http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=58936:uu-kesehatan-suburkan-perzinahan&catid=77:fokusutama&Itemid=131

            Thursday, 15 October 2009 04:39           
     
      UU Kesehatan suburkan perzinahan  
     
      WASPADA ONLINE

      MEDAN - Kalangan praktisi hukum mendukung pernyataan majelis agama di 
Indonesia yang menolak praktik aborsi (pengguguran kandungan).

      Jika Rancangan Undang-Undang Kesehatan baru itu ditandatangani oleh 
presiden maka akan terjadi sosialisasi negatif (buruk), pelanggaran HAM, 
menyuburkan perzinaan serta sudah jelas keluar dari bingkai agama serta kultur 
bangsa Indonesia.

      "Kita sepakat dan sangat setuju dengan penolakan yang disampaikan oleh 
majelis-majelis agama yang ada di Indonesia. Termasuk saya juga menolak aborsi, 
makanya kita meminta kepada presiden supaya tidak menandatangani undang-undang 
itu," kata praktisi hukum Hamdani Harahap di Medan, tadi malam.

      Perbuatan aborsi terlebih lagi jika diizinkan, lanjutnya, melanggar Hak 
Azasi Manusia (HAM). Hal ini secara eksplisit terungkap dari Pasal 346 hingga 
350 KUH Pidana yang mengatur larangan aborsi yang dibuat Belanda untuk 
Indonesia sebagai hukum positif.

      Apabila aborsi diatur secara eksplisit dalam UU Kesehatan akan berdampak 
psikologis bagi masyarakat, karena seolah-olah pemerintah atau Negara 
membenarkan aborsi.

      "Kita melihat sebenarnya aborsi yang diatur dalam UU Kesehatan lebih 
banyak mudharatnya daripada manfaatnya," ujarnya.

      Hanya, lanjutnya, dalam praktik hukum penerapan pasal pidana tentang 
aborsi ini tidak terlalu kaku, yakni berdasarkan ilmu kesehatan atau pendapat 
dokter ahli dapat dijadikan pertimbangan hukum dalam aborsi itu.

      Secara terpisah, praktisi hukum, M. Hatta, berpendapat, dengan 
undang-undang itu kita melihat adanya tempat dan celah untuk melakukan aborsi 
di Indonesia yang berada di luar konteks agama serta kultur masyarakat 
Indonesia.

      Oleh karena itu, lanjutnya, maka RUU Kesehatan yang diajukan ke presiden 
tidak perlu ditanggapi oleh presiden, apalagi praktik aborsi itu sudah jelas di 
luar konteks agama dan kesehatan.
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke