http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/28/03321574/waspadai.jangka.panjang.pasar.modal.global
BURSA Waspadai Jangka Panjang Pasar Modal Global Rabu, 28 April 2010 | 03:32 WIB Jakarta, Kompas - Indeks harga saham dalam negeri melemah menyusul aksi jual investor atas saham-saham unggulan. Pelemahan lebih tajam tidak terjadi karena ditopang oleh penguatan saham-saham lapis kedua. Pelemahan ini dianggap sebagai koreksi yang wajar. Namun, di sisi lain, investor harus terus memonitor dan mewaspadai penyelesaian krisis keuangan di Yunani dan beberapa negara di Eropa. Sebab, apabila krisis di Yunani lebih parah daripada yang diperkirakan saat ini, bisa memberikan dampak buruk bagi pasar modal global. Tingginya kontribusi pelemahan saham-saham unggulan terhadap penurunan indeks harga saham dalam negeri kemarin tecemin dari penurunan Indeks LQ-45 dan Kompas100 yang lebih tajam dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Selasa (27/4), IHSG hanya melemah 0,19 persen ke level 2.939. Sementara Indeks LQ-45 turun 0,57 persen menjadi 568 dan Indeks Kompas100 merosot 0,22 persen ke level 709. Tekanan jual terhadap saham-saham unggulan sudah mulai terasa sejak awal perdagangan. Beberapa saham unggulan yang merosot tajam adalah saham Astra International turun Rp 800 ke Rp 46.200 dan saham Indosat turun Rp 150 ke level Rp 5.950. Adapun beberapa saham lapis kedua yang menguat tajam adalah saham Bank CIMB Niaga naik Rp 80 menjadi Rp 1.030 dan saham Eatertainment International naik Rp 90 ke Rp 450. Menanggapi penurunan indeks harga saham dalam negeri kemarin, pengamat ekonomi dan pasar modal Ferry Latuhihin mengatakan, pelemahan itu hanyalah koreksi kecil dan biasa karena semua pasar di Asia masih dibayangi tragedi finansial di Yunani. Bahkan, pelemahan yang terjadi di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan, misalnya, di Bursa Hongkong yang turun 1,51 persen dan Bursa Shanghai 2,07 persen. Yang menjadi masalah saat ini, lanjut Ferry, apakah pasar modal global akan tetap bertahan kuat seandainya tragedi Yunani ternyata lebih buruk daripada yang diperkirakan. Sebab, untuk menyelamatkan krisis itu, utang swasta akan berpindah ke pemerintah dan di kemudian hari akan meningkatkan beban pemerintah di negara-negara maju. ”Dalam jangka panjang, itu bisa membuat negara-negara maju mengetatkan kebijakan keuangannya untuk menutup bolongnya kas pemerintah. Kalau ini terjadi, tentu kabar buruk bagi pasar modal,” kata Ferry. Sementara itu, Kepala Riset PT Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan, sejak awal, krisis keuangan di Yunani diperkirakan akan melebar. Sebab, jika defisit anggaran di Yunani harus ditalangi, Uni Eropa juga harus melakukan hal serupa atas Portugal, Spanyol, bahkan Italia yang punya masalah serupa dengan Yunani. ”Dana yang dibutuhkan menalangi defisit Yunani saja sudah 60 miliar dollar AS, untuk Spanyol bisa empat kali lipat, apalagi Italia. Ini memberatkan keuangan Uni Eropa,” kata Poltak. Sementara bila defisit anggaran Yunani dan negara lainnya tidak ditalangi, bank-bank di Eropa bisa mengalami guncangan karena cukup banyak memegang obligasi Yunani dan negara-negara bermasalah lainnya. Bila akhirnya Uni Eropa menalangi defisit anggaran Yunani dan negara lainnya, dalam jangka panjang, tambah Poltak, mata uang euro akan tertekan. Uni Eropa sangat mungkin melakukan pengetatan di sektor keuangan yang berdampak buruk bagi pasar modal global. (REI) [Non-text portions of this message have been removed]