gitu dong mir, sering2 lah nulis tentang gerakan kaum perempuan.

makasih ya.

salam, hl

--- On Wed, 6/10/09, la_l...@yahoo.com <la_l...@yahoo.com> wrote:

From: la_l...@yahoo.com <la_l...@yahoo.com>
Subject: #sastra-pembebasan# Marilyn French dan pembebasan kaumnya
To: "sastra pembebasan" <sastra-pembeba...@yahoogroups.com>, "Jurnal Perempuan" 
<jurnalperemp...@yahoogroups.com>, "Media Klaten" <media-kla...@yahoogroups.com>
Date: Wednesday, June 10, 2009, 5:08 AM











    
            
            


      
      



Marilyn French dan pembebasan

kaumnya: In memoriam Marilyn French 21 Nopember 1929 - 5 Mei 2009



Tragedi

"Black Thursday" di

bulan Oktober 1929 telah menjadi awal lembaran hitam buat kehidupan

rakyat di Amerika. Ketika itu bursa "Wall Street" - New Yorks

mengalami kolaps, yang sekarang ini sering disebut sebagai persoalan

"Kredit krisis". Yaitu krisis finansial yang melanda kehidupan di

Amerika dengan mengorbankan banyak orang, misalnya kehilangan

pekerjaannya ato sumber hidupnya. Proses massal pengangguran di Amerika

bagaikan aliran luapan

gelombang arus lumpur panas "Lapindo". 



Kasus Tragedi "Black Thursday" telah menjadi sejarah kenyataan situasi 
over-produksi dari "massa

konsumsi", yang mengakibatkan stagnasi

pada sistim ekonomi "pasar bebas" di USA. Kebijakan sistim Bank Negaranya

pun kehilangan keseimbangan akibat krisis permintaan dan penawaran

barang-barang produksi dalam sistim ekonomi pasar bebasnya. 

Juga,

kenyataan kondisi sosial-ekonomi kehidupan ketika itu di Amerika, yang

sedang mengalami ekstrem jurang

pemisah antara si kaya dan si miskin mengakibatkan penurunan

drastis

daya beli masyarakatnya. Sehingga ketidak berdayaan posisi kaum

miskinnya di sektor lapangan kerja sangat dirasakan dalam krisis

kehidupan

kesehariannya. Walhasil proses alamiah sistim kaptalisme melahirkan

faktor bencana sosial paling terburuk pada peristiwa Tragedi 

"Black Thursday".



Gelombang tragedi kredit krisis di

Amerika sendiri rupanya tak bisa di bendung bahkan berimbas cepat

melanda arus kehidupan masyarakat di Europa dan manca negara lainnya.

Proses domino efek ekonomi krisis yang mengglobal itu, akhirnya

antara lain membuahkan nasib paling terburuk bagi kaum perempuan,

yang posisinya sudah tertindas semakin terjepit ganda pula dalam hubungan antar 
gender di

sektor privat maupun sektor publik. 



Di tengah-tengah

kehidupan rakyat miskinnya yang semakin terpuruk, lahirlah seorang

bayi perempuan mungil bernama Marilyn di kota New Yorks. Marilyn yang

dilahirkan pada tanggal 21 nopember 1929 pun terpaksa mengalami nasib

sama dengan lingkungan masyarakat sosial ekonominya di Brooklyn.

Faktor kemiskinan akibat pengangguran massal dan kehilangan pekerjaan kaum 
menengahnya telah memunculkan

persoalan di kehidupan rumah tangga, seperti frustrasi, agresi, kekerasan dan

pemerkosaan. Bahkan, kehidupan di sektor publik sangat pula

dirasakan kondisi krisis sosialnya, yang rakyatnya menghadapi  persoalan

kekerasan dan kriminalitas akibat diskriminasi antar ras dan antar gender di 
lapangan kerja. 



Persoalan-persoalan di sektor privat maupun di sektor publik tersebut tidaklah

lepas dari pengaruh perkembangan hidup keseharian Marilyn. Misalnya

pengalamannya di kehidupan dalam rumahnya, Marilyn tidak pernah

mendapat sentuhan kasih sayang dari Ayahnya bernama Charles

Edwards. Bahkan di rumahnya Marilyn harus mengalami pengalaman pahit-getirnya

kehidupan kekerasan bersama Ibunda, Isabel. Untungnya sang Ibunda

masih memiliki ketegaran dan keberaniannya melawan dominasi kekerasan

dari watak feodal-patriarki bapaknya. 



Pada tahun 1950, di

usia 21 tahun, Marilyn menikah dengan seorang advokat bernama Robert French 
serta di

karuniai 2 anak. Setahun kemudian Marilyn menyelesaikan S1

jurusan sastra Inggris di Universitas Hofstra. Marilyn mengalami

perceraian setelah menjalani hidup berkeluarga selama 17 tahun.

Kemudian ia meneruskan S2 jurusan literatur di universitas

Harvard. 



Selama

masa perkawinannya, rupanya

hidup berkeluarga buat Marilyn tidak membuat dirinya

bahagia.  Dirasakannya hidup berkeluarga bersama suaminya

tidak memiliki kebersamaan rasa tanggung jawab dalam menangani urusan

rumah tangganya. Misalnya pekerjaan yang sehubungan dengan penanganan

kebutuhan hidup keseharian dalam rumahnya, mengurus dan membesarkan

anak-anaknya dibebankan padanya. Dianggapnya hak atas pembagian kerja

dalam rumah-tangganya tidak mendapat perlakuan secara adil, yang

seakan-akan suaminya mengabaikan hal-ihwal beban tanggungjawab

persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Marilyn di sektor privat. 



Kasus perceraian yang dialaminya tahun

1967 membuat diri Marilyn tak

merasa patah arang menghadapi nasib hidupnya. Bahkan ia tetap

melangkah maju dengan penuh semangat untuk merubah nasib dirinya

dalam perjalanannya menuju ke kemandirian, melawan penindasan serta

berjuang melepaskan ketergantungannya dengan cara membangun kehidupan

sosial-ekonominya. Melalui pengembangan daya intelektualitasnya,

Marilyn berhasil membangun fungsi sosialnya dengan melalui karirnya

sebagai penulis buku roman. Dalam kumpulan karya tulisannya, ia selalu

mencerminkan pada pengalamannya

sendiri, termasuk bersama putrinya, bernama Jim yang menjadi korban

pemerkosaan. 



Buku romannya berjudul

"The Women's Room

telah

dikenal sebagai buku best-seller, mencapai sampai 20 juta eksemplar

terjual. Buku roman yang diterbitkan pada tahun 1977 itu merupakan

bagian dari pengalaman kehidupannya, yang ternyata dianggap sangat

mempengaruhi kaum perempuan dalam inspirasi pembebasan dirinya dari

posisi ketertindasan kaumnya sebagai Ibu rumah tangga. Ketika itu

Marilyn berusia 48 tahun, dan dinilai karya romannya membawa misi

"Keadilan dalam hubungan gender", yang tentunya misi

tersebut oleh publik pembacanya dianggap mendobrak Hegemoni

Patriarkhi di dunia privat maupun di sektor publik. Seperti pula yang

dinyatakan Marilyn sendiri dalam wawancara dari majalah Feminist

"Florence Howe": " hanya kaum perempuanlah yang bisa

menyetop ketertindasannya, kaum perempuan musti berjuang dan melawan

dirinya dari ketertindasannya. "



Bukunya yang diterjemahkan sampai 20 bahasa itu

memang dianggap spektakuler dalam menggambarkan wacana

perubahan evolusi sosok figur perempuan bernama Mira Ward.  Dalam perkawinannya 
 di tahun 50an Mira mengalami penindasan serta

diperlakukan sangat tidak adil oleh suaminya. Pada tahun 60an Mira bercerai 
dengan suaminya, serta berniat untuk merubah

nasibnya dengan cara meneruskan studinya di Harvard. Dalam lingkungan

di universitas Mira baru menyadarinya betapa pentingnya membangun

proses perkawanan yang senasib dan sejiwa. Dan, bersama teman-teman

kuliahnyalah Mira melakukan evaluasi diri tentang sejarah pengalaman

kehidupannya, dan kemudian mendifinisikan kembali arti serta makna pembedaan 
antar gender dalam proses

perubahan sosial menuju pembebasan kaum perempuan dari mekanisme 
ketertindasannya di privat sektor maupun di sektor publik. 



Marilyn, menganggap dirinya sebagai

radikale feminist setelah  mengalami "Ketidak bahagiaannya dalam perkawinan" 
dan membaca buku karya Kate Milet's Sexual

Politics dan " Le deuxième sexe" karya Simone de

Beauvoir. Juga, baru diketahuinya bahwa putrinya bernama jami, yang ketika itu

berusia 18 tahun mengalami pemerkosaan di tahun 1971, membuat dirinya

termotivasi untuk meningkatkan daya intelektualnya guna memahami

sejarah kenyataan hidupnya di privat sektor maupun di publik sektor.

Seperti yang dinyatakan dalam karya tulisan tahun 1992, yang bukunya

berjudul "The War Against Women". Antara lain Marilyn

menyatakan bahwa lahir dan meluasnyanya patriarki bagaikan perang

melawan perempuan. Bahwa peperangan melawan kaum perempuan bertujuan

untuk menguasai tubuh perempuan, dalam hal kapasitas hubungan seksual

dan reproduksi. 



Perubahan sosial dilukiskan oleh Marilyn sebagai evolusi alamiah yang merupakan 
respon terhadap ketidak-adilan antar

fungsi sosial dengan struktur peran-peran sosial. Misalnya dalam hal

reproduksi, bila kaum lelaki melihat bayi yang baru lahir akan segera

mereaksi kepanikan dan kebingungannya biar pun

hatinya merasa bahagia. Sedangkan kaum perempuan, yang memiliki naluri

rasa

keibuan tentunya selain merasa bahagia juga akan langsung

mengerti prioritas tanggung-jawab kelahiran sang bayi

itu buat kesejahteraan kemasyarakatannya. 



Menurut Marlilyn, momen

kelahiran sang bayi itu sudah sewajarnya menjadi pilihan tanggung jawab

setiap umat manusia,

dan bukan atas pilihan basis sistim program yang diatur oleh gen-gen

dalam pembedaan gender. Jadi, sudah merupakan suatu kebutuhan urgent, bagi

umat

manusia untuk mengerti dan memahaminya adanya kebutuhan prioritas

dalam mengurus, membesarkan dan mendidik bayinya itu sampai dewasa.

Akan tetapi dengan adanya proses industrialisasi, hak kebebasan dan

persamaan berpikir serta kemajuan teknologi, sekan-akan kelahiran sang bayi 
oleh kaum lelaki

diserahkan tanggung-jawabnya secara penuh kepada kaum perempuannya. 

Sejak

masa kecil sampai remajanya Marilyn telah mengalami berbagai macam

dan ragam pengalaman hidupnya. Pengalaman keseharian Marilyn

sejogyanya dialami atas jasa perlindungan Ibunya terhadap keselamatan

dirinya dan adiknya dari siksaan bapaknya, yang rupanya buat Marilyn

menjadi kesan ingatan "Lembaran Hitam" dalam kehidupan

kekerasan di dalam rumahnya. Pengalaman hidupnya sejak

masa kecilnya, sampai di masa akhir hidupnya di usia 79 tahun, nyatanya rekaman 
ingatannya menjadi

bekal ilmu pembelajarannya sebagai seorang feminist dan penulis karya

buku romans cukup berpengaruh di lingkungan kaum perempuan. 



Kumpulan

bukunya yang dikenal oleh kaum feminist di daratan Europa misalnya

'Beyond Power: On Women, Man and Morals'

(1985), 'The War against Women' (1992), 'Women's History of the World'

(2000) dan 'From Eve to Dawn' (2002). Pada tahun 2006 karya bukunya

yang berjudul 'In the Name of Friendship' untuk pertama kalinya

diterbitkan di Belanda, kemudian buku tersebut mencapai bestseller di Belanda 
dan negara Eropa Barat lainnya sampai ke daratan Amerika.



Namun banyak pula kaum kritisi yang menyebut sang penulisnya

sebagai "kemarahan dan pembenci kaum lelaki" Namun, Marilyn

menolak tuduhannya itu dalam wawancaranya di London Times beberapa

tahun yang lalu, serta menyatakan : "Telah menjadi suatu kenyataan kaum lelaki

selalu bersikap superior terhadap kaum perempuan. Semua laki-laki  itu 
pemerkosa, dan tidak lebih dari itu. Mereka

memperkosa kita dengan matanya, dengan undang-undangnya dan

dengan peraturannya" . 



Marilyn French telah tiada akibat sakit serangan jantung pada tanggal 5 Mei 
2009. Namun jasa beliau untuk memberikan inspirasi baru

bagi perbaikan nasib kaum perempuan melalui gerakan feminist fase

"gelombang ke 2" tak bisa dilupakan. 



MiRa - Amsterdam, 9 Juni 2009

***



Sumber: 

http://www.latimes. com/news/ obituaries/ la-me-marilyn- french5-2009may0 
5,0,7962226. story

http://www.nos. nl/nosjournaal/ artikelen/ 2009/5/5/ 050509_marilyn_ 
french_overleden .html#

The War Against Women - 1992



Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind. net/   

http://sastrapembeb asan.wordpress. com/

 



[Non-text portions of this message have been removed]




 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke