Refleksi : Rakus jabatan adalah gejala umum kaum elit kleptokratik. Tanpa kerakusan akan sulit exisitensi rezim feodal neo-Mojopahit dipertahankan.
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/06/19/149969/70/13/Rakus-Jabatan Rakus Jabatan Sabtu, 19 Juni 2010 00:00 WIB 10 Komentar ANTUSIASME untuk menjadi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi bisa dibilang fantastis. Fantastis karena jumlah pendaftar mencapai 286 orang. Jumlah ini makin fantastis ketika dibandingkan dengan jumlah pendaftar calon ketua Komisi Yudisial yang cuma 61 orang. Pertanyaannya, apakah minat mereka menjadi ketua KPK sungguh-sungguh dilandasi hasrat untuk memberantas korupsi yang sudah berurat berakar di negeri ini? Jangan-jangan sekadar rakus kekuasaan belaka. Banyak pendaftar kita kenal sebagai pengacara pembela para koruptor. Bisa dibayangkan bagaimana masa depan KPK jika satu di antara para pengacara pembela koruptor ini yang memimpin KPK. Sejumlah pendaftar lainnya kita kenal sebagai mantan pejabat. Jangan-jangan mereka melamar menjadi ketua KPK untuk mencari pekerjaan belaka. Itu artinya mereka berminat menjadi ketua KPK sekadar tergiur dengan posisi. Melihat komposisi dan profil para pendaftar, sampai menjelang batas waktu terakhir, publik dan panitia seleksi pesimistis pemimpin KPK yang terpilih kelak dapat menjalankan fungsi pemberantasan korupsi. Nyaris tidak ada kandidat yang dijagokan publik yang mendaftarkan diri menjadi kandidat ketua KPK. Namun, ketika Jimly Asshiddiqie dan Busyro Muqoddas mendaftar, publik dan panitia seleksi sedikit bernapas lega. Keduanya termasuk orang yang dijagokan sejumlah organisasi untuk menduduki posisi ketua KPK. Akan tetapi, Jimly dan Busyro pun segera mengundang kekecewaan. Keduanya tidak mundur dari jabatan mereka saat ini. Jimly anggota Dewan Pertimbangan Presiden, sedangkan Busryo Ketua Komisi Yudisial. Melamar menjadi ketua KPK, tanpa melepaskan jabatannya saat ini, hanya menunjukkan perangai rakus jabatan, bahkan gila kekuasaan. Jimly dan Busyro memang menyatakan mereka akan mengundurkan diri dari jabatan sekarang jika terpilih sebagai ketua KPK. Inilah tipe khas para pejabat kita, memilih jalan paling aman untuk tidak kehilangan jabatan. Mereka tidak rela posisi dalam genggaman terlepas, sementara posisi yang sedang dikejar belum tentu teraih. Karena enggan melepas jabatan saat ini, wajar belaka jika publik mencurigai Jimly dalam kapasitasnya sebagai anggota Wantimpres adalah titipan Presiden. Kecurigaan semacam itu wajar karena memang banyak kepentingan berseliweran dalam proses pemilihan ketua KPK. Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan para koruptor sekalipun punya kepentingan untuk menancapkan kuasanya di KPK. Dengan begitu banyaknya kepentingan, tugas KPK mendatang amatlah berat. Kriminalisasi tiga pemimpin KPK menunjukkan beroperasinya kepentingan itu. Kita membutuhkan ketua KPK yang bernyali, yang siap menghadang kematian demi kelangsungan hidup bangsa. Panitia seleksi harus jeli dan bernyali untuk tidak mengajukan kandidat ketua KPK yang sesungguhnya cuma orang yang rakus jabatan, bahkan gila kekuasaan. [Non-text portions of this message have been removed]