Lobi antar pimpinan fraksi di sidang paripurna DPR tentang Skandal Century yang sudah berlangsung hampir selama limajam itu akhirnya dinyatakan deadlock. Namun walau dinyatakan deadlock, tak urung muncul adanya kesepakatan baru. Kesepakatan itu adalah tentang dimunculkannya opsi AC, dan kesepakatan tentang mekanisme voting yang akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama akan dilakukan voting atas kelayakan opsi AC. Sehingga pada voting tahap pertama ini adalah memilih opsi A atau AC atau C. Setelah didapatkan dua pilihan terbanyak atas opsi A atau AC atau C itu, akan dilakukan voting tahap kedua. Barulah setelah itu, pilihan terbanyak pada voting tahap kedua yang akan menjadi keputusan sidang paripurna DPR tentang Skandal Century. Beberapa pihak menengarai, dimunculkannya opsi AC yang merupakan pengabungan opsi A dan opsi C ini, hanyalah stategi dan cara untuk memecah suara agar opsi C menjadi gugur di voting tahap pertama. Sehingga pada akhirnya nanti di voting tahap kedua, hanya akan ada opsi A atau opsi AC sebagai pilihannya. Cara ini terpaksa ditempuh karena jika voting dilakukan secara terbuka dalam satu tahap, dan hanya ada dua pilihan opsi A atau opsi C, maka pilihan opsi C diperkiran sangat besar peluangnya untuk memenangkan voting. Akhirulkalam, inilah cara dari para politisi untuk menjustifikasi kesepakatan dan komprominya secara terselubung. Sehingga di ranah pemberitaan publik menjadi seolah-olah tak ada deal dan tak ada kompromi dalam soal apapun terkait pengambilan keputusan soal Skandal Century. Dimana dengan demikian, kehendak dan keinginan serta kepentingan penguasa negara bersama dengan partai Demokrat pun tetap dapat diakomodasi, sementara itu parpol-parpol lainnya juga tetap dapat menyelamatkan reputasinya dihadapan rakyat sebagai konstituennya. Apakah dengan trik itu maka rakyat konstituennya dapat dikelabuhi ?. Bisa jadi begitu. Namun bisa jadi pula ada segelintir dari konstituennya yang akan mengatakan bahwa ‘Hey,jangan bohongi kami, ada kesepakatan terselubung dibalik punggungmu. Namun kami tak bisa berbuat apa-apa atas tingkah polehmu itu’. Wallahualambishshawab. * Artikel-artikel lainnya : ‘Kompromi Kebenaran atau Kebenaran Kompromi ?’ , klik di sini . ‘Tukar Guling dalam Skandal Century’ , klik di sini . ‘The Century Band’ , klik di sini . ‘Inilah Ending dari Skandal Century’ , klik di sini . ‘Pintu Masuk KPK ke Century’ , klik di sini . * Kesepakatan Terselubung http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/03/kesepakatan-terselubung/ *
Menjelang sidang paripurna DPR untuk mengesahkan kesimpulan akhir Pansus tentang Skandal Bank Century, para Staf Khusus Presiden giat melakukan lobi politik ke beberapa pihak. Bahkan, para Staf Khusus Presiden juga secara aktif melakukan pengungkapan kasus-kasus hukum yang diperkirakan mungkin akan dapat menjerat pihak-pihak yang dilobinya itu. Kombinasi dari pendekatan lobi politik digabungkan dengan pressure pengungkapan kasus-kasus hukum itu sedikit banyak membuat pihak-pihak yang didekati menjadi keder dan jeri. Pintu untuk kompromi pun menjadi terbuka dan dimungkinkan untuk diusahakan serta berpeluang untuk diwujudkan. Beberapa pihak menengarai ini merupakan taktik dan strategi untuk memungkinkan terjadinya kompromi. Dalam arti kata, dalam kompromi itu dimungkinkan terjadinya kebijakan pengesampingan atas kasus-kasus hukum itu yang ditukar gulingkan dengan perubahan sikap partai-partai menjadi selaras dan senada dengan sikap politik yang diinginkan oleh Partai Demokrat. Sebagaimana diketahui, semula dalam sikap politiknya fraksi Partai Demokrat berpendapat bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan maupun pelaksanaannya tidak ada permasalahan. Sedangkan fraksi PKB berpendapat bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan dalam pelaksanaannya ada permasalahan. Diluar dua fraksi itu semuanya berpendapat bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan maupun pelaksanaannya ada permasalahan. Namun, pasca mulai digulirkannya aksi lobi dan pressure kasus hukum yang dilakukan oleh para Staf Khusus Presiden, posisi sikap politik menjadi berubah. Adapun fraksi Partai Demokrat juga mulai sedikit mengalah dan merubah pendapatnya menjadi seperti pendapatnya fraksi PKB, yaitu bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan dalam pelaksanaannya ada permasalahan. Demikian juga dengan fraksi PAN, juga mulai terlihat kesediaannya untuk berkompromi dan menyamakan sikap politiknya sesuai dengan apa yang menjadi sikap politiknya fraksi Partai Demokrat. Pihak-pihak lainnya mulai goyah, fraksi PPP dan fraksi Gerindra terlihat mulai menunjukkan sikap yang cenderung untuk terbuka terhadap kompromi atas sikap politiknya. Bahkan fraksi Partai Golkar dan fraksi PKS pun sudah mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa sikap politiknya mulai bimbang. Hanya tinggal fraksi PDIP dan fraksi Hanura saja yang terlihat masih ngotot dengan sikap politiknya, yaitu pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan maupun pelaksanaannya ada permasalahan. Maka peta sikap politik pun menjadi lebih sedrahan lagi, dari tiga jenis sikap politik menjadi mengerucut ke arah dua jenis sikap politik. Opsi pilihan yang mungkin akan dipilih di rapat paripurna DPR pun menjadi hanya tinggal dua saja, yaitu sikap politik yang berpendapat bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan dalam pelaksanaannya ada permasalahan, atau sikap politik yang berpendapat bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakannya maupun pelaksanaannya ada permasalahan. Sehari menjelang rencana rapat paripurna yang ternyata kemudian berakhir ricuh itu, pihak penguasa negara dan partai yang berkuasa yaitu Partai Demokrat mulai menunjukkan kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang berlandaskan kepada kalkulasi kekuatan suara di DPR dan asumsi akan tanda-tanda mulai dimungkinkannya adanya kompromi. Berdasarkan itu pula, maka Presiden SBY yang semenjak awal kasus Skandal Bank Century ini tidak secara tegas menyatakan bertanggungjawab, mulai dengan kepercayaan diri yang cukup tinggi dengan tegas menyatakan bahwa dirinya bertanggungjawab sepenuhnya atas kasus Skandal Bank Century ini. Namun, sesuatu perubahan berlangsung cepat, tanda-tanda keberhasilan kompromi menjadi diragukan tingkat validitasnya. Fraksi-fraksi yang tadinya menunjukkan sikap siap berkompromi tiba-tiba berubah menjadi ngotot kembali. Sehingga, opsi pilihan sikap politik yang menyatakan bahwa pemberian FPJP dan PMS serta kebijakannya tidak ada permasalahan sedangkan dalam pelaksanaannya ada permasalahan, menjadi hanya tinggal didukung oleh fraksi Partai Demokrat dan PKB serta PAN saja. Sedangkan fraksi PPP dan fraksi Gerindra serta fraksi Partai Golkar dan fraksi PKS malahan kembali ngotot pada sikap politik yang sama dengan fraksi PDIP dan fraksi Hanura, yaitu pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan maupun pelaksanaannya ada permasalahan. Dan lagi, tata cara voting yang apabila tidak berhasil dilakukan musyawarah untuk mufakat itu juga berubah. Jika voting tertutup yang tadinya mulai terlihat dapat diterima oleh kebanyakan fraksi, menjadi berubah dimana kebanyakan fraksi menghendaki voting secara terbuka. Inilah yang barangkali membuat pihak penguasa negara dan partai yang berkuasa yaitu Partai Demokrat mulai sedikit panik. Entah berkaitan dengan kepanikan lantaran peta politik yang berubah dengan cepat itu, ataupun tidak, yang jelas kejadiannya adalah Ketua DPR tanpa persetujuan para Wakil Ketua DPR maupun forum sidang secara sepihak menutup sidang paripurna DPR itu sehingga menjadi ricuh. Banyak pihak yang menyayangkan sikap Ketua DPR yang melupakan bahwa asaz kepemimpinan DPR adalah kolegial. Dalam arti Ketua DPR tidak bisa memutuskan secara sepihak tanpa persetujuan dari para Wakil Ketua DPR maupun forum sidang yang sedang dipimpinnya. Terlepas dari apapun hasil sidang lanjutan dari sidang paripurna DPR yang kemarin berakhir ricuh itu, ada sesuatu keprihatinan yang maknanya sangat esensial. Mengapa kok sebuah fakta kebenaran yang terang benderang itu harus dikalahkan oleh sistem demokrasi yang berdasarkan voting ?. Akankah ini bukan berarti bahwa kebenaran hanyalah dapat bernilai kebenaran jika dijustifikasi oleh suara mayoritas saja ?. Lebih tragisnya lagi, mengapa kok kebenaran harus diperjuangkan melalui lobi dan tawaran kompromi tukar guling ?. Akankah ini bukan berarti bahwa kebenaran itu hanya bermakna sebagai kebenaran kompromi saja ?. Akhirulkalam, mengapa kok tidak dilakukan saja pengajuan semua pihak yang terlibat dalam pemberian FPJP dan PMS serta kebijakan maupun pelaksanaannya bailout Century ini ke depan pengadilan ?. Tentunya yang diajukan ke depan pengadilan itu adalah sosok kuncinya yang mulai dari Direksi Bank Century, dan Wapres Boediono sebagai Gubernur BI pada waktu itu, serta Menkeu Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK pada waktu itu. Toh, kalau nantinya Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani di depan pengadilan tidak terbukti bersalah, masih bisa direhabilitasi namanya. Karena dengan demikian, kasus ini menjadi terang benderang, dan kebenaran yang didapatkan juga kebenaran berdasarkan proses pengadilan. Ya, mengapa kok tidak diajukan saja para Direksi Bank Century, dan Wapres Boediono sebagai Gubernur BI pada waktu itu, serta Menkeu Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK pada waktu itu, kepada kebenaran berdasarkan proses Pengadilan, sehingga kebenaran yang terang benderang menjadi benar-benar kebenaran hakiki dan sejati ?. Wallahualambishshawab. * Catatan Kaki : Artikel lainnya yang berjudul ‘Tukar Guling dalam Skandal Century’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang berjudul ‘The Century Band’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , serta yang berjudul ‘Inilah Ending dari Skandal Century’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang berjudul ‘Pintu Masuk KPK ke Century’ dapat dibaca dengan mengklik di sini . * Kompromi Kebenaran atau Kebenaran Kompromi ? http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/03/kompromi-kebenaran-atau-kebenaran-kompromi/ * Dua hari mendatang, Selasa tanggal 2 Maret 2010, menurut rencana akan dilakukan sidang paripurna Pansus Skandal Bank Century. Hasil dari sidang paripurna itu, diyakini akan menentukan perjalanan karier dan kelangsungan jabatan dari para tokoh yang menjadi dalang dan bidan dari Skandal Kebijakaan Bailout Bank Century. Tak heran jika kemudian lobi politik ke segenap pihak pun menjadi aktif dan gencar dilakukan oleh para petinggi Partai Demokrat. Tak ketinggalan, hal yang sama juga dilakukan oleh para anggota Staf Khusus Presiden. Beberapa pihak yang dijadikan sasaran lobi, telah mengakui telah didatangi oleh para utusan khusus dari penguasa Negara itu dengan maksud tujuan melobi terkait Pansus Skandal Century. Namun anehnya, aktivitas lobi melobi itu dibantah oleh para utusan khususnya penguasa Negara. Malahan disebutkan sebaliknya, bahwasanya justru beberapa pihak dari unsure-unsur Partai Politik diluar organ Partai Demokrat yang telah mendatangi pihak penguasa Negara. Para utusan partai telah berusaha menemui Presiden SBY dalam rangka mencoba menegosiasikan kasus hukum yang menerpa dirinya. Tentulah dapat ditebak, imbalan dari negoisasi kasus hukum itu adalah kesediaan dari partai yang siap mengubah kesimpulan akhirnya. Bersediakah Presiden SBY bernegoisasi menukar kasus hukum itu dengan imbalan berupa hasil kesimpulan akhir Pansus yang disesuaikan dan diselaraskan dengan keinginan pihak Partai Demokrat ?. “Presiden tidak mau bernegosiasi apapun terhadap kasus hukum”, kata Staf Khusus Presiden bidang Hukumdan HAM, Denny Indrayana. “Jangankan kepentingan partai politik tertentu, terhadap proses hukum kerabat Beliau sendiri, prosesnya dibiarkan berjalan tanpa intervensi apapun. Karenanya, saya yakin, presiden pasti akanmenolak upaya partai tertentu yang mentransaksikan dan menukar posisi melihat kasus century dengan proses hukum yang sedang mereka jalani. Pasti tidak akan terjadi deal. Dalam hal demikian, saya yakin, presiden akan menjawab : no deal !”, kata Denny Indrayana. Tak pelak lagi, berita tentang adanya upaya deal tukar guling antara kasus hukum dengan rumusan kesimpulan akhir Pansus ini menimbulkan pertanyaan dikalangan publik. Partai Politik manakah yang mencoba membujuk Presiden SBY agar bersedia mengesampingkan kasus hukum yang menimpa elite partainya dengan imbalan perubahan sikap partai politik tersebut dalam rumusan kesimpulan akhir Pansus ?. Entahlah, yang tahu tentu hanya partai politik yang bersangkutan dengan Presiden SBY saja, karena Denny Indrayana enggan menyebutkan nama dari partai politik itu. Namun sejauh yang diketahui oleh publik, saat ini sejalan dengan semakin terkuaknya tabir selimut Kasus Skandal Century ini, mulai dimunculkan pula kasus hukum yang diduga kuat melibatkan beberapa petinggi dari partai politik dimana para kadernya terkenal kritis dan vokal dalam Pansus Skandal Century. Sebut saja beberapa diantaranya, elite petinggi dari partai Gerindra saat ini sedang menghadapi ancaman untuk dibukanya kembali kasus hukum yang terkait dengan dugaan pembunuhan atas diri Munir. Partai Golkar, bahkan tak tangung-tanggung, pimpinan tertinggi dari partai ini juga sedang dibidik dalam kasus hukum terkait bidang perpajakan. Partai PPP, juga sama. Ada petingginya yang sedang disidik kasus hukum terkait kasus impor sapi fiktif. Partai PDIP tak ketinggalan ikutan terkena juga. Kelanjutan dari kasus hukum terkait dugaan suap dalam pemilihan petinggi Bank Indonesia kembali diintensifkan. Bahkan tak terkecuali, bidikan diarahkan juga kepada PKS, sebuah partai politik yang dikenal publik sebagai parpol yang bersih dan peduli serta Islami. Andi Arief yang staf khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, bersama Velix Wanggai yang staf khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, telah berencana melaporkan ke Mabes Polri terkait kasus hukum yang melibatkan kader PKS. Misbakhun, salah seorang kader PKS yang merupakan salah seorang inisiator Hak Angket Skandal Bank Century yang menjadi target sasarannya. Kasus hukum yang dimunculkan terkait kader PKS itu adalah kasus dugaan penipuan berupa LC (Letter of Credit) fiktif di Bank Century. Kasus LC Fiktif tersebut berkait dengan kepemilikan Misbakhun di PT. Prima Internusa berupa salinan LC senilai US$ 22,5 juta, dokumen gadai deposito, akta notaris dan bukti kepemilikan saham 99%. Pengajuan LC Fiktif itu diduga dilakukan saat yang bersangkutan berencana melakukan ekspor gandum pada November 2009. Lalu kasusnya berkembang menjadi menjurus kearah tindakan manipulasi yang bernuansa penipuan. LC yang diajukannya ke Bank Century itu sudah keluar, sebelum surat gadai disetujui pada 19 November 2009. Dan, bahkan ekspor gandum yang dimaksud itu ternyata tidak ada kenyataan realisasinya alias fiktif. Ditambah lagi, PT. Prima Internusa sesungguhnya juga tidak ada relevansinya dengan perdagangan hasil pertanian, sebab perusahaan itu bergeraknya di bidang pengolahan biji plastik. “Ke Satgas Mafia Hukum sudah. Rencananya akan kita serahkan ke Mabes Polri”, demikian kata Andi Arief saat memberikan penjelasan di Kantor UKP4. Akhirulkalam, demikianlah sekilas gambaran tentang seru dan gegap gempitanya para elite pimpinan Negara dalam melakukan aktivitas lobi melobi dan tawar menawar serta negoisasi terkait Skandal Bank Century. Mengapa di jajaran para pimpinan Negara yang sedang berkuasa seolah sedemikian all out dan all cost serta all risk dalam upaya menutupi Skandal Bailout Century ?. Adakah borok yang sedemikian parah terkait itu ?. Aib apa yang sedang berusaha disembunyikannya ?. Wallahualambishshawab. * Catatan Kaki : Artikel lain yang berjudul‘The Century Band’dapat dibaca dengan mengklik di sini . * Tukar Guling dalam Skandal Century http://polhukam.kompasiana.com/2010/02/28/tukar-guling-dalam-skandal-century/ * Harmonisasi sebuah lagu sangat tergantung dari aransemen, dimana tak hanya dilakukan penyesuaian harmonisasi terhadap komposisi musik antar instrumen musik yang digunakan dengan suara penyanyinya, namun juga dilakukan perluasan teknis untuk mencapai nilai artistik yang diinginkannya. Aransemen secara singkatnya dapat diartikan sebagai kegiatan membuat atau mengubah kompisisi musik yang didasarkan pada komposisi musik yang telah ada. Sedangkan harmonisasi dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai keindahan komposisi musik pengiring dengan suara penyanyinya, agar tercapai keselarasan atau keserasian, sehingga lagu tersebut terdengar selaras. Hasil akhir yang ingin dicapai dari aransemen dan harmonisasi lagu itu adalah keterpukaan para pendengarnya, sehingga menyukai lagu tersebut. Mungkin serupa dengan aransemen dan harmonisasi itulah yang saat ini sedang diupayakan oleh para Staf Khusus Presiden, dalam konteks mempersiapkan lagu yang akan dilantunkan secara koor oleh para anggota Pansus DPR perihal Skandal Bank Century. Sedemikian intensifnya, sehingga para anggota Staf Khusus Presiden, salah satu misalnya adalah AndiArief, menjadi lebih memilih sibuk melakukan lobi politik ketimbang mengurusi bencana longsor di Ciwidey. Tak hanya para anggota staf khusus, juga seluruh anggota FPD (Fraksi Partai Demokrat) sudah melakukan konsolidasi dan dalam status siaga satu dalam menghadapi hasil akhir kesimpulan yang akan diputuskan oleh Pansus DPR perihal Skandal Bank Century. Ramadhan Pohan, salah seorang anggota Komisi I dari FPD, bahkan sampai membatalkan keberangkatannya ke Amerika Serikat. Sebagaimana diketahui, peran Amerika Serikat dalam percaturan politik di Indonesia itu sedemikian penting dan menentukan, sehingga tentunya undangan dari pemerintah Amerika Serikat itu sangat penting bagi perkembangan karier politiknya. “Event ini bermanfaat bagi kepentingan karir politisi dan networking saya, dan PD ke depan”, kata Ramadhan Pohan. Akan tetapi, demi memenangkan voting yang kemungkinan akan terjadi di rapat terakhir Pansus Skandal Bank Century, Ramadhan Pohan secara rela dan ikhlas membuang satu kesempatan penting bagi karier politiknya di masa depan. “Satu suara saya sangat penting buat voting paripurna 3 Maret ini. Maka dengan ikhlas saya membatalkan berangkat ke AS”, kata Ramadhan Pohan. Ya, memang peran Amerika Serikat itu sedemikian menentukan bagi perkembangan karier politik para politisi maupun promosi jabatan bagi para pejabat negara di Indonesia. Kembali kepada soal aransemen dan harmonisasi terhadap koor yang akan dilakukan oleh para anggota Pansus DPR itu, apa yang dilakukan oleh para anggota Partai Demokrat beserta Staf Khusus Presiden itu sepertinya memang tidaklah tanpa hasil alias tidaklah sia-sia belaka. Setidaknya hal itu dapat terlihat dari sikap FPAN (Fraksi Partai Amanat Nasional) yang sudah berubah mendekati sikap yang diinginkan oleh Partai Demokrat. Demikian pula dengan Gerindra, gejalanya juga sudah akan menyusul sikapnya FPAN. Sebagaimana diketahui, saat ini lagi adu kuat antara pihak yang menginginkan voting dilakukan secara terbuka atau voting secara tertutup. Voting secara terbuka atau tertutup ini memang penting, tak hanya bagi kepentingan Partai Politik namun juga bagi rakyat pemilihnya. Setidaknya, para pemilihnya akan mengetahui, apakah wakil yang dipilihnya termasuk penyuka lirik lagunya ‘kuburan band’ (yang telah diaransemen dengan lirik yang berbeda)… …C A minor D minor ke G ke C lagi…A minor D minor ke G ke C lagi…A minor D minor ke G ke C lagi…….Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi ‘kepentingan rakyatnya’…Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi ‘kepentingan konstituennya’…….Ingat, ingat ingat ingat, cuma ingat ‘kepentingan dirinya’…Ingat, aku ingat ingat, cuma ingat ‘kepentingan kursi jabatannya’… Akankah koor lagu yang akan dilantunkan oleh fraksi-fraksi itu akan menjadi wasilah yang menyeret parpolnya menuju ‘kuburan’ mereka di Pemilu tahun 2014 mendatang ?. Wallahualambishshawab. * The Century Band http://polhukam.kompasiana.com/2010/02/27/the-century-band/ * [Non-text portions of this message have been removed]