-----Original Message-----
From: "jt2x00" <jt2...@yahoo. com>

Date: Tue, 28 Jul 2009 07:20:44 
To: <tionghoa-net@ yahoogroups. com>


Saya penasaran dengan Martin yang begitu ngotot mempersoalkan website KPU. 
Karena sudah tidak tahan lagi, akhirnya saya buka ketiga link KPU yang 
disebutkan Martin berikut ini :
> http://mediacenter. kpu.go.id

> http://tnp.kpu. go.id

> http://www.kpu. go.id

Pertama saya buka website http://tnp.kpu. go.id yang berisi ringkasan hasil 
pilpres 8 Juli yang lalu, dan di bawahnya ada tabel hasil rekapan pilpres tsb 
per propinsi dalam bentuk tabel dengan MS Excel.

Kedua, saya buka http://mediacenter. kpu.go.id dan ternyata yang muncul 
beberapa tulisan dan box berisi gambar dan tulisan "Tabulasi SMS Pilpres 2009" 
yang merupakan link ke alamat lain. Karena ingin melihat data yang lebih 
lengkap, saya klik link tsb, yang ternyata merujuk ke http://tnp.kpu. go.id 
seperti di atas.

Ketiga, saya buka http://www.kpu. go.id dan yang muncul tulisan2 dan box berisi 
tulisan "Media Center". Setelah di klik, link tsb merujuk ke 
http://mediacenter. kpu.go.id seperti di atas, yang kalau di klik lagi akan 
merujuk ke http://tnp.kpu. go.id.

Jadi ketiga website KPU tsb hanya sekedar muter2 untuk merujuk ke satu alamat, 
yaitu http://tnp.kpu. go.id. Pertanyaannya, untuk apa harus dibuat 3 macam 
webstie? Apakah domain untuk kedua website yang lain tsb tidak perlu bayar? 
Kenapa ketiga website tsb tidak digabung saja, sehingga tidak perlu membeli 3 
domain. Tidakkah kita sebagai bangsa merasa malu melihat website suatu lembaga 
negara seperti itu?

Selanjutnya saya ingin melihat tabel yang diributkan Martin dan Prom. 

Pertama-tama saya copy tabel tsb untuk di-paste di komputer saya. Saya tidak 
tahu untuk apa melakukan ini semua, hanya sekedar mengikuti naluri saya yang 
sudah puluhan tahun melakukan pengolahan dan analisis data perusahaan. Karena 
MS Excel yang ada di komputer saya lebar kolomnya belum di set, hasil paste tsb 
jadi susah dibaca. 
Langkah berikutnya saya perbesar dahulu kolom masing2 sesuai dengan panjang 
karakternya.

Ketika selesai memperlebar kolom2 yang berisi angka, saya tertegun, karena 
angka perolehan suara dari masing2 propinsi yang kurang dari 1 juta ada di 
sebelah kanan didalam setiap kolom tsb (right margin), sedang yang lebih dari 1 
juta ada di sebelah kiri (left margin). Karena saya sudah lebih dari 25 tahun 
berpengalaman menggunakan spreadsheet setiap hari, sejak mulai dari Mulitiplan, 
Lotus 123, dan MS Excel, saya langsung tahu bahwa angka2 yang tercantum disitu 
sebagian dalam bentuk "value" dan sebagian lagi berbentuk "text". 

Saya langsung bisa menduga bahwa rekapitulasi yang dilakukan KPU 100% dilakukan 
secara mnual dengan kertas dan kalkulator, dan MS Excel tsb hanya digunakan 
sebagai MESIN TIK untuk menampilkan hasil akhirnya. 
Dan yang lebih parah lagi, petugas yang meng-input data sama sekali tidak 
mengerti MS Excel tsb, terbukti dengan adanya angka2 dalam tabel tsb yang 
sebagian value dan sebagian lagi text.

Saya yakin 100%, MS Excel tsb tampilan angkanya sudah diset menurut American 
standard dengan 2 decimal, dimana pembatas ribuan (thousand separator) 
menggunakan tanda koma. Angka 123456 misalnya akan ditampilkan sebagai 
123,456.00, sedangkan dalam standard Indonesia dengan 2 decimal, angka 123456 
akan ditampilkan 123.456,00 (beda titik dan koma yang bertukar posisi). 

