ikut melanjutkan dari milis lain :)
----- Forwarded Message ---- From: cakilis <caki...@yahoo.com> To: kk_h...@yahoo.com Sent: Thu, February 4, 2010 3:36:23 PM Subject: Fw: [Penulismuslim] Penggunaan Kata 'Allah' Tak Sekedar 'Politik Semata' --- On Thu, 2/4/10, caklis <cak...@yahoo.com> wrote: >From: caklis <cak...@yahoo.com> >Subject: [Penulismuslim] Penggunaan Kata 'Allah' Tak Sekedar 'Politik Semata' >To: penulismus...@yahoogroups.com >Date: Thursday, February 4, 2010, 3:23 PM > > > >http://www.hidayatu llah.com/ opini/pemikiran/ 10624-penggunaan -kata-allah- >tak-sekedar- politik-semata. html > > >Penggunaan Kata 'Allah' Tak Sekedar 'Politik Semata' >Thursday, 04 February 2010 13:48 > >Masalah penggunaan kata "Allah" seharusnya dikembalikan ke ranah teologis, dan >jangan terpancing untuk mengaitkannya dengan wacana politik semata > > >Oleh: Asmu'i* > > >Miris, kontroversi penggunaan "kata Allah" di Malaysia digembar-gemborkan >sebagai wacana politik semata. Sejumlah tulisan di beberapa media massa ambil >bagian dalam upaya ini. Tak ayal, masalah teologis ini menjadi "seakan-akan" >tidak memiliki akar yang jelas dalam ranah agama. > >Tentu, upaya ini bukan tanpa alasan. Agaknya, pendukung keputusan Mahkamah >Tinggi Kuala Lumpur pada 31 Desember 2009 yang membenarkan penggunaan kata >''Allah'' oleh surat kabar Katholik Herald-The Catholic Weekly terbitan Gereja >Katolik Roma, Malaysia, berusaha menjegal upaya banding pemerintah Malaysia >atas keputusan tersebut dengan mengait-ngaitkannya dengan isu politik. Yang >mereka inginkan satu, semua orang melihat masalah tersebut hanya >dilatarbelakangi oleh kepentingan politk belaka. Jika berhasil, tentu ini akan >menjadi tekanan ke pemerintah, sebab wacana yang akan berkembang, bahwa >keputusan pemerintah yang tidak mendasar itu telah memicu lahirnya kekerasan. > >Kita tahu, masalah penggunaan kata "Allah" menyita perhatian publik >internasional, baik umat Islam secara khusus maupun non muslim. Karena itu, >mengembalikan masalah tersebut ke akar masalahnya (ranah teologis) adalah satu >keniscayaan. Sehingga, semua pihak dapat menilai dan bersikap secara >proporsional dan tepat. Untuk itu, tulisan ini akan mengulas 'mengapa mengatur >penggunaan kata "Allah" itu penting. Di sini juga akan dijelaskan 'posisi' >pemerintah sebagai pihak pengemban amanah. > >'Allah' Nama Tuhan Agama Tauhid (Islam) > >Dalam al-Qur'an, disebutkan bahwa mulai dari Nabi Yunus (QS. Yunus: 72), Nabi >Ibrahim (Ali Imran: 67), dan semua Nabi dari Bani Israil (QS. Yunus: 84, QS >An-Naml: 44, dan Ali Imran: 52) adalah muslim. Ini menunjukkan bahwa agama >mereka adalah Islam, bukan Yahudi atau Kristen misalnya. Sebab, yang dibawa >para Nabi itu adalah ajaran Tauhid, menyembah Allah Yang Esa. Rasulullah juga >menegaskan ini, sebagaimana sabda beliau,"Aku (Rasulullah SAW) orang paling >dekat dengan Nabi Isa bin Maryam di dunia maupun di akhirat. Nabi-Nabi adalah >bersaudara, agama mereka adalah satu meskipun ibu-ibu mereka berlainan." (HR. >Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Imam Ahmad). Semua ini dapat kita pahami dan >yakini karena sumber kita (al-Qur'an dan al-Hadits) tidak bermasalah. Bagi >kita, al-Qur'an dan al-Hadith itu sifatnya tetap dan final. > >Wahyu juga menjadi sumber final konsep Ketuhanan dalam Islam. Karena itu, >tidak ada unsur-unsur praduga di dalamnya. Hatta, nama Allah telah termaktub >secara jelas di dalamnya. Allah subhanawataala berfirman:"Sesungguhnya Aku >ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku >dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS. Taha: 14). Allah juga >berfirman,"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa >ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka >menyombongkan diri (QS. 35). Secara implisit, kalimat La Ilaha Illallah dalam >ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah itu merupakan nama diri, bukan gelar >atau penisbatan tertentu. Yang demikian ini disebut sebagai isim jamid, atau >kata benda yang tidak berasal usul dari kata lain sebagaimana isim musytaq >(baca:Tafsir al-Qur'an al-'Adzim Juz I). Pendapat ini juga didukung oleh Imam >Syafi'i dan Imam al-Ghazali. > >Demikian juga dengan cara mengucapkannya, juga berdasarkan sumber yang jelas, >yakni ajaran Rasulullah saw. Karena itu, tidak ada perselisihan di kalangan >umat Islam tentang hal itu. Selain itu, dalam firman-Nya QS. Al-Isra': 110, >Allah telah melarang kita untuk memanggil-Nya dengan panggilan yang tidak Ia >sebutkan dalam kitab-Nya. Jadi, kita hanya boleh memanggil-Nya dengan >nama-nama yang ada dalam wahyu-Nya, yang kita kenal sebagai al-asma' al-husna. >Di sini, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa nama-nama itu menunjukkan >kepada satu Zat Yang Esa, Allah (baca: Tafsir Thabari danTafsir al-Qur'an >al-Adzim). > >Yahudi dan Kristen bukan Agama Tauhid > >Hari ini, agama-agama sebelum Islam sulit dipastikan keotentikannya, sebab >pemeluknya telah melakukan perubahan pada kitabnya (QS. 2: 59, 75, 79 & 4: >46). Sehingga, Yahudi dan Kristen yang sekarang bukanlah agama yang dibawa >oleh Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Isa. Apalagi, secara tegas al-Qur'an telah >menyatakan bahwa Nabi Ibrahim itu bukanlah Yahudi atau Nasrani, tapi Muslim >(QS 3:67). Dan Nabi Isa telah mengajak kaumnya (bangsa Yahudi) untuk mengimani >Nabi Muhammad saw, namun mereka menolaknya (QS ash-Shaf:6). > >Monoteisme yang ada dalam Yahudi tidak sama dengan Tauhid. Dalam konsep Islam, >Tauhid adalah pengakuan Allah sebagai Tuhan Maha Esa. Tauhid memiliki tiga >karakteristik, pertama, menafikan Dzat yang banyak;kedua, menafikan 'yang >menyamakan' (al-Nadzir) dalam dzat-Nya; dan ketiga, Keesaan-Nya dalam >mengatur, menciptakan tanpa perantara dan bantuan dari apapun (baca: Hasyiyah >al-Dasuki 'ala Umm al-Barahin). Sementara Yahudi, sampai saat ini masih >berselisih tentang 'siapa Tuhan yang satu' yang mereka maksud. Ada yang >mengidentifikasinya sebagai 'Yahweh'. Selain itu, dalam tradisi Yahudi, nama >Tuhan tidak boleh diucapkan (baca:Oxford Concise Dictionary of World >Religions). > >Kontroversi dalam masalah Ketuhanan juga terjadi dalam Kristen. Konsep Yesus >baru populer setelah konsili Nicea tahun 325 yang diadakan oleh Kaisar >Constantine. Dalam masalah tersebut, peran Paulus sangat kental (baca: Kodiran >Salim & M.I Ananias). Konon, sebelumnya Jemaat awal Kristen masih menyembah >Allah Yang Esa dan menganggap Yesus sebagai seorang utusan Allah (baca: M.I >Ananias). Tidak hanya itu, selanjutnya pembicaraan melebar kepada konsep bahwa >Allah itu satu dalam tiga pribadi, yakni Allah Bapa, Allah Anak (Yesus) dan >Allah Roh Kudus (baca: Frans Donald). Mengenai ini, seorang agamawan Kristen >asal Belanda, C. Groenen Ofm mengatakan bahwa konsep Kristen tentang Ketuhanan >Yesus adalah misterius dan tidak dapat dijangkau akal manusia. > >Tidak berhenti di situ, di tahun 1930 di Amerika Serikat, berdiri apa yang >dikenal sebagai Gerakan Nama Suci untuk mengembalikan ajaran Kristen kepada >akar Yudaik (Hebraic Roots Movement). Masalah penyebutan nama Tuhan termasuk >yang mendapat perhatian serius gerakan ini. Mereka ini secara terang-terangan >menolak penggunaan kata Allah, karena bukan dari tradisi Yudaik. Di Indonesia, >dari gerakan tersebut lahir Bible versi khusus, namanya Kitab Suci Torat dan >Injil. Di dalamnya, nama Allah diganti kata Elohim, kata TUHAN diganti Yahweh, >dan kata Yesus diganti Yesyua Hamasyah (baca:Gerakan Nama Suci, Nama Allah >yang Dipermasalahkan). Demikianlah, pelarangan penggunaan kata Allah dari >dalam tubuh Kristen sendiri sudah ada. Kiranya, cukuplah ini menjadi bukti >bahwa seperti halnya Yahudi, Kristen itu juga bukan agama tauhid. > >Kewajiban Pemerintah > >Di Malaysia, Islam adalah agama resmi negara (agama Persekutuan) . Dimana >melindungi 'aqidah Islam' merupakan salah satu tugas pemerintah. Sesuai tugas >ini pula, kaum non-Muslim dilarang menyebarkan agama mereka kepada kaum >Muslim. Realisasi ini bisa dilihat misalnya, di hampir seluruh Negara bagian >di Malaysia, ada peraturan yang melarang kaum non-Muslim menggunakan sejumlah >istilah khas dalam Islam, seperti kata 'Allah' ini. > >Pelarangan pemerintah itu juga sangat relevan dan penting, sebab disinyalir >ada "misi Kristen" di balik penggunaan kata Allah. Ini bisa dilihat misalnya, >dalam majalahKatolikHerald edisi bahasa Inggris, tidak ada penggunaan kata >Allah. Namun, dalam edisi bahasa melayu, kata Allah mereka gunakan. > >Demikianlah, dalam Islam tanggung jawab seorang pemimpin (pemerintah) itu >tidak hanya pada masalah-masalah keduniaan saja. Namun juga mencakup >masalah-masalah akhirat (baca: al-Siyasah al-Syar'iyyah danal-Tarbiyyah >al-Islamiyyah). > >Sementara itu, pandangan yang melihat adanya keterpisahan antara urusan >duniawi dan akhirat adalah cara pandang sekuler. Tentu saja cara pandang yang >demikian bertolak belakang secara diametris dengan ajaran Islam. Sebab, >pemimpin tidak hanya bertanggung jawab kepada manusia (rakyat) semata. Tapi >juga bertanggung jawab kepada Allah. Demikianlah seharusnya pandangan hidup >Islam (Islamic worldwiew) dipraktekkan. Dimana konsep tauhidillah menjadi >karakteristik dan dasar utamanya (baca: al-Tasawwur al-Islami wa Muqawwimatuhu >dan Muqawwimat at-Tasawwur al-Islami). Singkatnya, sangat tidak tepat manakala >ada yang melihat satu kebijakan pemimpin/pemerintah an Islam-seperti masalah >penggunaan kata 'Allah' di Malaysia-dari kaca mata politik belaka. Sebab pada >hakikatnya, seluruh aktivitas kepemimpinan itu adalah implementasi >keberimanannya kepada Allah. > >Akhirnya, mari kita lihat masalah kontroversi penggunaan kata "Allah" ini >secara mendasar. Agar, keputusan yang kelak ada benar-benar mencerminkan >keamanahan kita, khususnya pemimpin (pemerintah) dalam mengemban >risalah-Nya.Wallahu a'lam bi as-shawab. Penulis adalah alumni ke-II Program >Kaderisasi Ulama (PKU) Gontor Ponorogo '09. Sekarang sedang menyelesaikan >Program Pasca Sarjana di Universitas Darussalam Gontor Ponorogo, Fakultas >Ushuluddin, Jurusan Pemikiran Islam > [Non-text portions of this message have been removed]