Jika Badai Memisahkan
Jusuf Kalla melirik sejumlah calon wakil presiden. Sutiyoso dan Endriartono 
Sutarto masuk bursa.

SELEMBAR kartu nama bergambar Sutiyoso menyembul dari saku baju Alwi Hamu. 
Orang dekat Wakil Presiden Jusuf Kalla ini memperlihatkan nama yang tertera: 
Syarwan Hamid. ”Ini yang tadi siang minta waktu bertemu Pak Jusuf Kalla,” kata 
Alwi, Kamis pekan lalu, di kantor Institut Lembang Sembilan, Kebayoran Lama, 
Jakarta. Lembaga ini didirikan untuk memenangkan pasangan Yudhoyono-Kalla lima 
tahun lalu. 
Alwi mengatakan Syarwan datang sebagai anggota tim sukses Sutiyoso. Syarwan 
meminta Alwi mengagendakan pertemuan Jusuf Kalla dan Sutiyoso dalam pekan ini. 
Bekas Gubernur Jakarta itu telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 
sejak satu setengah tahun lalu. Sutiyoso, kata sumber Tempo, ingin berpasangan 
dengan Jusuf Kalla. 
Kata Alwi, kalaupun dilakukan, pertemuan Jusuf Kalla-Sutiyoso adalah 
silaturahmi politik biasa menjelang pemilihan presiden. ”Semua serba saling 
menjajaki,” katanya. Kepada Tempo, Sutiyoso membenarkan akan bertemu dengan 
Jusuf Kalla dalam waktu dekat. 
Niat Sutiyoso merapat kepada Jusuf Kalla mengemuka setelah Ketua Umum Golkar 
itu melempar sinyal ”bercerai” dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Dukungan untuk 
duet Kalla-Sutiyoso pun digulirkan di tubuh Golkar. Kamis malam pekan lalu, 
lima ketua Golkar provinsi melakukan pertemuan tertutup dengan Sutiyoso di 
kantor Sutiyoso Center, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta. 
Sutiyoso mengatakan pertemuan itu dihadiri Gandung Pardiman (Ketua Golkar 
Yogyakarta), Bambang Sabdono (Jawa Tengah), Uu Rukmana (Jawa Barat), Alzier 
Dianis Tabrani (Lampung), dan Zulfadhli (Kalimantan Barat). ”Belum ada 
komitmen, masih saling menjajaki,” kata Sutiyoso. Bambang Sabdono mengaku telah 
beberapa kali berbicara dengan Sutiyoso. Katanya, ”Pendamping Kalla harus Jawa. 
Sutiyoso adalah orang paling tepat.” 
Saat ini ada tiga kelompok yang bertarung di Golkar. Pertama, mereka yang 
menghendaki Jusuf Kalla maju sebagai calon presiden. Ketua Badan Pemenangan 
Pemilu Burhanuddin Napitupulu dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Zainal Bintang 
adalah aktivis faksi ini. Kelompok kedua merupakan pendukung Sultan Hamengku 
Buwono X. Faksi lain adalah mereka yang berusaha mempertahankan duet 
Yudhoyono-Kalla. Yang terakhir ini disokong kelompok Lembang Sembilan.

 
Pendamping Kalla, kata Burhanuddin, harus berlatar belakang tentara dan 
beretnis Jawa. Ini karena Kalla berlatar belakang bukan Jawa, sedangkan suara 
paling besar berada di Jawa. Selain itu, presiden butuh dukungan wakil presiden 
yang tegas dalam melaksanakan keputusan. 
Burhanuddin, menurut sumber Tempo, telah beberapa kali mengadakan pertemuan 
dengan Sutiyoso. Salah satu tempat favoritnya adalah restoran Jepang di Hotel 
Crown, Jakarta. Rapat itu juga dihadiri Syarwan Hamid. 
Upaya menyandingkan Kalla dengan Sutiyoso, kata sumber ini, telah dilakukan 
Burhanuddin sejak setahun lalu. Dalam sebuah penerbangan dari Makassar ke 
Jakarta via Bali, Burhanuddin mengajak Sutiyoso ikut dalam pesawat rombongan 
Kalla. ”Agar Jusuf Kalla dan Sutiyoso bisa ngobrol-ngobrol,” kata sumber itu. 
Burhanuddin ketika dimintai konfirmasi tidak terang-terangan mengakui aksinya. 
Ia hanya menyatakan, ”Sedang menjajaki calon dari tentara dan Jawa.” 
Dalam barisan Burhanuddin, ada juga politikus Golkar asal Sulawesi Selatan, 
Zainal Bintang. Ia punya kelompok ”JK for President”. Zainal mengatakan, selain 
memenuhi syarat Jawa dan militer, Sutiyoso memiliki pengalaman administrasi 
pemerintahan. Ia dua kali menjadi Gubernur Jakarta. Sutiyoso, kata Zainal, 
tidak punya sejarah kelam pada masa lalu. Ia juga punya hubungan baik dengan 
partai politik besar. ”Sutiyoso pernah didukung PDI Perjuangan sewaktu 
pencalonan Gubernur Jakarta,” katanya. 
Menurut Zainal, nama Sutiyoso akan didorong melalui institusi resmi Golkar. 
”Harus ada sosialisasi yang soft,” katanya. Sutiyoso membenarkan soal 
hubungannya dengan Golkar. Tapi ia mengaku juga menjalin komunikasi dengan 
kelompok masyarakat lain. ”Selama ini, sambutan mereka sangat positif,” kata 
Sutiyoso. 
Selain bekas Gubernur Jakarta itu, nama yang muncul sebagai pendamping Kalla 
adalah mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Endriartono Sutarto. Sumber 
Tempo menyebutkan, dua pekan lalu, Kalla memanggil Sutarto untuk ditawari 
posisi calon wakil presiden. Kalla, kata sumber itu, sreg dengan Sutarto karena 
mendukung perundingan damai dengan Gerakan Aceh Merdeka untuk menyelesaikan 
konflik Aceh. Padahal saat itu arus besar militer menolak.

 
Selain itu, saat duduk dalam kabinet pemerintahan Megawati, Kalla dan Sutarto 
punya pandangan yang sama soal naiknya harga solar. Kalla menduduki pos Menteri 
Koordinator Kesejahteraan Rakyat, sedangkan Sutarto menjabat Panglima Tentara 
Nasional Indonesia. Saat itu, pemerintah mematok harga solar lebih mahal 
dibanding premium. Kalla dan Sutarto menolak karena solar menyangkut hajat 
hidup masyarakat kalangan bawah. Megawati memberi Kalla mandat untuk 
mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak itu. ”Itulah yang membuat mereka 
klik,” kata sumber itu. 
Namun Endriartono Sutarto belum memberikan jawaban atas tawaran Kalla. Ia 
berharap Kalla tetap bertahan bersama Yudhoyono. Kalaupun keduanya terpisah, 
lalu Yudhoyono mengambil wakil presiden yang berkualitas baik, Sutarto tak akan 
menerima tawaran Kalla. Namun, jika pendamping Susilo itu ”tak menjual”, 
Sutarto menimbang-nimbang kemungkinan menyetujui tawaran Kalla. Tapi itu pun, 
kata sumber tadi, masih menunggu kepastian Kalla secara resmi dicalonkan 
Golkar. 
Alwi Hamu membenarkan adanya pertemuan Kalla-Sutarto. Tapi, katanya, ”Itu 
pertemuan underground.” Menurut Alwi, Jusuf Kalla tidak memanggil, tapi orang 
dekat Sutarto yang meminta bertemu. ”Ada tamu yang menghadap, tentu diterima,” 
kata Alwi. Sutarto tidak mau berkomentar. ”Saya memilih untuk tidak bicara, ” 
katanya. 
Alternatif lain jika Kalla berpisah dengan Yudhoyono adalah berkoalisi dengan 
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pertemuan Kalla-Megawati di Jalan Imam 
Bonjol 66, Jakarta, Kamis dua pekan lalu, dianggap bagian dari pematangan 
koalisi Golkar-PDI Perjuangan. 
Komitmennya, jika suara PDI Perjuangan di atas Golkar, partai Moncong Putih 
maju dengan calon presiden dan Golkar wakil presiden. Sebaliknya, jika suara 
Golkar mengungguli PDI Perjuangan, posisi presiden diambil partai Beringin. 
Jika hal ini yang terjadi, besar kemungkinan PDI Perjuangan akan menyorongkan 
calon wakil presiden selain Megawati. Desas-desus menyebutkan PDI Perjuangan 
akan menawarkan nama Sekretaris Jenderal Pramono Anung.

 
Skenario ini, kata Alwi, memang masuk hitungan kubu Kalla. Tapi, kata dia, 
hanya badai yang bisa memisahkan Yudhoyono-Kalla. Menurut Alwi, belum ada talak 
tiga di antara dua tokoh ini. Keputusan Golkar memajukan Kalla sebagai calon 
presiden belum final. Jusuf Kalla pun, kata dia, tidak pernah menyatakan 
berkehendak menjadi calon presiden. 
Kalla, kata dia, mengatakan siap jika partai memberikan amanat dan mendapat 
dukungan. Segala macam bentuk koalisi, kata Alwi, bergantung pada hasil pemilu. 
Kelompok Lembang Sembilan tetap menghendaki Yudhoyono-Kalla memerintah untuk 
periode kedua. ”Hanya politikus oportunis yang menginginkan pisah,” kata Alwi. 
Sunudyantoro, Iqbal Muhtarom, Budi Riza, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Sohirin 
(Semarang)
 
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/03/23/LU/mbm.20090323.LU129865.id.html

 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
http://groups.google.com/group/suara-indonesia?hl=id
 
salam
Abdul Rohim


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to