Dan saya yakin 1000%, petugas yang men-input data, misalnya 123.456 (123 ribu 
456) meng-input lengkap dengan tanda titiknya, sehingga komputer akan 
membacanya sebagai 123 point 456 (standard Indonesia 123 koma 456). Ketika  
meng-input angka 167.970 untuk propinsi Sulawesi Selatan No.26 kolom Mega Pro, 
yang muncul adalah 167.97  (167 point 97), angka 0 tidak muncul karena MS Excel 
tsb sudah di  set hanya dalam 2 decimal saja.

Dan ketika menginput angka lebih dari 1 juta, misalnya 1.234.567, petugas tsb 
kepusingan karena MS Excel tidak bisa menerima angka dengan 2 kali titik, 
sehingga menambahkan tanda koma diatas (') di depan angka tsb agar bisa masuk 
ke komputer. Berarti angka2 tsb dari value telah dirubah menjadi text. 
Penjumlahan di bawah pun bukan dihitung dengan rumus "sum" tapi ditik ulang, 
yang ternyata untuk total peroleh angka capres No.2 salah tik, seharusnya 
73.834.562  ditik 73.874.562.

Oleh karena itu, angka2 yang muncul di komputer saya sebagian berbentuk value 
yaitu untuk angka < 1 juta, dan sebagian lagi berbentuk text untuk angka > 1 
juta. Kesimpulannya adalah petugas IT KPU yang menginput data tsb sama sekali 
tidak mengerti MS Excel.
Wajarkah petugas seperti ini diberi tugas yang demikian penting bagi bangsa dan 
negara kita?

Jangan lupa pula, ketiga website KPU tsb dapat dibaca oleh semua orang di 
dunia, termasuk oleh akhli2 IT dari negara manapun juga, tidak hanya dibaca 
oleh orang kampung "Suka Mundur" yang langsung terkagum-kagum ketika melihat 
komputer. Apakah hal seperti ini tidak memalukan bangsa dan negara kita? 

Pantas saja masalah DPT tidak pernah beres, karena orang2 yang 
mengerjakannyapun tidak mengerti MS Excel. Banyaknya calon pemilih yang dobel, 
kemungkinan besar petugas yang hebat2 ini tanpa sadar menekan tombol copy <Ctrl 
C> dan paste <Ctrl V> sembarangan. Dan karena takut ditegor pengawasanya (atau 
barangkali tidak ada pengawas sama sekali?), mereka diam2 saja menyembunyikan 
kesalahan yang telah diperbuatnya.

Apa implikasi selanjutnya dari "kehebatan" kinerja KPU tsb? Tentu yang 
berhubungan dengan "budget" biaya IT dan penggunaannya, baik untuk pembelian 
software maupun untuk gaji petugasnya. Di berbagai perusahaan, lulusan SMA yang 
belum berpengalaman, umum digaji sebesar UMK (Upah Minimum Kota / Kabupaten), 
antara Rp.900.000 - Rp. 1 juta sebulan. Anak2 SMA sekarang rata2 sudah bisa 
mengoperasikan MS Word dan MS Excel. Tinggal periksa saja, berapa honor yang 
dibayarkan untuk petugas yang menginput data tsb? Apakah wajar?

Selanjutnya, periksa pula berapa biaya yang dibayarkan untuk membeli Software 
yang digunakan oleh KPU tsb. Kalu KPU hanya menggunakan MS Excel, berarti tidak 
perlu membeli software secara khusus, cukup membeli paket MS Office standard 
yang berisi MS Word dan MS Excel.
Kalau MS Office tsb akan dipakai oleh puluhan komputer, pengguna cukup membeli 
licence saja untuk semua komputer yang dipergunakan, dengan harga yang jauh 
dibawah harga satuannya. Untuk keperluan negara seperti ini, seharusnya 
Microsoft Indonesia dapat memberikan harga khusus.

Dan yang sangat mengherankan, terhadap kinerja KPU yang demikian amburadulnya, 
sampai sejauh ini belum ada tindakan apapun dari pihak pemerintah untuk 
memperbaiki dan mengganti SDM yang tidak mampu. Apakah terhadap kinerja yang 
demikian buruk pemerintah tidak merasa perlu untuk memberikan sanksi? Siapa 
yang dulu memilih Ketua dan jajaran pimpinan KPU sekarang ini? Bagaimana dengan 
fit & proper  test yang dulu dilakukan? Atau jangan2 ............ ......... 
....???

Ingat, tugas KPU bukan hanya sampai pilpres saja, tapi masih banyak lagi 
Pilkada Kabupaten / Kota dan Propinsi yang juga harus diatur.  

Salam
JT

------------ --

--- In tionghoa-net@ yahoogroups. com, "martin3053950" <martin3053950@ ...> 
wrote:
>
> Dear Prom,
> Masih belum ketemu? barangkali udah masuk kategori rahasia negara sehingga 
> disimpan KPU ditempat yang tidak mudah ditemukan.
> 
> Gue dulu downloadnya dari salah dari web KPU, entah yang mana gue udah lupa 
> dari beberapa link dibawah ini.
> http://mediacenter. kpu.go.id

> http://tnp.kpu. go.id

> http://www.kpu. go.id

> 
> Coba buka http://tnp.kpu. go.id. KPU tetap tampilkan angka yang salah, kalo 
> uraian perolehan SBY-Boediyono perpropensi betul, maka total seharusnya 
> 73,834,562 bukan 73,874,562. 
> 
> Meski beda angka tersebut tidak merobah pemenang, ini adalah pengumuman resmi 
> Pemilu yang tidak boleh ada salah ketiknya. Namun disisi lain kita mendengar 
> kabar bahwa KPU telah bekerja maksimal, telah berusaha sebaik dan sekeras 
> mungkin, yang artinya kita dianjurkan untuk terima saja hasil kerja KPU. Kalo 
> protes akan diteriaki ramai2, sebagai gak legowo untuk kalah. 
> 
> salam,
> martin
> 
====================
 
Subject: [Forum-Pembaca- KOMPAS] Penyumbang Dana Kampanye SBY Diduga 
Terafiliasi Asing
To: Forum-Pembaca- kom...@yahoogrou ps.com
Received: Tuesday, 28 July, 2009, 11:52 AM

ย  

http://nasional. kompas.com/ read/xml/ 2009/07/27/ 19515079/ penyumbang. 
dana.kampanye. sby.diduga. terafiliasi. asing

JAKARTA, KOMPAS.com โ€” Penyumbang dana kampanye pasangan nomor 2, 
SBY-Boediono, yaitu PT Northstar Pasific Investasi diduga terafiliasi dengan 
perusahaan asing, Texas Pacific Group, dari Amerika Serikat.

Perusahaan ini menyumbang dana kampanye ke pasangan yang diusung Partai 
Demokrat itu sebesar Rp 1 miliar. Peneliti Senior Indonesia Corruption Watch 
(ICW) Abdulah Dahlan mengatakan, hal ini menyalahi UU Pilpres nomor 42/2008 
Pasal 103 yang melarang pasangan calon mendapat sumbangan dari luar negeri.

"ICW menemukan ada sumbangan yang diindikasikan terafiliasi dengan asing," kata 
Abdulah, ketika dijumpai di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (27/7).

Perusahaan ini tercatat beralamat di Menara Kadin Indonesia lantai 7, Jalan HR 
Rasuna Said Blok X-5 Kav 2-3 Kuningan Timur, Setia Budi, Jakarta Selatan. Di 
samping itu, tambah Abdulah, PT Northstar Pasific Investasi juga diduga 
berafiliasi dengan perusahaan lainnya dalam satu holding company dan melebihi 
batasan sumbangan, yaitu PT Northstar Pasific Capital yang menyumbang Rp 1 
miliar, PT Sumber Alfaria Trijaya yang menyumbang Rp 3,5 miliar, dan PT Bank 
Tabungan Pensiunan Nasional menyumbang Rp 3 miliar.

"Bila dijumlahkan perusahaan ini menyumbang Rp 8,5 miliar," ujarnya. Hal ini, 
tambahnya, melanggar UU Pilpres Nomor 42/2008 Pasal 96 yang menyebutkan bahwa 
sumbangan dana kampanye dari perusahaan/badan sebesar-besarnya adalah Rp 5 
miliar.

Bila terbukti bersalah menerima sumbangan di atas batasan, pasangan 
SBY-Boediono terancam dipidana dengan pidana penjara 6-24 bulan dan denda Rp 1 
miliar-Rp 5 miliar.

Adapun untuk penerima sumbangan dana terlarang dari asing, terancam pidana 
penjara 12-48 bulan dan denda sebanyak tiga kali jumlah sumbangan yang 
diterima. "Kalau ditemukan ada dana asing yang masuk, itu hanya dikenakan 
sanksi pidana saja. Berbeda tahun 2004 lalu, kalau pasangan merima sumber dana 
ter
 
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to