Lobi antar pimpinan fraksi di sidang paripurna DPR tentang Skandal
Century yang sudah berlangsung hampir selama limajam itu akhirnya dinyatakan 
deadlock.
 
Namun walau dinyatakan deadlock, tak urung muncul adanya kesepakatan
baru.
 
 
Kesepakatan itu adalah tentang dimunculkannya opsi AC, dan kesepakatan
tentang mekanisme voting yang akan dilakukan dalam dua tahap.
 
Tahap pertama akan dilakukan voting atas kelayakan opsi AC. Sehingga
pada voting tahap pertama ini adalah memilih opsi A atau AC atau C.
 
Setelah didapatkan dua pilihan terbanyak atas opsi A atau AC atau C
itu, akan dilakukan voting tahap kedua.
 
Barulah setelah itu, pilihan terbanyak pada voting tahap kedua yang
akan menjadi keputusan sidang paripurna DPR tentang Skandal Century.
 
 
Beberapa pihak menengarai, dimunculkannya opsi AC yang merupakan
pengabungan opsi A dan opsi C ini, hanyalah stategi dan cara untuk memecah
suara agar opsi C menjadi gugur di voting tahap pertama.
 
Sehingga pada akhirnya nanti di voting tahap kedua, hanya akan ada opsi
A atau opsi AC sebagai pilihannya.
 
Cara ini terpaksa ditempuh karena jika voting dilakukan secara terbuka
dalam satu tahap, dan hanya ada dua pilihan opsi A atau opsi C, maka pilihan
opsi C diperkiran sangat besar peluangnya untuk memenangkan voting.
 
 
Akhirulkalam, inilah cara dari para politisi untuk menjustifikasi
kesepakatan dan komprominya secara terselubung. Sehingga di ranah pemberitaan
publik menjadi seolah-olah tak ada deal dan tak ada kompromi dalam soal apapun
terkait pengambilan keputusan soal Skandal Century.
 
Dimana dengan demikian, kehendak dan keinginan serta kepentingan
penguasa negara bersama dengan partai Demokrat pun tetap dapat diakomodasi,
sementara itu parpol-parpol lainnya juga tetap dapat menyelamatkan reputasinya
dihadapan rakyat sebagai konstituennya.
 
Apakah dengan
trik itu maka rakyat konstituennya dapat dikelabuhi ?.
 
Bisa jadi begitu. Namun bisa jadi pula ada segelintir dari konstituennya
yang akan mengatakan bahwa ‘Hey,jangan bohongi kami, ada kesepakatan 
terselubung dibalik
punggungmu. Namun kami tak bisa
berbuat apa-apa atas tingkah polehmu itu’.
 
 
Wallahualambishshawab.
 
 
*
Artikel-artikel lainnya :
‘Kompromi Kebenaran atau Kebenaran
Kompromi ?’ , klik di sini .
‘Tukar Guling dalam Skandal Century’
, klik di sini .
‘The Century Band’
, klik di sini .
‘Inilah Ending dari Skandal Century’
, klik di sini .
‘Pintu Masuk KPK ke Century’
, klik di sini .
*
Kesepakatan
Terselubung
http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/03/kesepakatan-terselubung/
*
 



Menjelang sidang paripurna DPR untuk mengesahkan kesimpulan akhir
Pansus tentang Skandal Bank Century, para Staf Khusus Presiden giat melakukan
lobi politik ke beberapa pihak.
 
Bahkan, para Staf Khusus Presiden juga secara aktif melakukan
pengungkapan kasus-kasus hukum yang diperkirakan mungkin akan dapat menjerat
pihak-pihak yang dilobinya itu.
 
Kombinasi dari pendekatan lobi politik digabungkan dengan pressure
pengungkapan kasus-kasus hukum itu sedikit banyak membuat pihak-pihak yang
didekati menjadi keder dan jeri.
 
Pintu untuk kompromi pun menjadi terbuka dan dimungkinkan untuk
diusahakan serta berpeluang untuk diwujudkan.
 
 
Beberapa pihak menengarai ini merupakan taktik dan strategi untuk
memungkinkan terjadinya kompromi.
 
Dalam arti kata, dalam kompromi itu dimungkinkan terjadinya kebijakan
pengesampingan atas kasus-kasus hukum itu yang ditukar gulingkan dengan
perubahan sikap partai-partai menjadi selaras dan senada dengan sikap politik
yang diinginkan oleh Partai Demokrat.
 
 
Sebagaimana diketahui, semula dalam sikap politiknya fraksi Partai
Demokrat berpendapat bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan maupun
pelaksanaannya tidak ada permasalahan.
 
Sedangkan fraksi PKB berpendapat bahwa pemberian FPJP dan PMS serta
kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan dalam pelaksanaannya ada
permasalahan.
 
Diluar dua fraksi itu semuanya berpendapat bahwa pemberian FPJP
dan PMS serta kebijakan maupun pelaksanaannya ada permasalahan.
 
 
Namun, pasca mulai digulirkannya aksi lobi dan pressure kasus hukum
yang dilakukan oleh para Staf Khusus Presiden, posisi sikap politik menjadi
berubah.
 
Adapun fraksi Partai Demokrat juga mulai sedikit mengalah dan merubah
pendapatnya menjadi seperti pendapatnya fraksi PKB, yaitu bahwa pemberian FPJP
dan PMS serta kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan dalam
pelaksanaannya ada permasalahan.
 
Demikian juga dengan fraksi PAN, juga mulai terlihat kesediaannya untuk
berkompromi dan menyamakan sikap politiknya sesuai dengan apa yang menjadi
sikap politiknya fraksi Partai Demokrat.
 
Pihak-pihak lainnya mulai goyah, fraksi PPP dan fraksi Gerindra
terlihat mulai menunjukkan sikap yang cenderung untuk terbuka terhadap kompromi
atas sikap politiknya.
 
Bahkan fraksi Partai Golkar dan fraksi PKS pun sudah mulai menunjukkan
tanda-tanda bahwa sikap politiknya mulai bimbang.
 
Hanya tinggal fraksi PDIP dan fraksi Hanura saja yang terlihat masih
ngotot dengan sikap politiknya, yaitu pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan
maupun pelaksanaannya ada permasalahan.
 
 
Maka peta sikap politik pun menjadi lebih sedrahan lagi, dari tiga
jenis sikap politik menjadi mengerucut ke arah dua jenis sikap politik.
 
 
Opsi pilihan yang mungkin akan dipilih di rapat paripurna DPR pun
menjadi hanya tinggal dua saja, yaitu sikap politik yang berpendapat bahwa
pemberian FPJP dan PMS serta kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan
dalam pelaksanaannya ada permasalahan, atau sikap politik yang berpendapat
bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakannya maupun pelaksanaannya ada
permasalahan.
 
 
Sehari menjelang rencana rapat paripurna yang ternyata kemudian
berakhir ricuh itu, pihak penguasa negara dan partai yang berkuasa yaitu Partai
Demokrat mulai menunjukkan kepercayaan diri.
 
Kepercayaan diri yang berlandaskan kepada kalkulasi kekuatan suara di
DPR dan asumsi akan tanda-tanda mulai dimungkinkannya adanya kompromi.
 
 
Berdasarkan itu pula, maka Presiden SBY yang semenjak awal kasus
Skandal Bank Century ini tidak secara tegas menyatakan bertanggungjawab, mulai
dengan kepercayaan diri yang cukup tinggi dengan tegas menyatakan bahwa dirinya
bertanggungjawab sepenuhnya atas kasus Skandal Bank Century ini.
 
 
Namun, sesuatu perubahan berlangsung cepat, tanda-tanda keberhasilan
kompromi menjadi diragukan tingkat validitasnya. Fraksi-fraksi yang tadinya
menunjukkan sikap siap berkompromi tiba-tiba berubah menjadi ngotot kembali.
 
Sehingga, opsi pilihan sikap politik yang menyatakan bahwa pemberian
FPJP dan PMS serta kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan dalam
pelaksanaannya ada permasalahan, menjadi hanya tinggal didukung oleh fraksi
Partai Demokrat dan PKB serta PAN saja.
 
Sedangkan fraksi PPP dan fraksi Gerindra serta fraksi Partai Golkar dan
fraksi PKS malahan kembali ngotot pada sikap politik yang sama dengan fraksi
PDIP dan fraksi Hanura, yaitu pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan maupun 
pelaksanaannya
ada permasalahan.
 
 
Dan lagi, tata cara voting yang apabila tidak berhasil dilakukan
musyawarah untuk mufakat itu juga berubah.
 
Jika voting tertutup yang tadinya mulai terlihat dapat diterima oleh
kebanyakan fraksi, menjadi berubah dimana kebanyakan fraksi menghendaki voting
secara terbuka.
 
 
Inilah yang barangkali membuat pihak penguasa negara dan partai yang
berkuasa yaitu Partai Demokrat mulai sedikit panik.
 
 
Entah berkaitan dengan kepanikan lantaran peta politik yang berubah
dengan cepat itu, ataupun tidak, yang jelas kejadiannya adalah Ketua DPR tanpa
persetujuan para Wakil Ketua DPR maupun forum sidang secara sepihak menutup
sidang paripurna DPR itu sehingga menjadi ricuh.
 
Banyak pihak yang menyayangkan sikap Ketua DPR yang melupakan bahwa
asaz kepemimpinan DPR adalah kolegial. Dalam arti Ketua DPR tidak bisa
memutuskan secara sepihak tanpa persetujuan dari para Wakil Ketua DPR maupun
forum sidang yang sedang dipimpinnya.
 
 
Terlepas dari apapun hasil sidang lanjutan dari sidang paripurna DPR
yang kemarin berakhir ricuh itu, ada sesuatu keprihatinan yang maknanya sangat
esensial.
 
Mengapa kok
sebuah fakta kebenaran yang terang benderang itu harus dikalahkan oleh sistem
demokrasi yang berdasarkan voting ?.
 
Akankah ini
bukan berarti bahwa kebenaran hanyalah dapat bernilai kebenaran jika
dijustifikasi oleh suara mayoritas saja ?.
 
Lebih tragisnya lagi, mengapa kok
kebenaran harus diperjuangkan melalui lobi dan tawaran kompromi tukar guling ?.
 
Akankah ini
bukan berarti bahwa kebenaran itu hanya bermakna sebagai kebenaran kompromi
saja ?.
 
 
Akhirulkalam, mengapa kok tidak
dilakukan saja pengajuan semua pihak yang terlibat dalam pemberian FPJP
dan PMS serta kebijakan maupun pelaksanaannya bailout Century ini ke depan
pengadilan ?.
 
Tentunya yang diajukan ke depan pengadilan itu adalah sosok kuncinya
yang mulai dari Direksi Bank Century, dan Wapres Boediono sebagai Gubernur BI
pada waktu itu, serta Menkeu Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK pada waktu itu.
 
Toh, kalau nantinya Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani di depan
pengadilan tidak terbukti bersalah, masih bisa direhabilitasi namanya.
 
Karena dengan demikian, kasus ini menjadi terang benderang, dan
kebenaran yang didapatkan juga kebenaran berdasarkan proses pengadilan.
 
Ya, mengapa kok tidak diajukan
saja para Direksi Bank Century, dan Wapres Boediono sebagai Gubernur BI pada
waktu itu, serta Menkeu Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK pada waktu itu, kepada
kebenaran berdasarkan proses Pengadilan, sehingga kebenaran yang terang
benderang menjadi benar-benar kebenaran hakiki dan sejati ?.
 
 
Wallahualambishshawab.
 
 
*
Catatan Kaki :
Artikel lainnya yang berjudul ‘Tukar Guling dalam Skandal Century’
dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang
berjudul ‘The Century Band’
dapat dibaca dengan mengklik di sini , serta yang
berjudul ‘Inilah Ending dari Skandal Century’
dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang
berjudul ‘Pintu Masuk KPK ke Century’
dapat dibaca dengan mengklik di sini .

*
Kompromi
Kebenaran atau Kebenaran Kompromi ?
http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/03/kompromi-kebenaran-atau-kebenaran-kompromi/
*
 


Dua hari mendatang, Selasa tanggal 2 Maret 2010, menurut rencana akan dilakukan 
sidang paripurna Pansus Skandal Bank Century.
 
Hasil dari sidang paripurna itu, diyakini akan menentukan perjalanan karier dan 
kelangsungan jabatan dari para tokoh yang menjadi dalang dan bidan dari Skandal 
Kebijakaan Bailout Bank Century.
 
Tak heran jika kemudian lobi politik ke segenap pihak pun menjadi aktif dan 
gencar dilakukan oleh para petinggi Partai Demokrat. Tak ketinggalan, hal yang 
sama juga dilakukan oleh para anggota Staf Khusus Presiden.
 
Beberapa pihak yang dijadikan sasaran lobi, telah mengakui telah didatangi oleh 
para utusan khusus dari penguasa Negara itu dengan maksud tujuan melobi terkait 
Pansus Skandal Century.
 
 
Namun anehnya, aktivitas lobi melobi itu dibantah oleh para utusan khususnya 
penguasa Negara. Malahan disebutkan sebaliknya, bahwasanya justru beberapa 
pihak dari unsure-unsur Partai Politik diluar organ Partai Demokrat yang telah 
mendatangi pihak penguasa Negara.
 
Para utusan partai telah berusaha menemui Presiden SBY dalam rangka mencoba 
menegosiasikan kasus hukum yang menerpa dirinya.
Tentulah dapat ditebak, imbalan dari negoisasi kasus hukum itu adalah kesediaan 
dari partai yang siap mengubah kesimpulan akhirnya.
 
 
Bersediakah Presiden SBY bernegoisasi menukar kasus hukum itu dengan imbalan 
berupa hasil kesimpulan akhir Pansus yang disesuaikan dan diselaraskan dengan 
keinginan pihak Partai Demokrat ?.
 
 
“Presiden tidak mau bernegosiasi apapun terhadap kasus hukum”, kata Staf Khusus 
Presiden bidang Hukumdan HAM, Denny Indrayana.
 
“Jangankan kepentingan partai politik tertentu, terhadap proses hukum kerabat 
Beliau sendiri, prosesnya dibiarkan berjalan tanpa intervensi apapun. 
Karenanya, saya yakin, presiden pasti akanmenolak upaya partai tertentu yang 
mentransaksikan dan menukar posisi melihat kasus century dengan proses hukum 
yang sedang mereka jalani. Pasti tidak akan terjadi deal. Dalam hal demikian, 
saya yakin, presiden akan menjawab : no deal !”, kata Denny Indrayana.
 
 
Tak pelak lagi, berita tentang adanya upaya deal tukar guling antara kasus 
hukum dengan rumusan kesimpulan akhir Pansus ini menimbulkan pertanyaan 
dikalangan publik.
 
 
Partai Politik manakah yang mencoba membujuk Presiden SBY agar bersedia 
mengesampingkan kasus hukum yang menimpa elite partainya dengan imbalan 
perubahan sikap partai politik tersebut dalam rumusan kesimpulan akhir Pansus ?.
 
 
Entahlah, yang tahu tentu hanya partai politik yang bersangkutan dengan 
Presiden SBY saja, karena Denny Indrayana enggan menyebutkan nama dari partai 
politik itu.
 
Namun sejauh yang diketahui oleh publik, saat ini sejalan dengan semakin 
terkuaknya tabir selimut Kasus Skandal Century ini, mulai dimunculkan pula 
kasus hukum yang diduga kuat melibatkan beberapa petinggi dari partai politik 
dimana para kadernya terkenal kritis dan vokal dalam Pansus Skandal Century.
 
 
Sebut saja beberapa diantaranya, elite petinggi dari partai Gerindra saat ini 
sedang menghadapi ancaman untuk dibukanya kembali kasus hukum yang terkait 
dengan dugaan pembunuhan atas diri Munir.
Partai Golkar, bahkan tak tangung-tanggung, pimpinan tertinggi dari partai ini 
juga sedang dibidik dalam kasus hukum terkait bidang perpajakan.
 
Partai PPP, juga sama. Ada petingginya yang sedang disidik kasus hukum terkait 
kasus impor sapi fiktif.
 
