REPUBLIKA ONLINE Jumat, 30 Oktober 2009 pukul 01:59:00 Penahanan Pimpinan KPK Pagi hari kemarin ada yang menggembirakan terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berita itu mengenai pemberian putusan sela dari Mahkamah Konstitusi yang menunda keputusan pemberhentian Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah sebagai pimpinan KPK. Tapi, lima jam kemudian, kedua pimpinan KPK tersebut ditahan oleh kepolisian.
Penahanan kedua pimpinan KPK yang sudah menjadi tersangka tersebut, menurut kepolisian, karena persyaratan objektif telah terpenuhi, seperti dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan mengulang perbuatan. Pengumuman penahanan mereka dilakukan secara khusus lewat jumpa pers. Sejak awal proses penyelidikan dan penyidikan terhadap Bibit dan Chandra ini mengundang banyak pertanyaan. Bukan saja alasan menjadikan mereka sebagai tersangka hanya didasarkan pada kesaksian seseorang--yang sekarang kesaksian itu sudah dicabut--tapi juga adanya semacam pemaksaan menahan keduanya. Pengerdilan terhadap KPK memang sudah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir ini. Dimulai ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengeluarkan pernyataan bahwa KPK sekarang ini merupakan lembaga yang superbody. Dia pun minta agar BPKP mengaudit KPK. Pernyataan Presiden itu menjadi pil penyemangat bagi mereka yang tidak suka terhadap langkah KPK. Mereka pun berkonspirasi untuk menjatuhkan lembaga hukum tersebut. Celakanya, konspirasi tersebut melibatkan dua institusi hukum lain, yakni kejaksaan dan kepolisian. Institusi hukum ini bukannya menegakkan hukum, tapi justru membelokkan hukum. Kehadiran KPK memang telah membuat gerah para koruptor. Saat ini mereka sedang menyerang balik. Serangan disusun serapi mungkin sehingga seolah-olah serangan balik tersebut tidak terlihat sebagai serangan balik, melainkan perbuatan memburu koruptor. Konspirasi menghancurkan KPK ini bermula dari munculnya kasus Bank Century. Ada petinggi Polri yang terlibat dalam penyelamatan Bank Century. Petinggi Polri itu secara tak sengaja tersadap oleh KPK yang saat itu sedang membidik kasua Bank Century. Petinggi tersebut berang, dan mulai mengerdilkan KPK dengan mengatakan KPK sebagai cicak, sedangkan kepolisian ibarat buaya. Kasus Anggoro dijadikan pintu masuk untuk mengkriminalisasi KPK. Mereka mulai merekayasa kasus dengan menunjukkan seseorang menjadi saksi penyuapan terhadap Bibit dan Chandra. Aparat kejaksaan pun diajak melakukan konspirasi ini, dan tampaknya dengan senang hati aparat penegak hukum itu membantu Polri. Kini, tampak semakin nyata kriminalisasi terhadap KPK. Kepolisian tetap bersikukuh bahwa keputusan penahanan itu benar. Bahwa kesaksian Ary Muladi dicabut sendiri oleh yang bersangkutan tidak dihiraukan. Padahal, keterangan yang dicabut Ary itu adalah soal penyuapan yang dia lakukan terhadap pimpinan KPK. Era reformasi yang kita nikmati sekarang ini diraih dengan mengorbankan nyawa dan air mata. Harapannya dengan reformasi, salah satu unsur yang merusak bangsa, yakni korupsi bakal terhapus. Kenyataannya, kini koruptor masih berjaya, mereka melakukan perlawanan balik yang sangat keji. Kita lihat seberapa berani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberantas korupsi. Inilah saatnya dia membuktikan janjinya untuk memberantas korupsi. Jika dia membiarkan kriminalisasi ini terus terjadi dengan alasan tidak mau intervensi, kita meragukan semangat antikorupsinya. (-) [Non-text portions of this message have been removed]