Patung Budha Gus Dur: Resiko Pluralisme, Kiyai Disamakan dengan Budha

MAGELANG (voa-islam.com) – Kontroversi Gus Dur Bapak Pluralisme Indonesia masih 
berlanjut, meski Gus Dur sudah berpulang 40 hari yang lalu. Beberapa  seniman 
asal Jawa Tengah menyambut gelar Gus Dur Bapak Pluralisme yang disematkan oleh 
Presiden SBY di Pesantren Tebuireng, Jombang, Kamis (31/12/2009), dengan 
memahat patung Budha berkepala Gus Dur.


Ide mem’budha’kan  Gus Dur dalam bentuk patung itu bermula dari keinginan para 
seniman pahat untuk menghormati dan mengenang mendiang Gus Dur sebagai pejuang 
pluralisme Indonesia. Dari ide itulah, Cipto Purnomo, aktivis Komunitas Seniman 
Borobudur Indonesia membuat patung Budha berkepala Gus Dur yang  diberi tema 
“Sinar Hati Gus Dur.” 


Spontan, patung Gus Dur Budha itu menuai protes dari Dewan Pengurus Pusat 
Pemuda Theravada Indonesia (DPP PATRIA). Mereka tersinggung karena menganggap 
patung itu menyerupai Buddha.


"Kami akan mengajukan keberatan kepada seniman Bapak Cipto Purnomo yang telah 
menghasilkan karya seni ini. Yang mungkin karena ketidaktahuannya, telah 
merendahkan figur dari Guru Agung kami dan juga Guru Agung Dunia," kata Ketua 
Umum Dewan Pengurus Pusat Pemuda Theravada Indonesia (DPP PATRIA) Tanagus 
Dharmawan siaran persnya di Jakarta,  Senin (8/1/2010).


Menurut Tanagus, umat Buddha sangat menjunjung tinggi figur Budha. DPP PATRIA 
juga yakin keluarga mendiang Gus Dur juga berkeberatan.


"Kami pun yakin, keluarga dan para pendukung Bapak KH Abdurrahman Wahid akan 
berkeberatan akan hal ini, yang sangat terkesan merendahkan figur atau simbol 
agama Buddha," lanjut Tanagus.




Pematung Gus Dur: Saya Tak Berniat Lecehkan Buddha


Meski patung Gus Dur yang menyerupai Buddha diprotes oleh umat Buddha, namun 
sang pematung, Cipto Purnomo, mengaku tidak berniat melecehkan Buddha. 


"Saya saat menciptakan patung itu melihat bahwa patung itu adalah bentuk 
simbolis. Bukan maksud dan tujuan saya untuk melecehkan agama tertentu," tegas 
Cipto di rumahnya, di Desa Blangkunan, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa 
Tengah, Senin (8/2/2010).


Cipto berkilah bahwa apa yang dilakukannya bukanlah pelecehan kepada Budha, 
tapi justru bentuk pujian kepada Budha, karena dia melihat adanya nilai-nilai 
kebaikan yang sama-sama muncul dari Buddha dan sosok Gus Dur.


"Gus Dur seperti kita ketahui, dengan umat lain tidak memusuhi, malah terjalin 
hubungan yang baik. Apalagi di negara kita banyak agama dan kepercayaan yang 
bisa diterima," tegas Cipto.


Kekaguman Cipto terhadap Budha memang tak perlu diragukan lagi. Tahun 2009 
lalu, Cipto adalah meraih rekor MURI sebagai pembuat patung Buddha terkecil di 
Indonesia berukuran 8x4x5 mm dari emas.


Cipto menceritakan, awal mula membuat patung ini adalah ajakan dari pemilik 
Studio Mendhut, Sutanto, dalam rangka memperingati 40 hari wafatnya Gus Dur. 
"Seminggu sebelum acara dilangsungkan di Studio Mendut, saya dihubungi Pak 
Tanto untuk membuat patung," tegas guru SMP Muhammadiyah 1 ini.


Setelah memperoleh ide dan imajinasi, dia memilih sosok Buddha. Menurutnya, 
karya seni tercipta secara subjektif dari seniman itu berdasarkan imajinasi dan 
hasil pengamatan di lingkungannya.


"Saya dekat dan dibesarkan di lingkungan Candi Borobudur. Siapa yang tidak 
kenal dan tidak mengaguminya," tegas Cipto.


Keluarga dan pendukung Gus Dur tak keberatan Gus Dur di”Budha”kan


Meski patung Gus Dur Budha itu kontroversial, namun keluarga Gus Dur sama 
sekali tidak keberatan dan bisa memakluminya sebagai bentuk ekspresi seni.


