http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=12939


2010-01-08 
Jangan Mengatasnamakan Rakyat


Desakan Presiden Mundur

SP/Abimanyu - Ahmad Mubarok



[JAKARTA] Berbagai elemen masyarakat yang hendak berunjuk rasa menuntut 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono untuk 
mundur dari jabatannya dinilai tidak relevan. Para aktivis yang kecewa karena 
tidak bisa duduk di pemerintahan diimbau untuk tidak mengatasnamakan rakyat 
hanya untuk menggoyang pemerintahan.

Pandangan itu disampaikan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie 
kepada SP di Jakarta, Jumat (8/1). Dia menanggapi rencana sejumlah elemen 
masyarakat yang bergabung dalam Petisi 28 untuk berunjuk rasa besar-besaran 
mendesak SBY dan Boediono mundur dari jabatannya.

Menurut Marzuki, upaya menggoyang pemerintahan dengan menggelar aksi atas nama 
rakyat hanya agenda kelompok tertentu untuk perebutan kekuasaan semata. Aksi 
seperti itu digulirkan setelah mereka gagal bersaing dalam Pemilihan Umum 
(Pemilu) 2009.

"SBY-Boediono itu dipilih lebih dari 60 persen rakyat Indonesia dan hanya dalam 
satu kali putaran pemilu. Jadi, jangan membodohi rakyat dengan mengatasnamakan 
rakyat. Seharusnya, mereka malu karena telah kalah dalam pemilu dan ternyata 
tidak siap kalah dan tidak siap berdemokrasi," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ahmad Mubarok menilai, rencana Petisi 28 
menggelar aksi menuntut Presiden SBY dan Wapres Boediono mundur sangat tidak 
relevan untuk pemerintahan yang baru berjalan ini. "SBY-Boediono bahkan belum 
melewati hari ke-100 pemerintahan mereka. Bagaimana mungkin, kelompok yang 
mengatasnamakan rakyat menuntut SBY-Boediono mundur. Memangnya mau pemilu 
ulang?" ujarnya.

Aksi semacam itu, ujar Mubarok, jika direalisasikan hanya akan mengganggu 
stabilitas pembangunan dan politik di Tanah Air. Namun, dia merasa yakin 
gangguan yang dimunculkan dalam aksi tersebut tidak akan berdampak besar 
terhadap roda pemerintahan.


Mengingatkan

Sementara itu, sejumlah anggota DPR mengingatkan, sebaiknya aksi itu tidak 
sampai menuntut pengunduran diri Presiden SBY dan Wapres Boediono. Sekretaris 
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Moh Romarhumuziy mengatakan, unjuk 
rasa sepanjang disampaikan dengan santun dan tidak anarki adalah hal yang wajar 
dalam alam demokrasi.

Namun, soal tuntutan agar Presiden SBY dan Wapres Boediono mundur, tak semudah 
yang dikatakan. Sebab, tata cara untuk memberhentikan presiden dan wapres sudah 
diatur dalam UUD 1945.

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Marwan Djafar mengingatkan 
sejumlah aktivis untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan, sehingga harus 
menuntut presiden dan wapres mundur dari jabatannya. Ia meminta semua pihak 
untuk menunggu proses kerja Panitia Khusus Hak Angket Bank Century.

Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Chandra Tirta Wijaya mengatakan, 
aspirasi yang hendak disampaikan Petisi 28 bukan tidak sesuatu yang spesial. 
"Asalkan tidak anarki, silakan saja menyampaikan aspirasi. Negara kita menganut 
demokrasi," katanya.

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Fajar Timur Jayapura, Papua, 
Dr Neles Tebay mengharapkan Presiden SBY dapat merealisasikan kepercayaan 
rakyat. Apalagi, kepercayaan itu tercermin melalui perolehan suara sebesar 65 
persen saat pemilihan presiden lalu.

Menurut Neles, SBY dan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II sesungguhnya 
mendapatkan dukungan dari rakyat yang kemudian terbentuk dalam koalisi besar di 
DPR. Untuk memperkuat dukungan tersebut, hendaknya dilaksanakan program yang 
menyejahterakan masyarakat.

Ia mengusulkan, untuk mengatasi masalah aksi unjuk rasa, yang bakal digalang 
Petisi 28, sebaiknya SBY-Boediono membuka pintu dialog secara lebar. Melalui 
dialog itu dapat diketahui masukan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan 
pembangunan lima tahun ke depan.

Sementara itu, Petisi 28 terus mengonsolidasikan massa untuk mengikuti unjuk 
rasa yang digelar 11 dan 28 Januari mendatang. "Saat ini sudah ada 20 kampus di 
Jakarta akan bergabung. Mereka berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan 
organisasi informal kampus. Jumlah itu akan terus bertambah. Kami masih terus 
konsolidasi," kata koordinator aksi Haris Rusli.

Sejumlah tokoh yang akan ikut dalam aksi itu antara lain Hatta Taliwang (mantan 
anggota DPR dari PAN), Adhie Massardi dari Komite Indonesia Bangkit (KIB), 
pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens, sosiolog Kastorius 
Sinaga, dan pengamat politik dari Universitas Paramadina Yudi Latif, dan 
aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak) Ray Rangkuti. "Tuntutan 
kami adalah SBY dan Boediono harus mundur. Mereka telah gagal memimpin bangsa 
ini," ujar Haris.

Sedangkan, Adhie Massardi mengemukakan ukuran kegagalan SBY dilihat dari 
pemerintahannya selama lima tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu itu, 
kesejahteraan rakyat tidak beranjak, korupsi terus merajalela, lapangan 
pekerjaan tidak tersedia, dan kemiskinan terjadi di mana-mana. 
[C-4/J-11/W-8/R-14]








[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke