Wabah
Oleh: KH. Dr. A. Mustofa Bisri


Mula-mula tak ada seorang pun di rumah keluarga besar itu yang berterus
terang. Masing-masing memendam pengalaman aneh yang dirasakannya dan curiga
kepada yang lain. Masing-masing hanya bertanya dalam hati, "Bau apa ini?"
Lalu keadaan itu meningkat menjadi bisik-bisik antar 'kelompok' dalam
keluarga besar itu. Kakek berbisik-bisik dengan nenek. "Kau mencium sesuatu,
nek?"



"Ya. Bau aneh yang tak sedap!" jawab nenek.

"Siapa gerangan yang mengeluarkan bau aneh tak sedap ini?"

"Mungkin anakmu."

"Belum tentu; boleh jadi cucumu!"

"Atau salah seorang pembantu kita."

Ayah berbisik-bisik dengan ibu. "Kau mencium sesuatu, Bu?"

"Ya. Bau aneh yang tak sedap!" jawab ibu.

"Siapa gerangan yang mengeluarkan bau aneh tak sedap ini?"

"Mungkin ibumu."

"Belum tentu; boleh jadi menantumu."

"Atau salah seorang pembantu kita."



Demikianlah para menantu pun berbisik-bisik dengan isteri atau suami
masing-masing. Anak-anak berbisik antar mereka. Para pembantu berbisik-bisik
antar mereka. Kemudian keadaan berkembang menjadi bisik-bisik lintas
'kelompok'. Kakek berbisik-bisik dengan ayah atau menantu laki-laki atau
pembantu laki-laki. Nenek berbisik-bisik dengan ibu atau menantu perempuan
atau pembantu perempuan. Para menantu berbisik-bisik dengan orangtua
masing-masing. Ibu berbisik-bisik dengan anak perempuannya atau menantu
perempuannya atau pembantu perempuan. Ayah berbisik-bisik dengan anak
laki-lakinya atau menantu laki-lakinya atau pembantu laki-laki. Akhirnya
semuanya berbisik-bisik dengan semuanya.



Bau aneh tak sedap yang mula-mula dikira hanya tercium oleh masing-masing
itu semakin menjadi masalah, ketika bisik-bisik berkembang menjadi saling
curiga antara mereka. Apalagi setiap hari selalu bertambah saja anggota
keluarga yang terang-terangan menutup hidungnya apabila sedang berkumpul.
Akhirnya setelah semuanya menutup hidung setiap kali berkumpul, mereka pun
sadar bahwa ternyata semuanya mencium bau aneh tak sedap itu.



Mereka pun mengadakan pertemuan khusus untuk membicarakan masalah yang
mengganggu ketenangan keluarga besar itu.



Masing-masing tidak ada yang mau mengakui bahwa dirinya adalah sumber dari
bau aneh tak sedap itu.

Masing-masing menuduh yang lainlah sumber bau aneh tak sedap itu.



Untuk menghindari pertengkaran dan agar pembicaraan tidak mengalami
deadlock,  maka untuk sementara fokus pembicaraan dialihkan kepada
menganalisa saja mengapa muncul bau aneh tak sedap itu.



Alhasil, didapat kesimpulan yang disepakati bersama bahwa bau itu timbul
karena kurangnya perhatian terhadap kebersihan. Oleh karena itu diputuskan
agar semua anggota keluarga meningkatkan penjagaan kebersihan; baik
kebersihan diri mau pun lingkungan. Selain para pembantu, semua anggota
keluarga diwajibkan untuk ikut menjaga kebersihan rumah dan halaman. Setiap
hari, masing-masing mempunyai jadwal kerja bakti sendiri. Ada yang
bertanggungjawab menjaga kebersihan kamar tidur, ruang tamu, ruang makan,
dapur, kamar mandi, dst. Sampah tidak boleh dibuang di sembarang tempat.
Menumpuk  atau merendam pakaian kotor dilarang keras.



Juga disepakati  untuk membangun beberapa kamar mandi baru. Tujuannya agar
tak ada seorang pun anggota keluarga yang tidak mandi dengan alasan malas.
Siapa tahu bau itu muncul justru dari mereka yang malas mandi. Di samping
itu, semua anggota keluarga diharuskan memakai parfum dan menyemprot kamar
masing-masing dengan penyedap ruangan. Semua benda dan bahan makanan yang
menimbulkan bau, seperti trasi, ikan asin, jengkol, dsb. dilarang dikonsumsi
dan tidak boleh ada dalam rumah. Setiap jengkal tanah yang dapat ditanami,
ditanami bunga-bunga yang berbau wangi.



Ketika kemudian segala upaya itu ternyata tidak membuahkan hasil dan justru
bau aneh tak sedap itu semakin menyengat, maka mereka menyepakati untuk
beramai-ramai memeriksakan diri. Jangan-jangan ada seseorang atau bahkan
beberapa orang di antara mereka yang mengidap sesuatu penyakit. Mereka
percaya ada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan bau seperti misalnya
sakit gigi, sakit lambung, paru-paru, dsb. Pertama-tama mereka datang ke
puskesmas dan satu-persatu mereka diperiksa. Ternyata semua dokter puskesmas
yang memeriksa mereka menyatakan bahwa mereka semua sehat. Tak ada seorang
pun yang  mengidap sesuatu penyakit. Tak puas dengan pemeriksaan di
puskesmas,  mereka pun mendatangi dokter-dokter spesialis; mulai dari
spesialis THT, dokter gigi, hingga ahli penyakit dalam. Hasilnya sama saja.
Semua dokter yang memeriksa, tidak menemukan kelainan apa pun pada
kesemuanya.



Mereka merasa gembira karena oleh semua dokter --mulai dari dokter puskesmas
hingga dokter-dokter spesialis-- di kota, mereka dinyatakan sehat.
Setidak-tidaknya bau aneh dan busuk yang meruap di rumah mereka kemungkinan
besar tidak berasal dari penyakit yang mereka idap. Namun ini tidak
memecahkan masalah. Sebab bau aneh tak sedap itu semakin hari justru semakin
menyesak dada. Mereka pun berembug kembali.



"Sebaiknya kita cari saja orang pintar;" usul kakek sambil menutup hidung,
"siapa tahu bisa memecahkan masalah kita ini."



"Paranormal, maksud kakek?" sahut salah seorang menantu sambil menutup
hidung.



"Paranormal, kiai, dukun, atau apa sajalah istilahnya; pokoknya yang bisa
melihat hal-hal yang gaib."



"Ya, itu ide bagus;" kata ayah sambil menutup hidung mendukung ide kakek,
"jangan-jangan bau aneh tak sedap ini memang bersumber dari makhluk atau
benda halus yang tidak kasat mata."



"Memang layak kita coba;" timpal ibu sambil menutup hidung, "orang gede dan
pejabat tinggi saja datang ke 'orang pintar' untuk kepentingan pribadi,
apalagi kita yang mempunyai masalah besar seperti ini."



Ringkas kata akhirnya mereka beramai-ramai mendatangi seorang yang terkenal
'pintar'. 'Orang pintar' itu mempunyai banyak panggilan. Ada yang
memanggilnya Eyang, Kiai, atau Ki saja. Mereka kira mudah. Ternyata pasien
'orang pintar' itu jauh melebihi pasien dokter-dokter spesialis yang sudah
mereka kunjungi. Mereka harus antre seminggu lamanya, baru bisa bertemu
'orang pintar' itu. Begitu masuk ruang praktek sang Eyang atau sang Kiai
atau sang Ki, mereka terkejut setengah mati. Tercium oleh mereka bau yang
luar biasa busuk. Semakin dekat mereka dengan si 'orang pintar' itu, semakin
dahsyat bau busuk menghantam hidung-hidung mereka. Padahal mereka sudah
menutupnya dengan semacam masker khusus. Beberapa di antara mereka  sudah
ada yang benar-benar pingsan.  Mereka pun balik kanan. Mengurungkan niat
mereka berkonsultasi dengan dukun yang ternyata lebih busuk baunya daripada
mereka itu.



Keluar dari ruang praktek, mereka baru menyadari bahwa semua pasien yang
menunggu giliran, ternyata memakai masker. Juga ketika mereka keluar dari
rumah sang dukun mereka baru ngah bahwa semua orang yang mereka jumpai di
jalan, ternyata memakai masker.



Mungkin karena beberapa hari ini seluruh perhatian mereka tersita oleh
problem bau di rumah tangga mereka sendiri, mereka tidak sempat
memperhatikan dunia di luar mereka. Maka ketika mereka sudah hampir putus
asa dalam usaha mencari pemecahan problem tersebut, baru mereka kembali
membaca koran, melihat tv, dan mendengarkan radio seperti kebiasaan mereka
yang sudah-sudah. Dan mereka pun terguncang. Dari siaran tv yang mereka
saksikan, koran-koran yang mereka baca, dan radio yang mereka dengarkan
kemudian, mereka menjadi tahu bahwa bau aneh tak sedap yang semakin hari
semakin menyengat itu ternyata sudah mewabah di negerinya. Wabah bau yang
tak jelas sumber asalnya itu menjadi pembicaraan nasional. Apalagi setelah
korban berjatuhan setiap hari dan jumlahnya terus meningkat.  Ulasan-ulasan
cerdik pandai dari berbagai kalangan ditayangkan di semua saluran tv,
diudarakan melalui radio-radio, dan memenuhi kolom-kolom koran serta
majalah. Bau aneh tak sedap itu disoroti dari berbagai sudut oleh berbagai
pakar berbagai disiplin. Para ahli kedokteran, ulama, aktivis LSM, pembela
HAM, paranormal, budayawan, hingga politisi, menyampaikan pendapatnya dari
sudut pandang masing-masing. Mereka semua –seperti halnya keluarga besar
kita— mencurigai banyak pihak sebagai sumber bau aneh tak sedap itu. Tapi
–seperti keluarga besar kita—tak ada seorang pun di antara mereka yang
mencurigai dirinya sendiri.



Hingga cerita ini ditulis, misteri wabah bau aneh tak sedap itu belum
terpecahkan. Tapi tampaknya sudah tidak merisaukan warga negeri lagi. Karena
mereka semua sudah menjadi kebal. Bahkan masker penutup hidung pun mereka
tak memerlukannya lagi. []



KH. Dr. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar
Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.


-- 
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: ppiindia-dig...@yahoogroups.com
5. No-email/web only: ppiindia-nom...@yahoogroups.com
6. kembali menerima email: ppiindia-nor...@yahoogroups.com
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ppiindia-dig...@yahoogroups.com 
    ppiindia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke