http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=13056
ck 2010-01-14 Ruhut Picu Emosi Pansus JK: Kasus Century Bukan Akibat Krisis SP/Charles Ulag Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan keterangan saat hadir sebagai saksi pada rapat Pansus Bank Century di gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (14/1). [JAKARTA] Anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD), Ruhut Sitompul kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial dalam rapat Pansus Hak Angket Kasus Bank Century. Saat pemeriksaan mantan Wapres Jusuf Kalla (JK), Kamis (14/1) pagi, sapaan "Daeng" yang berulang kali dilontarkan Ruhut kepada JK, menyulut emosi dan reaksi keras anggota Pansus dari fraksi lain. Bahkan JK pun tidak bersedia menjawab pertanyaan Ruhut. Pada rapat pemeriksaan saksi Kamis pagi, FPD memperoleh kesempatan bertanya setelah Fraksi Partai Hanura. Ruhut yang mengambil kesempatan itu mengawalinya dengan mengutip peringatan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, agar anggota Pansus mengedepankan etika saat bertanya kepada saksi. Selanjutnya, Ruhut mengomentari secara detail tentang intervensi yang dilakukan JK terhadap Kepolisian untuk menangkap Robert Tantular. Ruhut menyampaikan bahwa Robert Tantular mengakui ada kebencian kepada JK. Sebab, JK dinilai sering mengintervensi lembaga-lembaga hukum. Namun, JK menegaskan, bahwa yang dilakukan adalah perintah. "Intervensi itu rendah. Saya tidak intervensi, tapi saya perintahkan. Sebagai aparat pemerintah, atasan polisi adalah presiden," tegas JK, yang menjalankan tugas kepresidenan saat keputusan penyelamatan Century diambil pada November 2008, karena Presiden SBY tengah berada di AS. Selanjutnya, pertanyaan Ruhut sempat dipotong oleh JK. Ruhut pun minta JK tidak memotong pertanyaannya dengan berkata, "Mohon Daeng tidak marah terlebih dulu. Saya menghormati Daeng." Sapaan "Daeng" itu diucapkan sedikitnya lima kali. JK tampak diam menyimak pertanyaan Ruhut. Namun, anggota Pansus dari Fraksi Partai Hanura, Akbar Faisal menginterupsi, dan mengingatkan Pansus agar tidak menggunakan simbol-simbol kultural. "Ini bagian dari etika yang harus dipegang. Penggunaan simbol-simbol kultural bisa membuat situasi tidak nyaman," kata Akbar. Peringatan Akbar langsung disambut teriakan anggota Pansus lainnya. "Sebagai orang Bugis, saya tersinggung dengan pemanggilan 'Daeng' tersebut," serunya dengan keras. Setelah dipersoalkan, Ruhut pun mengalah. Ruhut mengaku dia menyapa JK dengan "Daeng" sebagai penghormatan. "Saya mohon maaf," kata Ruhut. Mahfud Siddiq yang memimpin sidang akhirnya menyudahi debat sengit itu dengan mengingatkan agar peristiwa tersebut tidak terulang. Dari rentetan pertanyaan dan komentar Ruhut yang memicu emosi tersebut, JK pun tidak merasa perlu menjawab. "Saya tidak usah menjawab," katanya. Ulah Ruhut yang memicu perdebatan sengit di Pansus tersebut, sebelumnya juga terjadi saat pemeriksaan saksi, pada Rabu (6/1) lalu. Saat itu Ruhut berdebat sengit dengan pimpinan rapat, Gayus Lumbuun dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengenai alokasi waktu pendalaman materi tiap fraksi. Emosi keduanya, memicu Ruhut menghardik Gayus dengan sebutan "bangsat". Menanggapi ulah Ruhut tersebut, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak), Fadjroel Rahman menilainya sebagai "kampungan" dan kekanak-kanakan. Menurutnya, apa yang dilakukan Ruhut sangat memalukan, baik terhadap Pansus maupun DPR secara keseluruhan. Tindakan itu juga memalukan bagi Partai Demokrat, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Ketua Pembina Partai Demokrat. Tetapi anehnya, meskipun sering membuat ulah, Ruhut tidak ditegur dan tak kunjung ditarik dari Pansus Century oleh Partai Demokrat. "SBY kan sebagai pembina Demokrat. Perilaku Ruhut itu mempengaruhi citra SBY. Tetapi kok dibiarkan. Kalau tetap dipertahankan maka perilaku Ruhut bisa menunjukkan kualitas pembinaannya. Memalukan jika seperti itu," ujarnya. Krisis Kecil Saat diperiksa Pansus, JK menjelaskan, dalam pandangannya, Indonesia hanya mengalami krisis kecil dan tidak berdampak sama sekali ke sistem moneter, saat krisis finansial hebat melanda AS pada 2008. Oleh karenanya, JK berpendapat bahwa persoalan yang dihadapi Bank Century, sejatinya bukan akibat krisis, tetapi karena secara fundamental sudah bobrok. "Bank yang mengalami krisis hanya satu, yakni Bank Century. Hal ini berbeda sekali dengan krisis 1998 lalu," ujarnya. Ia menambahkan, laporan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan bukti yang kuat mengenai dugaan penyelewengan dan pelanggaran aturan, yang bisa berpotensi merugikan negara hingga Rp 6,7 triliun. Kepada Pansus, JK juga membantah telah menerima pesan singkat (SMS) dari Menteri Keuangan saat itu Sri Mulyani Indrawati, terkait bailout untuk menyelamatkan Bank Century. "Saya tidak diberikan laporan pada 22 November 2008. SMS itu ditujukan kepada Presiden dan saya hanya diberikan tembusan. Jadi, saya tak pernah baca," ungkap JK. Menurutnya, Sri Mulyani baru melaporkan ke dirinya pada 25 November 2008, mengenai penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak Century. Saat itu, Sri Mulyani secara langsung melaporkan bahwa Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah menyetujui pemberian bailout ke Bank Century. JK mengaku kesal ketika menerima laporan Sri Mulyani dan Gubernur BI Boediono. "Saya tanya, kenapa? Lalu dijelaskan, ada masalah dengan bank milik Robert Tantular, mulai dari kerugian, gagal kliring, dan sebagainya. Saya katakan, kenapa bailout, karena itu kan perampokan," ungkapnya. Dia pun langsung meminta agar Robert Tantular segera ditangkap dan jangan dikasihani. Menurutnya, perampok tidak perlu dibantu. Saat menjawab pertanyaan Gayus Lumbuun tanggung jawab wapres jika presiden tidak berada di tempat, JK menjelaskan, setiap kali presiden bepergian ke luar negeri, dirinya menerima Keppres untuk menjalankan tugas kepresidenan sehari-hari, termasuk saat Presiden meninggalkan Indonesia pada 13-26 November 2008. Namun, selama menerima mandat tersebut, Jusuf Kalla mengaku tidak pernah menerima laporan dari menteri keuangan soal Bank Century. "Menteri keuangan dan Gubernur BI tidak pernah menghubungi selama waktu itu (sampai 25 November 2008, Red)," katanya. Sebelumnya, mantan Ketua KSSK, Sri Mulyani Indrawati, saat pemeriksaan oleh Pansus pada Rabu (13/1) malam, terkesan melempar kesalahan kepada tiga pihak, yakni BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan JK. Terhadap BI, Sri Mulyani mengaku kecewa karena data tentang Bank Century yang diberikan tidak memuaskan. Sedangkan mengenai pengucuran dana bailout hingga mencapai Rp 6,7 triliun, menurut Sri Mulyani harus ditanyakan kepada LPS. Sebab, sebagai Ketua KSSK, dirinya hanya memutuskan bahwa Century adalah bank gagal berdampak sistemik, dan menyetujui dana talangan pada posisi kebutuhan awal Rp 632 miliar. Sementara terhadap JK, Sri Mulyani terkesan menyalahkan wapres yang menolak pemberlakuan skim penjaminan penuh (blanket guarantee) terhadap dana nasabah di perbankan. Namun anggota Pansus dari FPDI-P Maruarar Sirait menilai, sebagai Ketua KSSK yang memiliki kewenangan penuh dalam membuat keputusan, seharusnya Sri Mulyani tidak hanya percaya pada data BI dan melempar tanggung jawab kepada LPS terkait pembengkakan bailout Bank Century. "Apa iya seorang Menkeu yang terkenal prudent, bisa tidak teliti soal potensi penggunaan uang negara ratusan miliar bahkan triliunan rupiah untuk menyelamatkan Bank Century. Apalagi alibi soal semua keputusan KSSK untuk menyelamatkan kondisi ekonomi dari krisis terbantahkan," ujar Maruarar. [H-15/D-12/J-9/R-14] [Non-text portions of this message have been removed]