Refleksi : Alangkah sangat bagus bila bisa diketahui berapa banyak orang yang 
disumpah seperti pada gambar dibawah ini tidak korupsi?

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/05/11/115105-tiga-syarat-menjadi-pejabat

Tiga Syarat Menjadi Pejabat
Selasa, 11 Mei 2010, 06:41 WIB

     
Pandega/Republika


ilustrasi
Oleh Abdullah Hakam Shah MA

Ketika baru dibaiat sebagai khalifah, Umar bin Abdul Aziz meminta masukan dan 
nasihat dari sejumlah tabiin terkemuka. Satu per satu menyampaikan masukannya. 
Umar bin Abdul Aziz pun mendengarkannya dengan saksama. Sampai tiba giliran 
Thawus bin Kaisan, ia hanya berkata singkat, ''Jika Anda ingin membangun tata 
kelola pemerintahan yang baik, pilihlah orang-orang baik sebagai pejabat.''

Masukan Thawus tersebut barangkali tidak sementereng teori-teori pemberantasan 
korupsi yang ramai dikemukakan dewasa ini. Namun, ketika teori yang mentereng 
itu tak jua berhasil, bahkan iming-iming remunerasi pun berujung pada semakin 
maraknya praktik penilapan uang rakyat. Kini, apa yang disampaikan Thawus 
menjadi menarik untuk direnungkan kembali.

Dari teladan Rasulullah SAW dan khulafaurrasyidin RA, paling tidak ada tiga 
kriteria orang baik yang membuatnya layak diamanahi suatu jabatan. Pertama, ia 
tidak terlalu berambisi merengkuh jabatan itu, apalagi sampai menghalalkan 
segala cara.

Dalam sebuah hadis sahih dari Abu Musa al-Asy'ari, Rasulullah SAW bersabda, 
''Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan suatu jabatan kepada orang yang 
memintanya atau berambisi mendapatkannya.'' (HR Muslim).

Sebab, ketika seseorang sampai menghalalkan segala cara untuk memperoleh suatu 
jabatan, bisa dipastikan ia akan sulit berlaku amanah. Alih-alih diharapkan 
berkorban untuk kesejahteraan rakyat, ia justru akan sibuk mengembalikan modal 
yang pernah dikeluarkannya, memperkaya diri, dan mencari prestise lewat jabatan 
yang diemban.

Kedua, ia taat beribadah dan memiliki relasi sosial yang baik. Ketika Umar bin 
Khattab RA mengangkat Nafi' bin al-Harits sebagai gubernur Makkah, Nafi' 
memilih Ibnu Abza untuk mengepalai masyarakat yang tinggal di daerah lembah 
dekat Makkah.

Padahal, Ibnu Abza hanyalah bekas budak di komunitas tersebut. Saat Umar bin 
Khattab mengonfirmasi hal itu, Nafi' menjawab, ''Ia memang bekas budak, tetapi 
ia hafal Alquran, paham masalah faraidl (waris), dan sering memutuskan 
persoalan masyarakat dengan adil.'' (HR Ahmad). Maka, Umar pun memuji pilihan 
Nafi' karena melihat kapabilitas dan tingkat akseptabilitas Ibnu Abza.

Ketiga, ia adalah pribadi yang sederhana dalam kesehariannya. Sebab, hanya 
pejabat dengan gaya hidup yang sederhanalah yang bisa imun (tahan) dari godaan 
kemewahan dunia. Sebaliknya, gaya hidup mewah sangat potensial menjerumuskan 
seorang pejabat untuk melakukan korupsi walaupun telah dimanjakan dengan gaji 
dan remunerasi yang lebih dari cukup. Padahal, Rasulullah SAW telah menegaskan 
bahwa pejabat yang curang dan korup tidak akan pernah mencium wangi surga (HR 
Bukhari dan Muslim). Allahumma qad ballaghtu. Wa Allahu A'lam.



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke