Refleksi : Apakah ini ada sebahagian gejala "evolusi" yang dikatakan oleh 
Darwin?

http://regional.kompas.com/read/2010/06/02/09364729/Si.Tole.Manusia.Bersisik.Gegerkan.Ende

Ada juga manusia berwajah monyet
Si Tole Manusia Bersisik Gegerkan Ende
Rabu, 2 Juni 2010 | 09:36 WIB

POS KUPANG
Ari Wibawa alias si Tole dengan kulit bersisik seperti kulit ular 

KOMPAS.com - Warga Kota Ende, Nusa Tenggara Timur, dihebohkan dengan adanya 
pria bersisik dan wanita berwajah mirip monyet. Kabar yang menggegerkan warga 
sejak tiga hari lalu bukan bualan semata. Manusia langka ini benar-benar ada di 
Kota Ende. 

Keduanya adalah Ari Wibawa alias Si Tole (13), bocah dengan tubuh penuh sisik 
mirip ular, dan Septiani Abdullah (11), anak perempuan yang wajahnya mirip 
monyet. Sekujur tubuh Septiani mulai dari tengkuk ditumbuhi rambut.

Si Tole dan Septiani hadir di Gedung Baranuri, Ende, sejak Sabtu (29/5/2010) 
malam. Mereka akan berada di Ende sampai dua minggu mendatang.

Si Tole adalah anak sulung pasangan Erman dan Nur Ali yang berasal dari Desa 
Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, Banten. Tubuh Si 
Tole penuh sisik, mirip ular yang hendak berganti kulit. Dari telapak kaki 
sampai kepala semuanya bersisik. Setiap 41 hari dia berganti kulit dan 
kejadiannya telah berlangsung sejak dia dilahirkan. Adiknya bernama Aris yang 
kini berusia delapan tahun kondisinya normal.

Menurut Arfan Afandi, kakek Si Tole yang mendampinginya bersama pengurus 
Yayasan Gebyar Manusia Langka Jakarta, setiap 15 menit tubuh Si Tole harus 
dibasahkan dengan air. Tak hanya itu, setiap tiga jam tubuhnya juga harus 
diolesi dengan lotion merek Lacticer seharga Rp 125.000/tube. Lotion ini hanya 
sekali pakai dan habis.

Jika tak diolesi lotion, tubuh Si Tole akan mengerut menyerupai patung. 
"Seperti mayat hidup, mirip orang yang tubuhnya terbakar. Mengeras, dia tak 
bisa bergerak seperti jadi kaku. Kalau dibiarkan terlalu lama, dia tak bisa 
bicara karena kerutan di mulutnya menjadi sangat keras," kata Afandi kepada 
FloresStar di Gedung Baranuri, Senin (31/5/2010).

Jika dibiarkan mengeras terlalu lama, mengerut, dan tak diberi lotion, dari 
tubuh Si Tole akan keluar darah. Si Tole tak bisa bicara dan bola matanya bisa 
tertarik ke luar. Bahkan, bola mata sebelah kanan tidak berfungsi sama sekali, 
sementara mata kiri harus diberi obat tetes mata terus-menerus.

"Kalau tidak, dia akan merasa perih sekali, lama-lama bisa keluar. Mata sebelah 
kanan rusak sama sekali sampai sekarang karena tidak dikasih obat tetes mata 
ketika dia merasa perih," kata Afandi.

Pembawaan fisik Si Tole, nama baru yang diberikan Yayasan Gebyar Manusia 
Langka, kata Afandi, terjadi sejak lahir di kampung halamannya.

Melihat tubuh Si Tole yang bersisik tak seperti manusia normal pada umumnya, 
ayah dan ibunya membawanya ke RS Harapan Kita di Jakarta dan dirawat sebulan di 
sana. Dari RS Harapan Kita, Si Tole dibawa orangtua dan sanak familinya ke 
seorang dokter di RSUD Tangerang. Hasil pemeriksaan dokter merekomendasikan 
sisik pada kulit Si Tole bukan penyakit, melainkan kelainan kulit. Dokter 
menyarankan supaya dioperasi, tetapi keluarga ini tak memiliki biaya yang cukup.

"Biayanya sangat mahal. Untuk beli lotion saja tidak cukup uang. Ada sponsor 
yang bawa mereka keliling ke kota-kota cari dana supaya bisa beli lotion," kata 
Afandi yang selalu duduk mendampingi cucunya.

Lain lagi cerita tentang perempuan dengan wajah mirip monyet dan bulu di badan. 
Septiani Abdullah, biasa disapa Septi, beraktivitas seperti anak-anak normal. 
Putri kedua pasangan Yusuf Abdullah dan Fatma Nusi ini asal Dumbaya Wulan, 
Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Kini dia duduk di bangku kelas III 
SD Inpres Dumbaya Wulan.

"Dia main dengan anak-anak normal pada umumnya. Yang membedakan hanya wajahnya, 
terutama mulut dan hidungnya yang mirip monyet. Di tengkuk sampai ke pantat 
tumbuh rambut yang panjang," kata Fatma, ibunda Septi, kepada FloresStar, 
kemarin.

Menurut Fatma, ketika mengandung anak keduanya itu, dia tidak mengalami 
kelainan apa pun. Usia kehamilan sampai melahirkan normal saja. Genap sembilan 
bulan, Fatma melahirkan anak perempuan.

"Tak ada mimpi atau gejala yang aneh-aneh. Tetapi, waktu lahir, di belakang 
tengkuk sampai ke pantat tumbuh bulu-bulu yang panjang. Kami tak punya 
keturunan seperti ini," kata Fatma. Anak sulungnya, Aprianti, yang kini berusia 
16 tahun dan duduk di bangku kelas I SMK, kondisi tubuhnya normal. Adiknya, 
Remki (5), yang dibawanya ke Ende bersama Septi, juga normal seperti anak-anak 
yang lain.

TERKAIT:
  a.. Manusia Bersisik, RSUD Dinilai Tidak Maksimal
  b.. Manusia Bersisik Itu Akhirnya Meninggal
  c.. Suami dari "Wanita Bersisik" Dilaporkan ke Polda Sumut
  d.. Bocah Bersisik Itu Kembali Tersenyum
  e.. Yusdika, Bocah Bersisik Malu Bersekolah
++++
https://best1of4.wordpress.com/2010/02/01/kambing-lahir-berkaki-8-dan-berwajah-mirip-monyet/

Kambing Lahir Berkaki 8 dan Berwajah mirip Monyet 
01/02/2010 



Rate This


LAMPUNG - Para penduduk di Dusun Tujuh Buaiketah, Kecamatan Terbangi Besar, 
Lampung Tengah, digegarkan dengan kelahiran anak kambing berkaki lapan dan 
berwajah mirip monyet.



Sayangnya kambing "unik" ini hanya bertahan selama dua jam sahaja. Namun 
Mugiono, pemilik kambing merancang mengawetkan kambing aneh ini dengan air 
raksa.

Si isteri, Karidah mengatakankan, dirinya dan suami sebelum ini tidak pernah 
berfirasat yang aneh-aneh. Namun, malam sebelum kambing tersebut dilahirkan, 
suaminya Mugiono hanya bermimpi didatangi oleh tiga saudaranya yang telah 
meninggal dunia.

"Cuma mimpi ditemui saudara yang meninggal," ujar Mugiono - credit / 
news.okezone.com

++++

http://regional.kompas.com/read/2010/06/03/05593397/Manusia.Monyet.Cerewet.Jadi.Tontonan

Fenomena
Manusia Monyet Cerewet Jadi Tontonan
Kamis, 3 Juni 2010 | 05:59 WIB
 
POS KUPANG/EUGENIUS MOA
Wajah Septiani Abdulah yang mirip monyet. Tubuhnya pun berbulu. 


ENDE, KOMPAS.com - Manusia langka yang memiliki wajah mirip monyet, Septiani 
Abdulah (11), ternyata punya pembawaan unik. Dia sangat cerewet dan punya rasa 
ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu.

"Dia cerewet sekali dan sikap ingin tahunya tinggi. Bertanya terus. Kalau belum 
puas dengan jawaban yang disampaikan, dia akan tanya lagi," tutur perempuan 
yang mengaku sebagai tante Septi kepada FloresStar di Gedung Baranuri, Ende, 
Nusa Tenggara Timur.

Perempuan tamatan SMA di Kota Gorontalo dua tahun silam ini enggan menyebut 
identitasnya. Dia mewakili ibunda Septiani, Fatmanusi, untuk mendampingi Septi 
melakukan tur manusia langka yang diprakarsai Yayasan Gebyar Manusia Langka, 
Jakarta.

Sehari-hari, kata tantenya, Septi bergaul dan bermain dengan anak-anak 
seusianya di sekolah maupun di rumah. Meski bentuk tubuhnya berbeda, Septi yang 
kini duduk di kelas III SD Negeri Dumbayan mampu bergaul seperti biasa dengan 
teman-temannya.

"Dia, kan, sekolah di sekolah umum. Dia tidak merasa minder dengan anak-anak 
lain," katanya.

Pantauan FloresStar selama pertunjukan di Gedung Baranuri, Selasa (1/6/2010) 
siang, Septi terlihat selalu memeluk bantal berwarna merah muda yang bergambar 
boneka. Gerakan kaki dan tangannya agak aneh. Entah karena sikap bawaannya atau 
sekadar menarik pengunjung.

Ketika pengunjung melihatnya dari jarak dekat, Septi tak sungkan memperlihatkan 
bentuk wajahnya yang mirip monyet. Juga bulu dari tengkuk hingga ke pantat. Dia 
rela membuka baju di bagian belakang guna memperlihatkan bulu yang tumbuh lebat 
memenuhi tubuhnya. Hal ini membuat para pengunjung mengabadikannya dengan 
kamera digital atau handphone.

Demikian juga bentuk kaki dan tangan Septi yang berbeda dari anak-anak yang 
tumbuh normal. Kulit tubuhnya kuning, kaki dan tangan kecil dan ada 
guratan-guratan.

Perbedaan paling mencolok adalah wajahnya. Septi memiliki bentuk mulut yang 
lebar mirip mulut monyet dan hidungnya juga besar dengan lubang yang terlihat 
agak lebar. Bentuk bola matanya terlihat bundar panjang. Hal yang sama terlihat 
pada alis matanya yang lebih besar dibanding bentuk mulut dan hidung.

Nada bicaranya pun berbeda dengan anak-anak yang normal. Ucapan huruf-huruf 
vokal dan konsonan tidak jelas terdengar. Saat diajak ngobrol, Septi bercerita 
tentang aktivitasnya di sekolah, di luar sekolah, dan pengalaman tur bersama 
pengurus Yayasan Gebyar Manusia Langka.

"Kalau ke sekolah, saya pakai jilbab. Anak-anak yang lain juga pakai jilbab. 
Kami main sama-sama, main apa saja. Saya tahu baca dan tulis," tutur Septi 
polos. (Eugenius Moa)

Kalau ke sekolah, saya pakai jilbab. Anak-anak yang lain juga pakai jilbab. 
Kami main sama-sama, main apa saja. Saya tahu baca dan tulis. 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke