-------- Original Message --------
Subject:        [Koran-Digital] Ichsanuddin Noorsy : Siapa Menkeu yang Akan 
Datang?
Date:   Tue, 18 May 2010 08:11:20 +0700
From:   Koran Digital <korandigi...@gmail.com>
Reply-To:       koran-digi...@googlegroups.com
To:     koran-digi...@googlegroups.com



Siapa Menkeu yang Akan Datang?

Tuesday, 18 May 2010
Belajar dari peristiwa rekrutmen menteri sebelumnya, sebenarnya dapat 
diduga siapa sosok pengganti Sri Mulyani Indrawati (SMI) di Kementerian 
Keuangan (Kemenkeu).


Ada lima indikator pemandu dengan merujuk pengalaman itu. Pertama, sosok 
yang tidak berseberangan dengan tiga pilar globalisasi, yaitu Bank 
Dunia,IMF, dan WTO. Sosok seperti ini juga tidak boleh kontroversial di 
domestik yang acap kali disebut sebagai bersahabat dengan pasar walau 
pasar yang dimaksud adalah pasar uang atau lantai bursa. Kemudian media 
massa besar di Jakarta pun akan memandang yang bersangkutan dengan 
positif, tidak disebut diberitakan sebagai nasionalisme sempit dan 
parpol tidak berkeberatan. Dengan demikian menteri keuangan (menkeu) 
yang akan datang adalah yang hangat bersahabat dengan Barat dan 
beraliran pasar bebas, perdagangan bebas,dan kebebasan investasi.

Walaupun para pemimpin negaranegara maju melakukan proteksi ke dalam dan 
menuntut liberal ke luar, sosok menkeu yang akan datang tidak akan 
mencontoh hal itu karena takut dituding nasionalisme sempit atau 
chauvinis. Kedua, akan dipilih sosok yang bisa beralasan secara 
akademik, mampu meyakinkan publik bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai 
adalah seperti yang sebelumnya walau pidato pelantikan Presiden RI 
sendiri pada Oktober 2009 menyatakan perlunya pertumbuhan ekonomi 
inklusif. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang di dalamnya terkandung 
kapasitas mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan secara 
signifikan. Angka-angka BPS memang menunjukkan berkurangnya pengangguran 
dan kemiskinan, tetapi fakta menyatakan hal berbeda.

Dengan begitu akan dipilih menkeu yang latar belakang akademiknya bagus, 
beraliran pasar bebas, tetapi belum tentu mampu menerbitkan kebijakan 
yang mengatasi penyakit ekonomi neoklasikal: mencegah keserakahan, 
menghapus kemiskinan, menyediakan lapangan kerja sehingga tercapai 
keterserapan angkatan kerja penuh dan relatifnya ketimpangan regional, 
sektoral, dan intelektual. Ketiga, menkeu yang akan datang harus bisa 
bergaul dengan parpol dan DPR walau yang bersangkutan tidak datang dari 
lingkungan parpol.Menkeu seperti ini akan mengaktifkan peran lobi dan 
akan mencari sosok pembantu yang bisa menjembatani pemerintah dan DPR. 
Bukan sosok pembantu presiden yang tidak disukai DPR.

Keempat,menkeu yang mengetahui isi dan amanat ekonomi konstitusi, tetapi 
dalam kebijakannya tidak menjadi pertimbangan utama. Alasannya,akan 
bertentangan dengan tingkat kepercayaan pasar walau pasar yang dimaksud 
adalah pasar uang, bukan sektor riil. Karena pertimbangan utamanya 
adalah karpet merah buat investor asing dan bukan karpet merah untuk 
pemilik kedaulatan rakyat, maka menkeu yang akan datang adalah menkeu 
yang politik anggarannya secara normatif saja sesuai dengan amanat 
konstitusi, tetapi tidak sesuai dengan isi dan semangat konstitusi itu 
sendiri. Karena itu kebijakan fiskal dan politik anggarannya tidak jauh 
berbeda dengan kebijakan sebelumnya. Mereka menyebutnya sebagai 
kebijakan berkesinambungan (sustainable policy).

Kelima, karena persoalan simpati kaum perempuan, maka sosok menkeu yang 
akan datang juga perempuan. Logikanya sederhana. Pemilih perempuan dalam 
Pemilu 2009 cukup signifikan dan bersimpati kepada politisi sekarang 
ini. Mereka tidak ingin kehilangan simpati apalagi sampai 
disumpahserapahi kaum perempuan. Itu menunjukkan bahwa yang berpeluang 
masuk ke Lapangan Banteng satu adalah perempuan berkualitas seperti di 
atas.

Misalnya Armida Alisjahbana (Meneg PPN/Kepala Bappenas), Ani Ratnawati 
(sekarang Dirjen Anggaran), atau Mari Elka Pangestu (Menteri 
Perdagangan) yang dinilai sukses mengegolkan UU 25/2007 tentang 
Penanaman Modal yang sesuai dengan kehendak Bank Dunia. Kalaupun bukan 
perempuan, mereka yang punya jiwa nasionalis sejati, bukan nasionalis 
kata-kata, jangan berharap terlalu tinggi. Realitas politik dan ekonomi 
mengatakan, rezim neoliberal tetap berkelanjutan.

*** Reka-reka menkeu yang akan datang itu membawa kita pada pertanyaan: 
akankah menkeu tersebut mampu menolak pinjaman luar negeri dari Bank 
Dunia seperti yang dilakukan Siti Fadilah Supari saat menjadi menteri 
kesehatan? Akankah menkeu yang akan datang itu sekaligus 
merestrukturisasi utang dalam dan luar negeri sehingga tekanan fiskal 
karena pembayaran pokok dan bunga utang dapat dikurangi dan Indonesia 
tidak menjadi pengemis untuk membangun harkat dan martabat bangsa?

Akankah kursi menkeu yang akan datang diduduki oleh mereka yang memahami 
jiwa perekonomian Indonesia bahwa penyelamat krisis ekonomi Indonesia 
berkali-kali dan penyumbang terbesar PDB (di atas 53%) adalah UMKM? 
Akankah pemegang kendali organisasi keuangan di Lapangan Banteng 
itu––setara dengan kewenangan perdana menteri–– menerbitkan kebijakan 
yang mendorong sektor riil? Ataukah menkeu yang akan datang cerdas 
menarik simpati media dan investor asing sehingga kembali menerima 
penghargaan media asing yang juga disebut sebagai darling of foreign 
investor sebagaimana Sidney Morning Heraldmenuliskan hal itu untuk SMI? 
Sejak Soeharto berkuasa hingga hari ini, mereka yang berkuasa di 
Lapangan Banteng tidak pernah sosok yang mampu menolak “kemurahan hati” 
Bank Dunia.

Justru karena kemurahan hati itu, Indonesia yang katanya sukses mencapai 
pertumbuhan positif di era krisis tidak mempertanyakan secara kritis 
peranan Bank Dunia. Begitu banyak orang terkagum pada peranan dan gengsi 
Bank Dunia, dari level tertinggi di negeri ini sampai kepada orang 
Indonesia yang tidak tahu sekalipun keras dan beringasnya kebijakan 
mereka. Saya memiliki belasan buku yang diterbitkan oleh penerbit 
bergengsi di AS dan ditulis ekonom kenamaan di Negeri Paman Sam yang 
bercerita bagaimana kemurahan hati itu bermuatan kekerasan dan 
keberingasan untuk kepentingan korporasi besar dan negara yang 
bersangkutan.Buku-buku ini bukan saja tidak mau dibaca oleh ekonom 
Indonesia, tapi juga dikesampingkan.

Saya pernah bilang pada suatu diskusi di Fakultas Ekonomi Universitas 
Indonesia Jurusan Ilmu Ekonomi, kalau buku-buku ini tidak diakui,bahkan 
ditolak, coba ekonom Indonesia membantahnya pula dengan buku sehingga 
tradisi intelektual tumbuh berkembang secara sehat. Pengakuan akan murah 
hati dan hebatnya Bank Dunia itu sebenarnya merupakan wujud kekerasan 
simbolik,yakni mereka yang dijajah dan mendapat perlakuan kekerasan 
sebagai akibat kebijakan kaum penjajah justru memuji dan mengagumi 
penjajah karena keberhasilan kaum penjajah menjungkirbalikkan sistem 
nilai dan cita-cita kehidupan pihak terjajah. Hal ini bisa disebut juga 
sebagai Stockholm Syndrome yang menceritakan sikap simpati korban 
perampokan terhadap perampoknya. Jadi, kalau kriterianya seperti di 
atas, tidak mungkin menkeu yang akan datang menolak utang dari Bank 
Dunia dan merestrukturnya.

Mungkin juga menkeu yang akan datang memahami jiwa dan karakter 
perekonomian Indonesia. Namun, seperti sahabat dekatnya di gedung megah 
Air Mancur Thamrin, mereka akan lebih senang dan bergengsi jika 
membicarakan secara mendalam hukum penawaran dan permintaan, baik 
internal maupun eksternal. Soal bergeraknya sektor riil? Itu bukan 
tujuan karena mencapai pertumbuhan PDB sesuai dengan target walau tidak 
berkualitas jauh lebih strategis. Akankah ada jawaban atau 
keterpanggilan bahwa kedaulatan politik sama dan sebangun dengan 
kedaulatan ekonomi? Hampir dapat dipastikan menkeu yang akan datang 
tidak bisa menjawabnya.(*)

Ichsanuddin Noorsy
Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/325002/
-- 
"One Touch In BOX"

To post : koran-digi...@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius 
Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda.
- Berdiskusilah dengan baik dan bijak.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
“Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi 
perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan.” 
-- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di 
belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: ppiindia-dig...@yahoogroups.com
5. No-email/web only: ppiindia-nom...@yahoogroups.com
6. kembali menerima email: ppiindia-nor...@yahoogroups.com
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ppiindia-dig...@yahoogroups.com 
    ppiindia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to