Dear all;
 
Siapa pun yang terpilih sebagai presiden lewat pilpres ini, perlu terus kita 
kritisi, dengan sikap yang jujur, terbuka, indipenden dan berani. Siapapun yang 
terpilih, janganlah sampai negeri kita ini diporak-poranda kayak yang terjadi 
di Iran bakda pilpres mereka di sana. Jangan da yang luka, apalagi sampai 
kehilangan nyawa. Mari kita mulai dentgan senym!
 
Bagaimana halnya dengan pilpres kedua yang berlansung pada 8 Juli kemarin ini? 
Hasil resminya belum ada, karena KPU Pusat masih terus menghitungnya. Yang ada 
barulah kesimpulan yang belum resmi yang disiarkan media cetak dan elektronik 
saja.
 
Saya berkesimpulan, bahwa hasil pilpres ini nanti tidaklah berbeda dengan hasil 
pileg yang lalu, sama-sama dikotori oleh berbagai kecurangan. 
 
Mungkin saja petinggi di lingkaran terdekat Capres-Cawapres dan KPU di tingkat 
pusat tidak melakuklan kecurangan itu, tetapi pelaksana di lapangan (birokrat, 
pendukung daerah, relawan) telah kembali melakukan kecurangan-kecurangan a la 
Era Soeharto. Hanya saja kalau di era tersebut yang melakukan kecurangan adalah 
dari kalangan ABG (ABRI, Birokrat, Golkar) dan demi kepentingan ABG sebagai 
pendukung tunggal Soeharto, maka kali ini dilakukann oleh banyak fihak, antara 
lain pelaksana pilpres di tingkat  daerah yang resmi, bekejasama dengan 
birokrat, pendukung capres/cawapres, relawan dll dengan tujuan mencari 
keuntungan finansiil (baca: Rp!). Kecurangan ini tidak punya pegangan lain 
kecuali "siapa saja yang berani bayar paling tinggi maka dialah yang akan 
dimenangkan". Artinya, jumlah angka suara pemilih yang dilaporkan dari bawah 
itu akhirnya sudah berobah ketika tiba di pusat, karena harus melewati 
jenjang-jenjang struktural birokrasi.
 
Itulah yang aku dapatkan dari pengakuan banyak fihak di berbagai daerah bahkan 
sebelum pilpres dilangsungkan pada 8 Juli kemarin. Nah, karena aku mendapatkan 
pengakuan tersebutlah, maka aku yang sudah sempat menimbang-nimbang untuk 
memilih salah satu pasangan, akhirnya membatalkan untuk ikut dalam pilpres 
langsung kedua ini. Ketika itu aku sedang berada di Ubud, Bali, untuk urusan 
kesenianku (film dan teater). Aku tidak datang ke TPS. Tapi, meskipun 
seandainya aku datang ke TPS, pastilah aku tidak akan diberi hak ikut memilih 
karena aku hanya punya KTP saja. Siapa sih yang bepergian di dalam negeri kita 
yang bawa Kartu Keluarga?
 
Aku harapkan dalam pilpres ketiga nanti  jenjang-jenjang struktural birokrasi 
pentabulasian jumlah suara itu dihapus, agar suara setiap pemilih bisa langsung 
masuk tabulasi nasional secara transparan. Juga DPT dibuang saja, biarlah 
rakyat menggunakan KTP-nya masing-masing sebagai tanda bukti hak untuk memilih. 
Bukankah KTP sudah dikomputerisasi pembuatannya? Kalau perlu, siapa memilih 
pasangan siapa itu juga transparan. Nah, kalau sistem yantg tertutup dari 
kemungkinan untuk dicurangi seperti diberlakukan dalam pilpres yad, barulah aku 
akan ikut memilih salah satu pasangan.
 
Di kalangan seniman, maka sikap kritis terhadap kiprah petinggi negeri kita 
akan tetap dipertahankan, antgara lain lewat karya-karyanya. Keberanian para 
seniman yang tampil di panggung Pusat Kesenian jakarta TIM ketika di Era 
Soeharto dalam mengkirtisi pemerintah, itulah modal utama para seniman! Apalagi 
sekarang ini Demokrasi Politik sebagai buah dari Gerakan Reformasi 1998 sudah 
tegak. 
 
Nah, target selanjutnya Gerakan Reformasi adalah menegakkan Demokrasi Ekonomi 
yang sejiwa dengan Keadilan Sosial (Pancasila) dan UUD Psl 33. Hal ini sangat 
penting, karena petinggi yang akan memegang kemudi perekonomian nasional dan 
ibnternasional kita sudah dikenal penganut Neolib. Memang, janji-janji dan 
poengakuannya selama kampahnye Piplres dia menolah cap itu. Jadi, marilah kita 
cermati kiprahnya, apakah betul Boediono itu bukan penganut Neolib yang berada 
di kubu kanan/pro-pasarbebas, dan buikan dim kubu kiri/prorakyat.
 
Akhirnya, marilah kita semua tetap tegar dan kritis sambil tetap pasang senyum 
bermakna!
 
Ikra.-
====
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to