Islam Krisis

KH Abdurrahman “Gus Dur” Wahid meninggalkan pengaruh yang dalam pada saya, jauh 
sebelum saya menjadi penyiarnya di acara “Kongkow Bareng Gus Dur” tiap Sabtu di 
Utan Kayu. Pada awal tahun 1997, ketika saya baru lulus dari sebuah pesantren 
dan menjadi guru muda di pesantren itu, saya mengikuti sebuah pelatihan untuk 
guru dan santri se Jawa Timur. Sohibul bait-nya: Kajian 193 Universitas Islam 
Malang. Gus Dur hadir sebagai narasumber. Jujur saja waktu itu saya tak suka 
Gus Dur dan Nurcholish “Cak Nur” Madjid. Saya memperoleh informasi tentang dua 
tokoh ini dari media-media seperti Sabili, Media Dakwah dan Hidayatullah. Kala 
itu saya mengidolakan sosok Amien Rais yang dianggap sebagai representasi tokoh 
Islam, sedangkan Gus Dur dan Cak Nur sering dituding oleh media-media itu 
“kurang kadar keislamannya”.

Saya tidak terlalu tertarik presentasi Gus Dur, sejak pertama kali melihat Gus 
Dur saya tak sabar ingin mengeluarkan uneg-uneg saya (yang negatif). Bakda Gus 
Dur presentasi, saya yang pertama kali mengacungkan tangan untuk bertanya. 
Dimulailah percakapan dan dialog pertama kali saya dengan Gus Dur yang mengubah 
haluan pemikiran saya.

“Gus, saya seorang santri, sebelum saya mengajukan pertanyaan, saya ingin 
mengajak kita semua untuk meyakini Islam sebagai agama paling benar, kalau kita 
sudah yakin, lantas bagaimana menjadikan Islam sebagai agama yang “rahmatan lil 
alamin” (menjadi berkah bagi alam semesta)?” Pertanyaan ini adalah sindiran 
saya yang halus kepada Gus Dur yang menurut su’ud dzon saya pada dia—seperti 
yang saya baca dari media-media itu—Gus Dur tidak terlalu kuat Islamnya karena 
sering membela non-muslim.

Respon Gus Dur di luar perkiraan saya. “Siapa nama santri tadi itu, santri kok 
Islamnya krisis.” Mendengar ucapakan Gus Dur ini, belasan orang yang hadir 
tertawa terbahak-bahak. Saya hanya bisa tersenyum kecut. Ucapan Gus Dur seperti 
setrum megawatt yang menyengat saya. “Kalau kita sudah yakin pada Islam, tak 
perlu teriak-teriak lagi, biasanya yang sering teriak itu masih ragu atau 
takut. Saya sering dianggap tidak Islam hanya gara-gara sering membela orang 
non-muslim, saya dianggap tidak ngerti ayat Quran yang berbunyi tidak akan 
pernah rela orang Yahudi dan Kristen pada kamu (orang Islam), sampai kamu 
mengikuti agama mereka” sambung Gus Dur yang mengutip penggalan ayat 120 dari 
surat Al-Baqarah. Ungkapan Gus Dur tadi juga seperti mengorek-orek 
asumsi-asumsi buruk yang menempel di otak saya.

Gus Dur melanjutkan: “Bagi saya makna “tidak rela” itu jangan didramatisir, 
dipahami biasa-biasa saja, karena sebaliknya kita orang Islam tidak pernah rela 
pada keyakinan mereka. Sama saja kan? “Tidak rela” bukan berarti mau menyakiti 
atau membunuh. Contohnya Siti Nurbaya tidak rela menikah dengan Datuk 
Maringgih. Yaaa Siti tidak rela saja, bukan lantas dia ingin menyakiti atau 
membunuh Datuk Maringgih, buktinya Siti Nurbaya melahirkan anak-anak Datuk 
Maringgih.” Orang-orang yang hadir kembali tertawa lebar mendengar tamsil Gus 
Dur soal “tidak rela” itu. Ketika ia menjawab soal saya tentang “Islam rahmatan 
lil alamin” Gus Dur mengutip wejangan KH Ahmad Siddiq bahwa Islam harus merawat 
tiga ikatan persaudaraan yaitu “ukhuwah Islamiyah” (persaudaraan keislaman), 
“ukhuwah wathaniyah” (persaudaraan kebangsaan) dan “ukhuwah basyariyah” 
(persaudaraan kemanusiaan), jika Islam mampu merawat tiga ikatan persaudaraan 
ini maka, Islam
 itu akan menjadi berkah bagi alam semesta.

Sindiran Gus Dur yang menganggap saya sebagai seorang muslim yang 
krisis—meskipun saya lulusan pesantren dan telah menimba ilmu keislaman selama 
bertahun-tahun—membuat saya kembali bertanya pada diri sendiri. Benar juga 
komentar Gus Dur itu, kalau saya benar memiliki keimanan terhadap Islam yang 
kuat, kenapa perlu teriak-teriak yang menunjukkan saya masih ragu? Merasa 
paling benar memang kadang untuk menyembunikan keraguan.

Pertemuan dengan Gus Dur itu telah meruntuhkan fanatisme saya yang sebelumnya 
mudah curiga dan menyalahkan pendapat orang lain. Saya yang selalu menganggap 
diri sendiri sebagai muslim yang paling benar. Pertemuan itu juga mengubah imej 
saya terhadap Gus Dur. Seperti menebus dosa, saya mulai rajin mencari dan 
membaca buku-buku karangan Gus Dur untuk mengenal pemikiran Gus Dur secara 
langsung bukan dari tulisan atau perkataan orang lain. Ketika saya melanjutkan 
studi di Univeritas al-Azhar Mesir pada tahun 1998 saya masuk NU Mesir untuk 
mengukuhkan kekaguman saya pada Gus Dur. Pun saya mulai tertarik untuk membaca 
pemikiran Cak Nur langsung dari tulisan-tulisannya.

Dalam kesempatan yang lain, Gus Dur juga sering merujuk soal “Islam-krisis” ini 
pada fenomena kekerasan dan kebencian yang dilakukan oleh kelompok-kelompok 
Islam radikal terhadap kelompok yang lain. Krisis yang dimaksud adalah rasa tak 
percaya diri atau diliputi penuh ketakutan. Kata Gus Dur “mereka itu dalam 
bayang-bayang ketakutan, merasa terkepung dan terancam oleh Barat, tapi di sisi 
lain pihak yang disebut lawan itu: Barat, juga merasa takut dan terancam oleh 
mereka.” Inilah lingkaran ketakutan yang menyebabkan krisis, kecurigaan dan 
kebencian terhadap pihak yang lain. Padahal sumber ketakutan dan apa yang 
ditakutkan sering kali tak jelas.

Pesan Gus Dur yang selalu saya ingat dan akan terus menjadi pegangan adalah 
“jangan takut”. Seorang muslim yang baik dan memiliki iman yang kuat berarti 
telah terbebas dari ketakutan-ketakutan. Takut yang berasal dari kecurigaan 
yang bisa melahirkan kebencian dan permusuhan. Muslim yang percaya diri tidak 
akan pernah takut untuk terbuka kepada pihak luar. Membuka diri adalah bukti 
keberanian, sementara menutup diri merupakah reaksi ketakutan.

Dua tahun lalu saya menyampaikan “pengakuan dosa” ini ke Gus Dur. Seperti 
biasa: Gus Dur hanya tertawa-tawa. Saya pun ikut tertawa geli, mengenang 
kekonyolan masa lalu.

Mohamad Guntur Romli

Penyiar “Kongkow Bareng Gus Dur” di KBR68H dari November 2005-2009

Koran Tempo 13 Januari 2010

http://guntur.name/2010/01/13/islam-krisis/


      Buat sendiri desain eksklusif Messenger Pingbox Anda sekarang! Membuat 
tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. 
http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke