http://www.detikfinance.com/read/2009/04/28/123922/1122597/479/menggugat-arti-risiko-investasi

Menggugat Arti Risiko Investasi

Indro Bagus SU - detikFinance

Jakarta - Beberapa kasus pasar modal merebak dalam setengah tahun terakhir 
seperti kasus hilangnya dana nasabah yang membeli produk PT Antaboga Delta 
Securitas Indonesia dan PT Sarijaya Permana Sekuritas (SPS).

Otoritas pasar modal selalu mengatakan sulit untuk mengembalikan dana yang 
hilang karena produk pasar modal tidak dijamin oleh pemerintah dan menyatakan 
itu sebagai risiko investasi.

Namun benarkan kejadian-kejadian di pasar modal itu sebagai risiko investasi 
yang harus ditanggung sendiri oleh nasabah sehingga tidak punya peluang untuk 
menyelamatkan dananya lagi.

Atau jangan-jangan itu bukan risiko investasi tapi lebih karena lemahnya 
pengawasan. Padahal jelas-jelas perusahaan yang beroperasi itu adalah institusi 
legal dan tercatat resmi di badan hukum negara.

Bagaimanapun investor yang menjadi korban umumnya sangat paham risiko investasi 
yang selalu digembor-gemborkan otoritas pasar modal. Jika harga saham terjun 
bebas investor bisa mengerti, jika harga reksa dana anjlok investor pun maklum 
kalau itu namanya risiko investasi.

Tapi yang jadi masalah, kenapa investasi yang hilang dan digelapkan oleh para 
'oknum' masih disebut risiko investasi.    

Pengamat pasar modal, investasi, keuangan dan perbankan Prof. Dr. Adler Haymans 
Manurung SE,M.Com, ME, SH dengan tegas mengatakan ada perbedaan yang sangat 
jelas antara risiko investasi dan risiko di luar investasi.

"Risiko investasi adalah risiko yang ada dalam ruang lingkup investasi, namun 
hanya sebatas itu," ujar Adler saat dihubungi detikFinance, Selasa (28/4/2009).

Adler mengatakan, memang terdapat beberapa risiko yang bisa mempengaruhi baik 
secara langsung maupun tidak langsung terhadap investasi. Namun menurutnya 
harus dibedakan dengan risiko investasi.

"Risiko dari luar yang bisa mempengaruhi investasi ini sebenarnya disebut 
sebagai risiko regulasi. Ini harus dibedakan dengan risiko investasi," ujar 
Adler.

Menurut Adler, risiko investasi hanya mencakup risiko pergerakan harga saham, 
risiko kesempatan, risiko likuiditas, risiko perubahan kurs, risiko tingkat 
suku bunga dan risiko-risiko lainnya yang berkaitan langsung dengan posisi 
investasi seseorang.

"Contohnya, isu-isu ekonomi makro. Ini bisa berpengaruh pada posisi investasi 
seseorang dan pergerakan indeks secara keseluruhan. Ini juga bisa masuk dalam 
risiko investasi," jelas Adler.

Namun menurut Adler, ada yang disebut risiko regulasi yang notabene harus 
dibedakan dengan apa yang disebut resiko investasi.

"Dalam investasi itu ada investor sebagai pelaku investasi dan ada regulator 
sebagai pengawas. Regulator mencakup fasilitator yang bertugas menjamin 
keamanan fasilitas investasi," jelas Adler.

Nah, menurut Adler regulator dan fasilitator investasi memiliki tugas menjamin 
keamanan investasi, yang mana bukan menjadi wilayah investor.

"Investor tidak perlu memikirkan keamanan regulasi dan fasilitas dalam 
investasinya. Itu tugas regulator dan fasilitator," jelas Adler.

Oleh sebab itu, Adler menekankan, peranan regulator dan fasilitator sangat 
krusial dalam menjamin keamanan investasi. Adler mengatakan, investor 
seharusnya tidak perlu dibebankan dengan harus memperhitungkan risiko regulasi 
dalam investasinya.

"Hal-hal yang menjadi wilayah investor dan harus diperhitungkan investor hanya 
risiko investasi saja," ujar Adler.

Namun saat ini, lanjut Adler, mau tidak mau investor harus ikut memperhitungkan 
risiko regulasi lantaran banyaknya kasus pasar modal yang muncul, bukan karena 
risiko investasi, melainkan karena perilaku regulator dan fasilitator yang 
kurang menjamin keamanan investor.

Sebut saja, kasus penjualan produk palsu PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia 
oleh PT Bank Century Tbk (BCIC). Kemudian ada kasus penggelapan dana nasabah PT 
Sarijaya Permana Sekuritas.

Terakhir, berhentinya seluruh perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) 
lantaran adanya gangguan sistem internal PT Trimegah Securities Tbk (TRIM) yang 
menyebabkan gangguan sistemik pada Jakarta Automatic Trading System Next
Generation (JATS-NextG).

"Seperti kasus Sarijaya, Antaboga-Century dan Trimegah, itu bukan risiko 
investasi, karena kasus-kasus itu terjadi bukan karena kondisi market, 
melainkan karena regulator dan fasilitator yang tidak menjalankan tugasnya 
dengan baik," ujar Adler.

"Memperhitungkan keamanan investasi bukan bagian dari risiko investasi. Itu 
tugas regulator. Jadi seharusnya, regulator dan fasilitator jangan terlalu 
gampang mengatakan kerugian yang dialami nasabah Century-Antaboga, Sarijaya, 
dan kasus-kasus lainnya sebagai resiko investasi. Itu sangat berbeda," imbuh 
Adler.

Dengan kata lain, dari sudut pandang investor, risiko yang harus ditanggung dan 
masih bisa dikendalikan oleh investor hanya risiko-risiko seperti isu ekonomi 
makro, pergerakan harga saham, likuiditas, perubahan kurs dan hal-hal lainnya 
yang meliputi potensi keuntungan dan kerugian dalam investasi.

Sedangkan, kerugian yang dialami investor karena regulasi dan fasilitas yang 
tidak memadai dan tidak menjamin keamanan investasi, bukanlah disebut kerugian 
investasi.

"Kerugian yang disebabkan karena regulator dan fasilitator yang tidak bisa 
menjamin keamanan investasi bukan kerugian investasi, itu bukan risiko 
investasi, melainkan kerugian yang diderita investor karena regulator dan
fasilitator yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik," ujar Adler.

Kesimpulannya, adakah hak investor menuntut ganti rugi atas kerugian yang 
dialami karena kurangnya keamanan investasi di pasar modal?

"Tentu saja investor punya hak untuk itu. Regulator dan fasilitator wajib 
menjamin keamanan investasi. Jika tidak, maka integritas pasar modal Indonesia 
akan hancur perlahan-lahan," ujarnya.

"Jangan investor juga harus memikirkan risiko regulasi dalam investasinya. 
Jangan investor harus memikirkan apakah sistem IT yang digunakan di BEI itu 
aman atau tidak sebelum investasi. Itu kan tugas regulator dan fasilitator," 
ujar Adler.

"Regulator dan fasilitator harusnya mengaudit dulu segala aspek yang berkaitan 
dengan keamanan investasi sebelum membiarkan investor masuk," imbuh Adler.

Lantas, siapakah yang bisa disalahkan dengan terjadinya kasus-kasus seperti 
Century-Antaboga, Sarijaya dan gangguan sistem pekan lalu?

"Tentu saja Bapepam dan BEI harus ikut mengakui kesalahannya. Jangan melulu 
menyalahkan pihak lain dengan mengatakan ini risiko investasi dan membebankan 
itu kepada investor. Menjamin keamanan investasi kan tugas regulator dan 
fasilitator," tegas Adler.

(dro/ir)


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to