sinode jangan sampai terjadi Extension 
Abusive (penyalahgunaan kewenangan) untuk nanti tidak mendapat protes dari 
masyarakat Kristiani pengikut gereja tersebut. 

Analisis Sekum di atas, merupakan kontroversi pada pernyataan yang diserukannya 
akhir Februari lalu, yang mengimbau parpol yang mengklaim sebagai Partai 
Kristen tidak mengeksploitasi gereja dalam perolehan suara. Namun apakah seruan 
ini hanya berlaku untuk partai Kristen saja? Seruan Richard Daulay yang 
menyatakan 'Kristen Yes, Partai Kristen No', merupakan pernyataan yang 
non-constructif (tidak membangun). Menerima atau menolak sebuah partai politik 
merupakan hal yang sangat subjektif, karena pertanyaan selanjutnya adalah jika 
"Partai Kristen No", lalu bagaimana dengan partai lain, Yes, tetap No, I don't 
know- maybe atau conditions applied? 

Kalau seorang tokoh politik loncat sana loncat sini, hal ini sangat bisa 
dimaklumi karena merupakan bagian dari The Rule of the Game di kancah politik 
Indonesia saat ini. Namun apabila seorang tokoh agama loncat-loncat, maka 
gereja yang Kudus dan Am tidak akan tercipta. 

Kiranya PGI tetap kokoh sebagai Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia dan 
malaksanakan fungsi yang sesungguhnya.


Penulis adalah Dosen di Institut Catholique de Paris, Paris - Prancis



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke