http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2010012801403114

      Kamis, 28 Januari 2010 
     
      BURAS 
     
     
     
Defensif, 100 Hari SBY-Boediono! 

       
      H. Bambang Eka Wijaya



      "KESAN umum 100 hari pemerintahan SBY-Boediono, cenderung defensifnya 
Presiden setiap tampil di televisi, baik saat bicara langsung maupun dalam 
tayangan berita!" ujar Umar. "Di balik itu terkesan pula, SBY-Boediono terjebak 
dalam polemik kontroversial, sejak isu cicak lawan buaya sampai skandal Bank 
Century! Soal ini tak sepele, karena menyita perhatian publik, jebakan itu 
mendominasi arus informasi sehingga kinerja 100 hari kabinet luput dari 
perhatian rakyat!"

      "Apalagi penonton televisi terjebak siaran rapat pansus Bank Century dan 
tayangan tetap lain!" timpal Amir. "Kinerja kabinet jadi minus jam tayang!"

      "Tayangan tetap lain apa pula?" potong Umar.

      "Tayangan tetap hari ke hari, berita penggusuran pedagang kaki lima di 
seantero negeri dengan cara keras, tak kenal ampun! Jeritan pilu ibu-ibu 
pedagang menyayat, menyatakan yang diubrak-abrik itu tumpuan hidup keluarga, 
tapi pelaksana perintah penguasa yang menggilasnya tak mau mengerti!" jelas 
Amir. "Frekuensi dan kerasnya penggusuran itu terlihat peningkatannya! Tak bisa 
dielakkan kalau rakyat yang menghadapi nasib malang itu beranggapan tindakan 
itu dikebut demi kinerja 100 hari pemerintah! Rakyat jelata tahunya pemerintah 
itu satu, dari pusat sampai desa, dari Sabang sampai Merauke!"

      "Lantas, pertanda apa itu terkait 100 hari SBY-Boediono dan kabinetnya?" 
kata Umar.

      "Pertanda 100 hari pertama lebih diutamakan untuk defensif dari isu di 
tingkat atas, hingga lupa mengontrol birokrasi pemerintah bawahan yang lagi 
asyik mengubrak-abrik kehidupan rakyat jelata, pendukungnya dalam pilpres!" 
tegas Amir. "Dan itu terjadi karena dalam 100 hari ini SBY terlalu sensitif 
terhadap isu-isu di atas, tampak tak sebanding sensitifnya pada nasib rakyat 
kecil korban penggusuran!"

      "Dengan begitu jadi lebih mudah perbaikan langkah yang harus dilakukan ke 
depan!" sambut Umar. "Yakni, mengurangi sensitivitas terhadap isu level atas, 
dengan mengalihkan kesensitifan ke lapisan terbawah, nasib rakyat jelata yang 
sedang teraniaya, terutama pedagang kaki lima!"

      "Kalau bisa begitu, alangkah baiknya!" tegas Amir. "Tapi kemungkinannya 
kecil sekali!"

      "Kenapa kau begitu pesimistis?" kejar Umar.

      "Karena SBY lebih sensitif pada hasil-hasil survei tentang 
popularitasnya!" jawab Amir. "Padahal, kebanyakan survei itu dilakukan lewat 
telepon rumah warga kota besar, hingga orientasinya pun lebih diutamakan pada 
kepentingan lapisan masyarakat kota besar yang punya telepon di rumah, agar 
tampilan popularitasnya selalu terjaga baik di media massa!"

      "Tapi berbagai survei menunjukkan popularitas SBY cenderung terus 
menurun!" tukas Umar.

      "Justru itu, usaha defensif harus lebih gigih agar penurunannya tak 
bablas!" timpal Amir. "Malang nian nasib jelata, seperti pedagang kaki lima, 
tak jadi bagian dalam kedefensifan SBY-Boediono!" 
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to