Al-Dinu al-Islam adalah Hukum Alam Semesta? Di dalam Surah Asy-Syu'araa'(26) ayat 23 Allah swt menjelaskan perdebatan antara Nabi Musa as dengan Fir'aun tentang persoalan "siapa" Rab alam semesta dengan firman : "Qaala fir'aunu wa maa rabbu al-'aalamiin - Fir'aun bertanya: 'Siapa Rab-nya alam semesta?' " dan dalam firman QS.26:24, diberikan jawaban yang pasti dan jelas: "Qaala rabbu al-ssamaawaati wa al-ardzhi wa maa bainahummaa inkuntummmuuqiniin - Musa menjawab: 'Rab pencipta langit dan bumi dan segala sesuatunya yang yang berada di antara keduanya jika kalian mempercayai-NYA' ". Jawaban Nabi Musa as tersebut bertentangan dengan keinginan Fira'aun yang sudah menyatakan klaim, bahwa dirinya adalah Tuhan (ilah) [QS.26:29 dan QS.28:38].
Kita telah membaca kuliah umum Prof. DR. S.W. Hawking, professor Lucasian matematika pada Cambridge University, yang disampaikan pada 13 Maret 2007 di Zellerbach Hall kampus University of California; Berkeley - USA, tentang studi para sarjana fisika-matematika yang menjelaskan pemahaman mereka terhadap keberadaan alam semesta beserta seluruh proses mulabukanya keberadaan itu sendiri. Pemahaman mereka ini tidak demikian saja muncul dari olah fikir otak biologis mereka yang luarbiasa sesudah perangkat pengindera mereka menanggap alam semesta, tetapi adalah hasil dari penyimpulan studi lapangan, percobaan laboratorium, kaji-ulang yang berkesinambungan dan diskusi matematis model-model praduga alam semesta dari yang paling sederhana hingga yang sangat-sangat rumit dan njlimet. Namun kita harus siap memahami bahwa pemahaman para sarjana ini kesemuanya masih belum final dan akan selalu diperbaiki agar dapat dekat, sedekat-dekatnya, dengan realitas alam semesta yang kita alami. Mengapa demikian? Sebab alam semesta ini masih terus mengembang sehingga setiap saat terus-menerus terjadi perubahan-perubahan yang kita belum mampu untuk meramalkan bagaimana kelanjutannya secara pasti. Misalnya pada tahun 1998 Palmutter dan Riess dalam melakukan pengamatan terhadap SNIa dan pancaran sinar gelombang mikro latarbelakang (CMB) menemukan pengembangan alam semesta saat ini tidak melambat tetapi bahkan dipercepat lagi setelah melambat sesudah mengalami inflasi pada awal-awal kelahiran alam semesta. Apakah penemuan tersebut sesuai dengan realitas sesungguhnya? Untuk ini masih banyak kendala yang harus mampu diatasi dan dibuktikan kebenaran klaim tersebut dari hasil pengamatan yang sangat bergantung kepada teori dan teknologi canggih di bidang astrofisika, astronomi dan fisika inti. Dari berbagai model hipotetis alam semesta yang kini masih beredar dan didiskusikan di kalangan para pakar, saya cenderung memperhatikan hipotese model matematis alam semesta S.W. Hawking dan J. Hartel yang mana mampu mengintroduksikan, mengetengahkan di panggung lacak-coba pengamatan, adanya kemungkinan alam semesta lahir dari keadaan (suasana) ketiadaan atau nul-informasi atau ghoib. Pengertian ketiadaan atau nul-informasi atau ghoib adalah definisi non-satuan ruang-waktu yang hingga kini siapapun tidak mengetahuinya. Oleh sebab itu sulit bagi kita untuk membayangkan suatu "ketiadaan" pada syarat non-satuan ruang-waktu sedangkan kita sendiri berada dalam, pada, di, satuan ruang-waktu. Realitas ini diperkuat oleh firman Allah swt dalam QS.6:59. Secara teknis kita perlu mengenal banyak akalan matematika yang dapat merambah jalanan hingga ke titik awal mulabuka kejadian alam semesta, sebagaimana yang pernah saya tunjukkan secara sederhana dengan mana waktu yang kita alami digantikan (to be rotated) oleh waktu imaginair atau waktu semu (bagi kita yang diliputi satuan ruang-waktu) sebagai modifikasi ide Gian Carlo Wick dalam membangun suatu teori medan quantum-relativistis melalui penggantian ruang Minkovski dengan ruang Euclidean 4 atau ruang IE pangkat 4 (IE^4). Secara teknis matematis ini adalah lompatan keluar dari jerat ketidak berhinggaan (infinity) yang menjengkelkan pada metriks. Lorentzian dan dengan demikian paradox kosmogoni dapat diatasi dengan mulus (ingat QS.36:82). Kembali kepada QS.26:23-24, dengan pasti bahwa Rab-nya Nabi Musa as adalah Rab semua manusia termasuk Rab-nya Fir'aun dan yang menurunkan Fir'aun dan Rab inilah Rab satu-satunya yang menciptakan alam-semesta sebagaimana difirmankan dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 117: "Badii'u al-ssamaawaati wa al-ardzhi wa idza qadzhaaaa amran fainnamaa yaquululahu, kun fayakuun - Pencipta langit dan Bumi dan apabila DIA berkehendak sesuatu, maka DIA menyatakan terhadapnya 'Jadilah! lalu terjadilah sesuatu' " Kata "Badii'u" ini menunjukkan suatu kata yang mendefinisikan sitkon pertama-tama yang menjelaskan bahwa sebelumnya tidak ada, sama seperti kata Prof Hawking bahwa pertanyaan di mana titik di sebelah Selatan Kutub Selatan adalah bukan pertanyaan. Untuk hal demikianlah Allah swt tidak menggunakan kata "khalaqa", "ja'ala". Dalam QS.30:27 Allah swt berfirman: "Wa huwa al-ladzii yabda-u al-khalqa tsumma yu'iiduhu,....... - Dan DIA-lah yang menciptakan manusia dari permulaan kemudian mengembalikannya,....." Firman ini menggunakan kata "badaa" dan "khalaqa" guna menjelaskan perbedaan penciptaan dari yang mula-mula sekali dan penciptaan sesudah yang mula-mula sekali. Dengan demikian tampak bahwa penciptaan manusia terjadi sesudah penciptaan alam semesta dan bukan sebaliknya. Hal ini penting kita renungkan dengan kesadaran seorang yang beriman karena urutan proses penciptaan dari alam semesta dan kemudian penciptaan manusia memberikan legimitasi atas proses penciptaan yang Islami, proses penciptaan yang tunduk-patuh tanpa persyaratan apapun kepada Al-Badi. Proses penciptaan (fayakun) ini secara matematis berwujud sebagai persamaan Hartle-Hawking dalam model No Boundary Proposals yang hingga saat ini masih mampu menjelaskan berbagi kesulitan hipotetis yang diperkirakan bakal dihadapi. Dari awal penciptaan alam semesta ini hingga kira-kira 9,5 milyar tahun sesudahnya dipersiapkan syarat-syarat secara makro dan mikro bagi tersusunnya suatu sistim bintang-bintang standar yang kita beri nama "Matahari". Setelah lahir matahari maka dimulailah pengorganisasian planet-planet dan bulan-bulan serta benda-benda angkasa luar lainnya yang beredar mengitari matahari kita. Setelah Bumi tercipta maka barulah kemudian muncul kehidupan pertama di Bumi yang tersusun dari proses senyawa kimiawi dan proses fisika dari molekul-molekul non-biologis dengan menggunakan katalisator lempung kering (tanah liat kering - min shal-shalin min thin) membentuk molekul biologis . Hal ini dapat kita amati pada cerobong-cerobong gas panas di dasar tengah lautan Atlantik yang dikenal sebagai "Atlantis field". Molekul-molekul biologis ini kemudian berevolusi selama 3,8 milyar tahun dengan hasil yang luar biasa dapat menghasilkan mahluk seperti kita ini. Dari apa yang sudah saya jelaskan dalam mencoba mengenal Al-Dinu al-Islam ini, secara logis, rasional dan dialektis menunjukkan bahwa Al-Dinu al-Islam hakikinya adalah suatu Hukum Alam Semesta atau Sunatullah yang ditetapkan sebelum satuan ruang-waktu ini berada dan jauh sebelum mahluk seperti kita ini berada. Dari itu Allah swt berfirman dalam masalah kebebasan manusia untuk memilih al-diin mana yang hendak diikutinya dengan kalimat-NYA: "La ikraha fii al-diin qad tabayyana al-rrusdu min al-ghayyi faman yakfur bi al-thaaghuuti wa yu'min bi Allahi fa qadistamsaka bi al-'urwati al-wutsqaa la anfishaamalahaa wa Allahu sami'uun 'aliim - Tidak ada paksaan dalam ber-diin; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Dengan demikian apabila kita ini mengaku Muslim, sesungguhnya kita ini adalah mahluk yang terbaik yang pernah diciptakan, sebab seorang Muslim menganjurkan segala yang ma'ruf dan memerangi, melawan, tidak menganjurkan dan tidak melaksanakan segala yang mungkar. Agar kita bisa menganjurkan segala yang makruf perlu terlebih dahulu kita mendidik diri pribadi kita dengan Al-Ahlaqu al-Karimah atau ahlaq dari "khalifatan fii al-ardz" yang memelihara, mengembangkan, menyayangi dan melindungi segala yang hidup dan yang tidak hidup di Bumi. Wa bii Allahi taufiqu wa al-hidayah Wassalam A.M