Partai PDIP tak ketinggalan ikutan terkena juga. Kelanjutan dari kasus hukum 
terkait dugaan suap dalam pemilihan petinggi Bank Indonesia kembali 
diintensifkan.
 
Bahkan tak terkecuali, bidikan diarahkan juga kepada PKS, sebuah partai politik 
yang dikenal publik sebagai parpol yang bersih dan peduli serta Islami.
 
Andi Arief yang staf khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, 
bersama Velix Wanggai yang staf khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan 
Otonomi Daerah, telah berencana melaporkan ke Mabes Polri terkait kasus hukum 
yang melibatkan kader PKS.
 
Misbakhun, salah seorang kader PKS yang merupakan salah seorang inisiator Hak 
Angket Skandal Bank Century yang menjadi target sasarannya.
 
Kasus hukum yang dimunculkan terkait kader PKS itu adalah kasus dugaan penipuan 
berupa LC (Letter of Credit) fiktif di Bank Century.
 
Kasus LC Fiktif tersebut berkait dengan kepemilikan Misbakhun di PT. Prima 
Internusa berupa salinan LC senilai US$ 22,5 juta, dokumen gadai deposito, akta 
notaris dan bukti kepemilikan saham 99%.
 
Pengajuan LC Fiktif itu diduga dilakukan saat yang bersangkutan berencana 
melakukan ekspor gandum pada November 2009.
Lalu kasusnya berkembang menjadi menjurus kearah tindakan manipulasi yang 
bernuansa penipuan.
 
LC yang diajukannya ke Bank Century itu sudah keluar, sebelum surat gadai 
disetujui pada 19 November 2009. Dan, bahkan ekspor gandum yang dimaksud itu 
ternyata tidak ada kenyataan realisasinya alias fiktif.
 
Ditambah lagi, PT. Prima Internusa sesungguhnya juga tidak ada relevansinya 
dengan perdagangan hasil pertanian, sebab perusahaan itu bergeraknya di bidang 
pengolahan biji plastik.
 
“Ke Satgas Mafia Hukum sudah. Rencananya akan kita serahkan ke Mabes Polri”, 
demikian kata Andi Arief saat memberikan penjelasan di Kantor UKP4.
 
 
Akhirulkalam, demikianlah sekilas gambaran tentang seru dan gegap gempitanya 
para elite pimpinan Negara dalam melakukan aktivitas lobi melobi dan tawar 
menawar serta negoisasi terkait Skandal Bank Century.
 
Mengapa di jajaran para pimpinan Negara yang sedang berkuasa seolah sedemikian 
all out dan all cost serta all risk dalam upaya menutupi Skandal Bailout 
Century ?. Adakah borok yang sedemikian parah terkait itu ?. Aib apa yang 
sedang berusaha disembunyikannya ?.
 
 
Wallahualambishshawab.
 
 
*
Catatan Kaki :
Artikel lain yang berjudul‘The Century Band’dapat dibaca dengan mengklik di 
sini .
*
Tukar Guling dalam Skandal Century
http://polhukam.kompasiana.com/2010/02/28/tukar-guling-dalam-skandal-century/
*
 

 
Harmonisasi sebuah lagu sangat tergantung dari aransemen, dimana tak hanya 
dilakukan penyesuaian harmonisasi terhadap komposisi musik antar instrumen 
musik yang digunakan dengan suara penyanyinya, namun juga dilakukan perluasan 
teknis untuk mencapai nilai artistik yang diinginkannya.
 
Aransemen secara singkatnya dapat diartikan sebagai kegiatan membuat atau 
mengubah kompisisi musik yang didasarkan pada komposisi musik yang telah ada.
 
Sedangkan harmonisasi dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai keindahan 
komposisi musik pengiring dengan suara penyanyinya, agar tercapai keselarasan 
atau keserasian, sehingga lagu tersebut terdengar selaras.
 
Hasil akhir yang ingin dicapai dari aransemen dan harmonisasi lagu itu adalah 
keterpukaan para pendengarnya, sehingga menyukai lagu tersebut.
 
 
Mungkin serupa dengan aransemen dan harmonisasi itulah yang saat ini sedang 
diupayakan oleh para Staf Khusus Presiden, dalam konteks mempersiapkan lagu 
yang akan dilantunkan secara koor oleh para anggota Pansus DPR perihal Skandal 
Bank Century.
 
Sedemikian intensifnya, sehingga para anggota Staf Khusus Presiden, salah satu 
misalnya adalah AndiArief, menjadi lebih memilih sibuk melakukan lobi politik 
ketimbang mengurusi bencana longsor di Ciwidey.
 
 
Tak hanya para anggota staf khusus, juga seluruh anggota FPD (Fraksi Partai 
Demokrat) sudah melakukan konsolidasi dan dalam status siaga satu dalam 
menghadapi hasil akhir kesimpulan yang akan diputuskan oleh Pansus DPR perihal 
Skandal Bank Century.
 
Ramadhan Pohan, salah seorang anggota Komisi I dari FPD, bahkan sampai 
membatalkan keberangkatannya ke Amerika Serikat.
 
 
Sebagaimana diketahui, peran Amerika Serikat dalam percaturan politik di 
Indonesia itu sedemikian penting dan menentukan, sehingga tentunya undangan 
dari pemerintah Amerika Serikat itu sangat penting bagi perkembangan karier 
politiknya. “Event ini bermanfaat bagi kepentingan karir politisi dan 
networking saya, dan PD ke depan”, kata Ramadhan Pohan.
 
 
Akan tetapi, demi memenangkan voting yang kemungkinan akan terjadi di rapat 
terakhir Pansus Skandal Bank Century, Ramadhan Pohan secara rela dan ikhlas 
membuang satu kesempatan penting bagi karier politiknya di masa depan. “Satu 
suara saya sangat penting buat voting paripurna 3 Maret ini. Maka dengan ikhlas 
saya membatalkan berangkat ke AS”, kata Ramadhan Pohan.
 
 
Ya, memang peran Amerika Serikat itu sedemikian menentukan bagi perkembangan 
karier politik para politisi maupun promosi jabatan bagi para pejabat negara di 
Indonesia.
 
 
Kembali kepada soal aransemen dan harmonisasi terhadap koor yang akan dilakukan 
oleh para anggota Pansus DPR itu, apa yang dilakukan oleh para anggota Partai 
Demokrat beserta Staf Khusus Presiden itu sepertinya memang tidaklah tanpa 
hasil alias tidaklah sia-sia belaka.
 
Setidaknya hal itu dapat terlihat dari sikap FPAN (Fraksi Partai Amanat 
Nasional) yang sudah berubah mendekati sikap yang diinginkan oleh Partai 
Demokrat. Demikian pula dengan Gerindra, gejalanya juga sudah akan menyusul 
sikapnya FPAN.
 
 
Sebagaimana diketahui, saat ini lagi adu kuat antara pihak yang menginginkan 
voting dilakukan secara terbuka atau voting secara tertutup.
 
Voting secara terbuka atau tertutup ini memang penting, tak hanya bagi 
kepentingan Partai Politik namun juga bagi rakyat pemilihnya.
 
Setidaknya, para pemilihnya akan mengetahui, apakah wakil yang dipilihnya 
termasuk penyuka lirik lagunya ‘kuburan band’ (yang telah diaransemen dengan 
lirik yang berbeda)…
 
…C A minor D minor ke G ke C lagi…A minor D minor ke G ke C lagi…A minor D 
minor ke G ke C lagi…….Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi ‘kepentingan 
rakyatnya’…Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi ‘kepentingan konstituennya’…….Ingat, 
ingat ingat ingat, cuma ingat ‘kepentingan dirinya’…Ingat, aku ingat ingat, 
cuma ingat ‘kepentingan kursi jabatannya’…
 
 
Akankah koor lagu yang akan dilantunkan oleh fraksi-fraksi itu akan menjadi 
wasilah yang menyeret parpolnya menuju ‘kuburan’  mereka di Pemilu tahun 2014 
mendatang ?.
 
 
Wallahualambishshawab.
 
*
The Century Band
http://polhukam.kompasiana.com/2010/02/27/the-century-band/
*


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke