http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=NzMyMg==
Tema: Reformasi Birokrasi untuk Lingkungan Hidup Reformasi Birokrasi Menuju Reformasi Biokrasi Oleh : Erlina Rachmawati (Guru SMK Perikanan Nusantara Demak) Tanggal : Selasa, 25 Mei 2010 ERA orde baru sudah lama berlalu. Genderang reformasi sudah lama berdengung di telinga kita. Reformasi membuka tabir era keterbukaan perluasan kebebasan, kompetisi dan peran serta masyarakat. Pemimpin dipilih oleh rakyat secara langsung melalui perwakilan rakyat. Kebebasan dalam penentuan kebijakan pembangunan dibuat lebih terbuka. Kritik dan saran rakyat terungkap lewat pelaksanaan demokrasi. Pemimpin ditekankan lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Perang anti korupsi giat dikibarkan. Peradilan bebas kian ditegakkan demi rakyat supaya tidak tertindas. Reformasi sudah berjalan selama 10 tahun lebih, pemerintahan menuju reformasi sudah silih berganti. Namun sejauh ini tidak ada kemajuan yang signifikan untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup. Reformasi mendorong laju langkah pembangunan berlipat sangat cepat. Pabrik dan gedung berdiri megah. Kemajuan sangat cepat melaju, bak meteor meluncur dari angkasa. Tapi apakah kecepatan langkah juga untuk pengelolaan lingkungan hidup? Saya pikir gerak langkah pembangunan era refomasi berbanding terbalik dengan laju penyelamatan lingkungan. Realitanya pembangunan apapun bidang, seberapa besar pembangunan itu dijalankan, pastilah menambah beban lingkungan. Terlebih lagi bila pembangunan yang dilaksanakan tidak sejalan dengan pembangunan dibidang lingkungan hidup. Nyatanya reformasi yang gencar didengungkan lebih tertuju ke arah pembangunan bidang perekonomian, industri, sosial, ilmu pengetahuan, kelembagaan, birokrasi dan demokrasi. Sementara pembangunan bidang lingkungan hidup yang ada di sekitar kita, selalu menjadi agenda sampingan manakala dampaknya sudah mulai memasyarakat. Di tengah suksesnya Indonesia membangun reformasi demokrasi dengan pembangunan disegala bidang, disaat itu juga kerusakan lingkungan justru meningkat tajam. Pembalakan hutan secara liar dan pembakaran hutan semakin mempercepat laju kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan hidup dimana saja selalu meminta pajak sosial, ekonomi yang tidak murah. Masyarakat menjerit kesakitan manakala bencana alam, banjir, tanah longsor menimpa rumah dan pemukiman mereka. Mereka kehilangan harta benda dan nyawa. Banjir dengan sampah bawaan yang membuat air berubah menjadi berbau, berwarna dan berasa. Wabah penyakit kulit gatal-gatal, diare, desentri, typus, dan penyakit saluran pernafapan seperti TBC, pneumonia dan lain-lain. Bau tak sedap dari timbunan sampah menggangu pernafasan dan merusak keindahan lingkungan. Sentuhan pengelolaan lingkungan akan mulai terdengar manakala dampak sudah mewabah di masyarakat. Seminar, diskusi, symposium, spanduk, baleho atau sejenisnya mulai digiatkan. Dapatkah itu terlaksana bila hanya sebuah slogan atau gembar-gembor belaka. Tanpa ada bukti nyata. Pembangunan lingkungan yang terabaikan dalam waktu yang panjang menyebabkan laju kerusakan berjalan semakin cepat dibanding dengan laju rehabilitasi dan perbaikan lingkungan. Sementara pertumbuhan industri dan urbanisasi yang semakin berkembang menghasilkan akumulasi kerusakan lingkungan hidup sehingga kemajuan ekonomi dan material yang diperoleh berjalan berbanding terbalik dengan penurunan kualitas lingkungan hidup secara terus menerus. Penyelamatan lingkungan hidup harus segera dilakukan. Tapi tanggung jawab siapa? Lingkungan hidup sudah selayaknya menjadi tanggung jawab kita bersama, pemerintah, jajaran bisnis atau industrialisasi dan masyarakat sosial. Bagaimana usaha penyelamatan bisa berjalan? Peran serta dan dukungan setiap elemen masyarakat harus saling terkait. Pengarusutamaan lingkungan hidup haruslah menjadi agenda harian disetiap hati nurani masyarakat. Bagaimana sebuah reformasi birokrasi dapat mendukung pengelolaan lingkungan? Reformasi yang dikembangkan dituntut membangun sistem politik hijau yang sensitive lingkungan (green policy). Artinya menjadikan lingkungan hidup sebagai politik utamanya dengan kebijakan yang harus mampu menopang aspek lingkungan. Politik hijau dijalankan bila sudah terbangun sensitifitas lingkungan. Bagaimana cara membangun sensitifitas lingkungan? Tentu bukan perkara yang mudah. Karena membangun sensitifitas lingkungan membutuhkan dana, sarana yang tidak sedikit serta kepedulian untuk konsisten dalam gerak langkahnya. Rata-rata yang terjadi adalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang lebih tanpa harus mengeluarkan dana lebih. Kalau begitu kita sudah bertindak egois terhadap diri kita sendiri maupun lingkungan. Bagaiman tidak, sisi plus minus dari pembangunan pastilah akan kita rasakan. Tapi mengapa kita tidak sedikit berbaik hati dengan lingkungan ? Reformasi birokrasi harus mengarahkan pada kebijakan lingkungan (biokrasi). Pelaksanaan biokrasi bukan rumusan system yang mudah dan instant, karena penyadaran lingkungan belum mendarahdaging pada setiap elemen birokrasi. Tetapi perlu langkah- untuk memulai secara sedikit demi sedikit. 1. Pemerintah sebagai pelaku utama dalam sebuah reformasi sangat menentukan laju perubahan yang dikembangkan mulai dari pemerintahan tertinggi (presiden) sampai pemerintahan terendah (kelurahan), lembaga legislative maupun yudikatif. Reformasi demokrasi memunculkan banyak partai-partai politik yang berebut menduduki dewan legislative. Sekian banyak partai politik, adakah yang mengibarkan bendera hijau sebagai konsekwensi partai berbasis lingkungan. Peran pemerintah dan rakyat harus sensitifitas terhadap penyelamatan lingkungan sangat menentukan kinerja partai yang berkibar 2. Peraturan Perundangan yang dibuat oleh pemerintah haruslah berbasis lingkungan baik berbentuk formal maupun penerapan etika lingkungan hidup yang memandu semua pihak untuk menjaga aturan yang sudah disepakati. 3. Perbaikan pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan penguatan kelembagaan, manajemen, sumberdaya manusia dan dana yang layak. Diharapkan dalam penetapan APBN, anggaran untuk lingkungan harus segera disikapi secara bijaksana sehingga penyelamatan lingkungan bisa berjalan lancar. 4. Mekanisme perbaikan pengelolaan lingkungan hidup harus disusun dengan system yang konsekwen mendukung upaya tersebut sekaligus dilaksanakan secara sistematik agar tujuan dapat tercapai 5. Peran serta masyarakat dan publik yang sadar lingkungan sangat mendukung upaya. Dibidang apapun, sekecil apapun peran itu, akan dapat membantu perbaikan kualitas lingkungan. Misalnya penghijauan ditiap halaman dan pekarangan, pemanfaatan lahan kosong untuk dihijaukan kembali, pemanfaatan fauna untuk kepentingan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan (perikanan, peternakan). Pemanfaatan flora (pertanian, kehutanan) untuk kepentingan ekonomi produksi Reformasi birokrasi dapat berjalan seiring dengan berjalannya reformasi biokrasi asalkan ada satu komitmen yang kuat dan utuh untuk tujuan kesejahteraan dan keberlanjutan peri kehidupan umat manusia. Bagaimana Biokrasi dapat kita jalankan? Teorinya mungkin mudah kita ungkapkan, tapi bagaimana pelaksanaannya? Dibutuhkan kerja ektra keras bersama untuk mewujudkan reformasi biokrasi (birokrasi berbasis lingkungan ) antara lain : 1. Membentuk dan mengembangkan partai politik dalam dewan legislatif dengan mengagendakan kebijakan yang sensitif lingkungan dan menjaga pengarusutamaan lingkungan hidup dan menerapkan Partai Hijau yang memperjuangkan isu lingkungan 2. Mengajak kalangan eksekutif, pengusaha swasta serta masyarakat termasuk dunia pendidikan dalam pengolahan aspirasi dan perumusan pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. 3. Memasyarakatkan green attitude (perilaku hijau) dalam kehidupan masyarakat dan lembaga pemerintah. Baik desain interior eksterior yang sensitif lingkungan 4. Memprioritaskan kebijakan penyelamatan lingkungan hidup dengan menyusun Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang yang sensitive lingkungan. 5. Menyusun anggaran belanja Pemerintah yang berazas sensitivitas lingkungan 6. Memperkuat lembaga penegak hukum yang berfungsi sebagai penjaga penyelamatan lingkungan dan memperkuat forum aksi lingkungan dari masyarakat. 7. Mengarusutamakan lingkungan dalam kurikulum disekolah baik dari pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi dengan harapan sensitivitas lingkungan sudah merasuk dalam pola pikir dan pembentukan karakter sejak dini. 8. Memperbanyak hutan kota dan hutan rumah ditengah keterbatasan lahan di tengah kota dan di perumahan masyarakat. Tak terbatas oleh hal tersebut di atas, peran setiap individu dalam hidup sehari-hari merupakan penyelamatan lingkungan yang terkuat untuk memelihara dan menyelamatkan lingkungan hidup. Jangan menunggu diperintah oleh pemerintah, mulai dari diri sendiri, mulai saat ini. Sekecil apapun peran setiap individu akan besar maknanya dalam upaya penyelamatan lingkungan. Sayangi lingkungan,?. Untuk hidupmu dan masa depanmu.(*) [Non-text portions of this message have been removed]