Setelah melampaui proses yang panjang dan berliku, dengan mengerahkan semua daya dan kekuatan yang dimilikinya, serta menempuh segala macam cara dan siasat yang bisa dilakukannya, ternyata tetap saja tak membuahkan hasil yang sepenuhnya sesuai dengan kehendak dan keinginan Partai Demokrat. Partai Demokrat ternyata masih bisa dikalahkan, dan negeri Indonesiatercinta ini ternyata tak hanya miliknya para penguasa negara saja. Jika dilihat dari hasil sidang paripurna DPR yang kemarin lusa, boleh dibilang dari 8 partai lainnya diluar PD (Partai Demokrat), ternyata hanyalah PAN (Partai Amanat Nasional) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) saja yang bersedia untuk patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya kepada semua kehendaknya Partai Demokrat dan segala keinginannya mereka yang menjadi penguasa negara. Bisa dimengerti jika PAN(Partai Amanat Nasional) sampai mempunyai kesediaan yang seperti itu. Mengingat ketua umum partai itu, Hatta Rajasa, mempunyai kedekatan dan relasi hubungan yang bersifat khusus dengan Presiden SBY. Kehadiran sosok Drajad Wibowo sebagai wakil ketua umum partai tersebut ternyata tetap tak bisa membuat perimbangan yang berarti. Sehingga tetap saja PAN seolah telah menjadi terbelenggu kedua tangannya serta terpasung kedua kakinya. Mungkin hal yang dapat dimaklumi jika PAN secara sukarela bersedia terbelenggu dan terpasung seperti itu. Mengingat berputarnya roda organisasi tentu membutuhkan perongkosan yang tidak sedikit. Dan berdasarkan asumsi itu, sangat mungkin jika kemudian diyakini strategi yang paling tepat adalah berusaha sedekat mungkin dengan pemilik kekuasan negara sehingga dapat berada di titik lingkaran pusat pengendali pemerintahan. Walau demikian, strategi itu bukannya tanpa konsekuensi dan resiko. Kesan terbelenggu dan terpasung yang disertai dengan sikap patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya itu akan berpotensi membuat PAN dalam penempatan posisioningnya terhadap segmen konstituennya menjadi kagok dan kikuk. Sebagaimana diketahui, basis konstituen PAN mengandalkan anggota jamaahnya ormas Muhammadiyah. Disamping itu, juga dari segmen masyarakat terdidik dan masyarakat kelas menengah perkotaan. Karakter dari jamaah Muhammadiyah yang oleh banyak kalangan dikategorikan sebagai kelompok muslim modernis itu tentu berbeda dengan karakternya jamaah Nahdatul Ulama. Sikap taklidalias patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya itu merupakan hal yang bisa diterima dan lazim berlaku di kalangan Islam Tradisional. Namun sangat bisa jadi akan menjadi sesuatu hal yang terasa asing dan tak lazim bagi kelompok muslim modernis. Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini banyak diantara jamaah Muhammadiyah yang sudah mulai mengambil jarak dengan PAN. Bukan rahasia lagi, jika kalangan aktivis di ormas ini sudah merasa tak lagi at homedengan PAN. Sehingga, sangat bisa jadi loyalitas dukungan dari basis konstituen utamanya itu akan semakin menurun. Bahkan tak tertutup kemungkinan, PAN akan ditinggalkannya. Memang, bagi segmen masyarakat terdidik dan masyarakat kelas menengah perkotaan, mungkin sikap PAN itu akan dibaca sebagai sikap yang pro terhadap kemapanan. Sesuatu hal yang disukai oleh ceruk segmen ini. Akan tetapi, di ceruk segmen ini cara berfikirnya tentu sangat kritis, mengingat tingkat pendidikan yang relatif cukup tinggi. Sehingga sekalipun sikap pro kemapanan adalah sesuatu yang disukai, namun sikap itu menjadi terasa janggal jika dikaitkan dengan sikap yang diambil oleh Chandra Tirta Wijaya pada saat voting di sidang paripurna kemarin. Chandra Tirta Wijaya adalah salah seorang dari sembilan orang inisiator Hak Angket ini. Dan, Chandra Tirta Wijaya merupakan satu-satunya yang mempunyai pilihan berbeda dari kedelapan rekan-rekannya sesama inisiator Hak Angket. Berbeda memang bukan sesuatu hal yang akan dianggap aneh. Namun, tak tertutup kemungkinan akan dianggap sebagai hal yang aneh. Jika dikaitkan dengan posisinya sebagai inisiator yang sejak awal sampai menjelang berakhirnya masa kerja Pansus itu merasa sangat yakin ada permasalah di Skandal Century ini, yang kemudian tiba-tiba secara sontak berubah pilihannya karena tuntutan loyalitas terhadap garis komando fraksinya. Lebih aneh lagi, ternyata Lili Choididjah Wahid dan Ahmad Kurdi Moekri, sebagai sesama inisiator Hak Angket, ternyata bisa melakukan sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh Chandra Tirta Wijaya. Walau begitu, semua hal tersebut diatas itu menjadi tidak aneh, malahan mudah untuk dimengerti dan sangat bisa dimaklumi, apabila dikaitkan dengan kedekatan dan relasi hubungan yang bersifat khusus antara Hatta Rajasa dengan Presiden SBY, dan strategi PAN yang memang berusaha untuk bisa berada sedekat mungkin dengan pemilik kekuasan negara sehingga dapat berada di titik lingkaran pusat pengendali pemerintahan. Hal yang sama juga berlaku bagi PKB(Partai Kebangkitan Bangsa). Sesuatu hal yang sangat bisa dimengerti dan dimaklumi jika sikap PKB pun sama seperti sikap PAN. Hanya disini, fokus utama dari landasan sikapnya itu lebih untuk tujuan mengamankan posisi ketua umumnya dari ancaman kudeta. Sebagaimana diketahui, Muhaimin Iskandar mempunyai konflik yang cukup kronis dengan kelompoknya Gus Dur (almarhum). Padahal kelompok pesaing Muhaimin Iskandar ini mempunyai kedekatan yang lebih baik dengan basis massaNahdatul Ulama. Memang soal kurangnya kedekatan dengan basis massahal ini dibantah dengan keras oleh kelompoknya Muhaimin Iskandar. Namun fakta nyatanya, setelah PKB dipegang oleh Muhaimin Iskandar, perolehan suaranya sangat jauh merosot. Selain itu, jika Muhaimin Iskandar memang sangat berkepentingan untuk memperlihatkan sikap taklidnya itu agar Presiden SBY tak tergoda untuk melirik kepada pesaingnya yang dirasakan lebih potensial. Sebagai salah satu contohnya, Saefullah Yusuf yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur propinsi Jawa Timur. Banyak kalangan menilai bahwa Saefullah Yusuf lebih mempunyai potensi untuk membesarkan PKB jika diposisikan sebagai Ketua Umum. Belum lagi jika ditilik di soal kelihaian bermanuver ditambah dengan aksebilitasnya, oleh banyak kalangan, Saefulllah Yusuf jauh melebihi Muhaimin Iskandar. Oleh sebab itu, sangat bisa dimengerti jika Muhaimin Iskandar sangat terganggu oleh sikapnya Lili Choididjah Wahid pada sidang paripurna soal Skandal Century yang kemarin itu. Lili Choididjah Wahid dinilai telah menciderai prestasi Muhamin Iskandar dalam membawa PKB yang patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya kepada partai Demokrat. Apalagi pembelotannya Lili Choididjah Wahid telah membuat Muhaimin Iskandar menjadi kalah pamor dibandingkan dengan Hatta Rajasa dalam soal keberhasilan mendisiplinkan kader partainya. Maka, sangat bisa dimengerti jika Muhaimin Iskandar sangat berang dan memberikan peringatan keras kepada Lili Choididjah Wahid. Namun, disangsikan keberaniannya Muhaimin Iskandar untuk melanjutkan peringatannya itu dengan tindakan tegas berupa recall dan pemecatan. Hal yang agak berbeda justru ditunjukkan oleh PPP(Partai Persatuan Pembangunan). Sikapnya agak aneh, di awal terlihat ingin taklid tapi kemudian di akhirnya malahan balik badan. Pada voting tahap pertama, yang diwarnai dengan pembelotan dari salah satu kadernya yaitu Ahmad Kurdi Moekri, PPP memperlihatkan sikappatuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya. Namun di voting tahap kedua, PPP memperlihatkan sikap mbalelo terhadap kehendak dan keinginan Partai Demokrat. Walau, apabila PPP di voting tahap kedua bersikap taklid pun tetap saja kehendak dan keinginan Partai Demokrat akan tetap gagal. Mengingat jumlah suara yang dimiliki oleh PPP tak akan cukup untuk membalikkan keadaan dari kekalahan menjadi kemenangan. Akhirulkalam, sikap yang ditunjukkan oleh PAN(Partai Amanat Nasional) dan PKB(Partai Kebangkitan Bangsa) serta PPP(Partai Persatuan Pembangunan) itu tentu sudah diperhitungkan atas manfaat yang akan dipetiknya dan resiko yang akan diterimanya. Sudah tepatkah perhitungan mereka?. Jawabannya akan segera terlihat dari apa yang akan diperolehnya dari Presiden SBY, ditambah dengan apa yang akan diperolehnya dari konstituen pemilihnya di Pileg tahun 2014 mendatang. Wallahulambishshawab. * Catatan Kaki : Artikel lainnya yang berjudul ‘PAN diketiaknya SBY’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang berjudul ‘Demokrat dan Golkar serta PDIP’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , serta yang berjudul ‘The Century Band’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang berjudul ‘Kompromi Kebenaran atau Kebenaran Kompromi ?’ dapat dibaca dengan mengklik di sini . * Pengabdian PAN-PKB-PPP kepada Demokrat http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/05/pengabdian-pan-pkb-ppp-kepada-demokrat/ *
Ruhut Sitompul, SH adalah seorang pengacara yang sekaligus juga politisi flamboyan dari Partai Demokrat. Anak kedua dari empat bersaudara yang lahir pada tanggal 24 Maret 1954 di Medan Sumatera Utara ini sebelumnya pernah aktif di Partai Golkar. Selain itu, ia juga pernah menjadi salah satu dari pengacara atau pembela di sejumlah kasus yang membelit sejumlah yayasan miliknya mantan Presiden Soeharto. Tak hanya sebagai pengacara dan politisi saja, anak dari pasangan Humala Sitompul dan Surtani Panggabean ini juga pernah membintangi sejumlah sinetron, antara lainnya Gerhana, Anak Ibuku, Taman Mertua Indah, James Bono, serta beberapa acara lawak seperti antara lainnya Ngelaba, dan Asep Show, serta Ketoprak Humor. Ruhut yang alumni fakultas Hukum di Unpad ( Universitas Padjajaran) Bandung ini juga dahulunya terkenal dengan kuncir rambutnya. Akan tetapi saat ini, Ruhut berpenampilan plontos alias gundul. Mungkin karena penampilan barunya itu, maka perfomance Ruhut di sidang paripurna DPR juga tak seperti biasanya. Mungkin hal itu juga karena instruksi dari atasannya, atau entah oleh sebab yang lainnya, saat ini Ruhut tampak lebih pendiam dibandingkan biasanya. Padahal Ruhut Sitompul yang pengurus teras di Partai Demokrat ini terkenal dengan celetukannya yang vulgar, atau ada juga yang menyebutnya kontroversial, bahkan ada juga yang menengarainya sebagai politisi yang menyukai kalimat umpatan atau makian. Ruhut pernah mempopulerkan kata ‘bangsat’ saat sidang di Pansus. Juga pernah mempopulerkan kalimat yang bernuansa rasisme seperti ‘Arab tidak pernah membantu Indonesia’. Bahkan Ruhut yang juga dikenal dengan nama sebutan si Poltak ini pernah pula melontarkan kalimat ‘Si Cina, Kwik Kian Gie’ pada waktu diskusi yang digelar oleh Forum Umat Islam di Wisma Darmala Sakti,Jakarta. Tak hanya itu, saat Pansus memanggil Mantan Wapres Muhammad Jusuf Kalla, si Poltak dari Medan Sumatera Utara ini dituduh mempermainkan sebutan ‘daeng’ sehingga telah menyinggung dan melukai perasaan orang-orang dari etnis Makasar. Selain itu, Ruhut Sitompul ini juga suka sesumbar. Seperti contohnya pada saat Pansus berencana memanggil Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani. Saat itu Ruhut pada tanggal 20 Desember 2009 yang lalu pernah sesumbar bahwa ‘Saya akan menjamin saat Boedi dipanggil tidak datang, Sri Mulyani tidak datang saat dipanggil. Teman-teman bisa panggil saya keluar, rajam saya, cabut nyawa saya’. Disamping sesumbar, Ruhut juga sangat bersemangat dalam melakukan pembelaannya terhadap kawannya yang seiiring. Inilah yang dilakukannya sewaktu sidang Pansus Skandal Century. Saat itu Ruhut membela Partai PAN yang diteriaki ‘banci’. “Itu nggak boleh. Banci juga manusia, dan banyak banci-banci yang menonton (di TV)”, kata Ruhut Sitompul. Pembelaannya terhadap Partai PAN itu mengingat pada saat sidang paripurna DPR, sikap politik Partai PAN sejalan dengan yang diinginkan oleh Partai Demokrat. Sebagaimana diketahui, saat ini dari 9 fraksi yang ada di DPR, sikap politiknya terbelah menjadi dua kubu. Kubu pertama yang terdiri dari lima fraksi, yaitu PKS, Gerindra, Hanura, Partai Golkar, FPDIP, lebih cenderung untuk memilih opsi C yang menyatakan ada pelanggaran dalam kasus Bank Century. Sedangkan kubu kedua terdiri dari empat fraksi, yaitu Partai Demokrat, PAN, PKB, PPP, lebih cenderung untuk memilih opsi A yang menyatakan tidak ada pelanggaran dalam kasus Bank Century. Akhirulkalam, apakah penampilan yang cenderung agak santun dan sopan serta agak kalem dan pendiam yang diperlihatkan si Ruhut Sitompul politisi dari Partai Demokrat ini dapat bertahan dalam kurun waktu satu minggu ke depan ?. Wallahulambishswab. * Catatan Kaki : Artikel lain yang berjudul ‘Kompromi Kebenaran atau Kebenaran Kompromi ?’ dapat dibaca dengan mengklik di sini . * Ruhut sekarang Gundul http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/03/ruhut-sekarang-gundul/ * [Non-text portions of this message have been removed]