"Kita tangkap itu sebagai bentuk kecintaan seniman kepada Gus Dur," kata 
menantu Gus Dur, Dhohir Farisi, Senin (8/2/2010).


Memang diakui Dhohir, tidak ada dari panitia atau seniman yang bersangkutan 
meminta izin mau membuat patung tersebut. Namun keluarga tidak mempermasalahkan.


"Tidak ada keberatan apa pun. Ya sudahlah, itu ekspresi seni," kata Dhohir.


Suami Yenny Wahid ini menambahkan sudah diinformasikan oleh para seniman, 
mereka akan kembali mengadakan kegiatan serupa di Magelang untuk memperingati 
100 hari wafatnya Gus Dur. Menurutnya, publik masih belum banyak tahu kalau Gus 
Dur juga dekat dengan komunitas seni.


"Selain sebagai kyai dan mantan presiden, beliau juga pernah menjadi Ketua 
Dewan Kesenian Jakarta," kata Dhohir.


Bagaimana tanggapan Yenny Wahid soal patung Gus Dur itu? "Yenny juga sudah 
lihat gambarnya. Kita ketawa saja, ada patung Gus Dur pakai peci putih dll. 
Inilah ekspresi seni," pungkasnya.

...Meski meyakini bahwa Gus Dur adalah Wali Allah, namun Nuril tidak 
mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam 
bentuk apapun...

Dukungan patung Gus Dur berbadan Budha juga disampaikan oleh Gus Nuril, mantan 
komandan pasukan berani mati untuk Gus Dus. Meski meyakini bahwa Gus Dur adalah 
Wali Allah, namun Nuril tidak mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin 
membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun, namun Nuril tidak mempermasalahkan 
jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun.


"Mau dipatungkan dalam bentuk apapun silakan, itu hak mereka," tambahnya.


Resiko tokoh Islam berpaham Pluralisme


Menengahi kontroversi patung Gus Dur Budha tersebut, Abdurrahman Yusuf Chodori 
mengatakan, berbagai cara telah dilakukan masyarakat untuk tetap menghidupkan 
nilai-nilai yang diajarkan Gus Dur. Antara lain pluralisme, humanisme dan 
kebangsaan.


"Melalui para seniman, mencoba menuangkan ide kreatif tersebut melalui seni 
rupa dan patung," kata Yusuf.


Yusuf menjelaskan bahwa para seniman sama sekali tidak bermaksud melecehkan 
Budha, tapi hanya mengabadikan pluralisme Gus Dur dalam bentuk patung.


"Sebetulnya niatan dari teman-teman seniman Magelang itu untuk menggambarkan 
tentang betapa sangat pluralisnya Gus Dur tanpa maksud lebih dari itu," kata 
Gus Yusuf di Solo, Senin malam (8/22010).


"Waktu itu saya dimintai komentar dan saya pun menjawab Gus Dur tidak hanya 
milik orang Islam dan jika dilihat dari ekspresi seni itu wajar dan sah-sah 
saja," lanjut dia.

...Apakah atas nama pluralisme dan seni, apakah orang diperbolehkan membuat 
patung badan Hanoman berkepala Gus Dur, padahal dalam pewayangan Hanoman 
berwujud kera putih...

Meski para pemahat patung itu tidak menjelaskan secara detil tentang paham 
pluralisme, tapi dari ekspresi patung Budha Gus Dur itu dapat ditangkap bahwa 
pluralisme menurut mereka adalah menyatukan (baca: mengoplos) paham suatu agama 
dengan agama lainnya. Makanya mereka patungkan KH Abdurrahman Wahid dalam 
bentuk sinkretisme antara kepala Gus Dur (Islam) dengan badan Budha (non 
Islam). Ini bisa diterjemahkan bahwa pluralisme menurut mereka adalah 
sinkretisme (penyampuradukan) antara Islam dan Budha, sehingga Gus Dur –yang 
ditokohkan sebagai ulama Nahdiyin– itu berkaki, bertangan, berbadan dan berhati 
nurani Budha tapi berotak Islam.


Atas nama pluralisme dan ekspresi seni yang menganggap Gus Dur sebagai milik 
semua agama, maka divisualisasikan dalam bentuk patung Budha berkepala Gus Dur.
Lantas bagaimana jika para penggemar pewayangan yang mengidolakan pluralisme 
Gus Dur mengekspresikannya sebagai pahlawan kaum tertindas seperti tokoh 
Hanoman? Apakah atas nama pluralisme dan seni, mereka juga diperbolehkan 
membuat patung badan Hanoman berkepala Gus Dur, padahal dalam pewayangan 
Hanoman berwujud kera putih?
http://voa-islam.com/news/indonesia/2010/02/09/3209/patung-budha-gus-durresiko-pluralismekiyai-disamakan-dengan-budha

 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke