Kumpulan berita ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr

yang sampai sekarang sudah dikunjungi  lebih dari 621 920 kali



 = = = =   = = =   = = =



Heboh korupsi besar-besaran di kalangan kepolisian


Banyaknya pejabat-pejabat tinggi di Kepolisian RI yang diduga melakukan
korupsi besar-besaran, yang menjadi pembicaraan ramai di berbagai kalangan,
makin menunjukkan dengan jelas sekali bahwa aparat-aparat negara kita memang
sudah keterlaluan rusaknya, sehingga banyak di antara kita yang sudah
menjadi pesimis sekali, apakah masih bisa diperbaiki. Karenanya, banyak yang
men jadi prihatin dan kuatir bahwa negara kita akan makin menjadi tidak
karu-karuan karena banyaknya pejabat yang menjadi penjahat.

Kalau moral di kalangan atas kepolisian akan terus-menerus  begitu bejat,
maka dengan sendirinya semboyan bahwa POLRI adalah Bhayangkara negara,
pengayom rakyat, dan pelayan masyarakat, adalah omong kosong saja !!!

Dalam menghadapi hiruk-pikuk di kalangan kepolisian dewasa ini maka ingatan
banyak kalangan kembali kepada masa-masa kepolisian ketika masih di bawah
kepemimpinan pak Hoegeng, seorang pembesar kepolisian yang terkenal jujur,
sederhana, bermoral tinggi, sama sekali bersih dari korupsi, dan cinta
kepada keagungan Bung Karno. Alangkah besar bedanya sikap moral para pejabat
(dan juga masyarakat) pada waktu itu dibanding dengan sekarang ini.

Harap simak kumpulan berita sekitar heboh masalah korupsi di kalangan
kepolisian berikut ini :

A.     Umar Said

= = =   = = =   = = =



Kasus 'Rekening Gendut'
Polisi, Substansi, Jangan Lihat Sampul

Sabtu, 3 Juli 2010

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian dinilai hanya mempermasalahkan sampul
majalah Tempo dengan judul "Rekening Gendut Perwira Polisi" tanpa melihat
isi berita yang menyoroti dugaan adanya aliran dana haram ke sejumlah
perwira Polri. Dugaan itu sesuai laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK.

"Jangan hanya menyoalkan sampul, tapi substansi harus dibedah agar kebenaran
itu dapat dikupas," kata pengamat kepolisian, Alfons Lemau, saat diskusi di
Jakarta, Sabtu (3/7/2010).

Pendapat senada disampaikan budayawan Sujiwo Tejo. Dia memberi contoh
penanganan kasus video asusila, di mana polisi mencari pelaku di dalam video
serta penyebar video ke internet. Namun, dalam kasus Tempo, polisi cenderung
mengusut siapa yang menyebarkan LHA kepada media. "Tidak tertarik siapa
pelakunya (perwira di dalam berita)," ujar Tejo.

Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengatakan,
kemungkinan jumlah dana yang diduga diterima para perwira polisi jauh lebih
tinggi dari LHA dari PPATK. Menurut dia, praktik korupsi yang dilakukan
oknum polisi bukan hanya melalui transfer antar-rekening.

"Data PPATK itu sebagian kecil dari yang sesungguhnya. Polisi hanya tegak
saat menangani kasus di luar kepolisian, tapi bengkok ketika ada oknum
polisi yang terlibat," ujar Emerson.

* * *

Sebaiknya Kapolri Baru Punya Surat Kelakuan Baik


Sabtu, 03 Juli 2010,

Jakarta, RMOL. Akan lebih baik Kapolri baru nanti memiliki surat kelakuan
baik yang akan ditunjukkan kepada publik dan DPR di saat uji kelayakannya.

"Yang keluarkan KPK, PPATK, Komisi Ombudsman dan pengawas internal.
Teman-teman DPR bisa tanyakan, punya ga surat kelakuan baik. Kalau dia
poligami misalnya, kan ada rekomendasi dari Komnas Perempuan," kata Wakil
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, saat di sela
diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/7).

Saat ini, prosedur pemilihan Kapolri adalah dengan cara kepolisan memberikan
delapan nama kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan kemudian
Kompolnas yang akan serahkan ke Presiden.

"Kita tak pernah dengar cara Kompolnas untuk buka ruang masukan dari
publik," sesal Emerson.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, anggota Komisi III Nasir Jamil
sepakat dengan usul Emerson.

"Ada baiknya kekuasaan Presiden dibatasi untuk memilih Kapolri baru untuk
menampung aspirasi publik," terangnya.

Ia juga melihat fenomena menarik, saat pemilihan Kapolri baru semakin
mendekat, sudah ada tim sukses yang akan mengusung calon tertentu.

"Kalau begini, Kapolri baru itu ketika terpilih akan bawa gerbongnya dan
lakukan bumi hangus terhadap yang tidak mendukungnya," pungkasnya.[ald]



* * *



Jawapos, 03 Juli 2010



Edisi Rekening Gendut, Mabes Polri Ngotot Akan Jerat Tempo


JAKARTA - Mabes Polri bersikukuh memproses secara hukum sampul karikatur
majalah berita mingguan (MBM) Tempo. Majalah itu akan dijerat pasal
penghinaan. Bahkan, laporan resmi polisi soal kasus tersebut sudah masuk ke
Bareskrim.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menyatakan, pihaknya
serius melanjutkan gugatan karena sudah mendapat izin dari pimpinan
tertinggi Korps Bhayangkara, yakni Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri.
''Laporannya sekarang sudah di Bareskrim,'' ujarnya kemarin (2/7).

Bagi jenderal dua bintang itu, cover majalah Tempo edisi Rekening Gendut
tersebut merupakan penghinaan terhadap institusi. ''Tafsir kami, itu
menghina. Itu kritik yang melampaui batas kepatutan etika,'' tegasnya.

Tidak takut dianggap melawan pers? ''Lho, selama ini kami bermitra dengan
pers sangat baik. Kritik silakan. Tapi, ini kan sudah keluar batas.
Mekanisme ke Dewan Pers juga sudah kami tempuh,'' jelasnya.

Di tempat terpisah, Wakil Kepala Divisi Pembinaan Hukum (Wakadiv Binkum)
Polri Brigjen Pol R.M. Panggabean menyatakan, redaksi majalah Tempo akan
dikenai pasal 207 KUHP dan pasal 208 KUHP. Dua pasal itu mengatur delik
penghinaan dan pencemaran nama baik.

Jenderal berbintang satu itu menjelaskan, majalah Tempo dinilai telah
menghina institusi Polri. ''Kami sebagai polisi tidak terima
direpresentasikan seperti itu. Yang dilaporkan Tempo secara korporasi.
Biasanya, kan kalau media, pertanggungjawabannya ada pada pemimpin
redaksi,'' katanya.

Panggabean menjelaskan, pihaknya tidak mempersoalkan rekening-rekening dan
perwira yang dituding memiliki rekening sebagaimana disebut dalam majalah
Tempo. ''Itu urusan ma­sing-masing (anggota). Kami tidak berkomentar soal
tersebut. Ini masalah sampul yang membuat anggota Polri malu,'' tegasnya.

Di tempat terpisah, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo Arif Zulkifli mengakui
pihaknya sudah menerima surat teguran dari polisi. ''Isinya keberatan
saja,'' katanya kemarin.

Tempo belum bisa memahami maksud surat resmi yang dikirim Divisi Humas Mabes
Polri tersebut. Sebab, dalam UU Pers tidak dikenal surat teguran. ''Mereka
tidak meminta hak jawab, tapi menegur. Ini maksudnya apa, kami juga belum
jelas,'' ujarnya.

Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pada Kamis lalu saat upacara HUT
Bhayangkara menyatakan pihaknya merasa tersinggung karena dilambangkan
dengan karikatur babi. Salah satu penyebabnya, babi dalam Islam dinilai
sebagai binatang yang haram.

Tetapi, sikap reaksioner Polri terhadap majalah Tempo itu justru menuai
kritik. Sebelumnya, mantan Ketua Dewan Pers Prof Dr Ichlasul Amal menganggap
sikap Polri berlebihan. Dia menilai gugatan pidana justru membuat masyarakat
penasaran dan tidak percaya kepada polisi. ''Kalau terus reaksioner seperti
itu, masyarakat bisa antipati,'' katanya. ''Kok kesannya ketakutan dengan
media. Lagi pula, cover Tempo bukan foto, tetapi karikatur. Secara hukum,
saya kira, itu tidak bisa dituntut,'' lanjutnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nezar Patria juga menilai sampul
Tempo tersebut sebagai produk pers. ''Jadi, solusinya adalah dengan mediasi
di Dewan Pers,'' sarannya.

Menurut Nezar, karikatur dalam kover majalah Tempo yang dipersoalkan Polri
tersebut sebenarnya multitafsir. ''Itu karikatur yang bisa diperdebatkan
maknanya. Tapi, bukan dengan jalan gugatan pidana,'' katanya.
(rdl/c5/iro/dwi



* * *

Jawapos, 02 Juli 2010



ICW Dorong KPK Tangani Rekening Pati Polri


JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menindaklanjuti
laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal rekening berjumlah fantastis
27 perwira tinggi (pati) Polri. Setidaknya, dua pimpinan KPK, yakni Wakil
Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin dan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan
Bibit Samad Rianto, berkomitmen memprioritaskan kasus tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh anggota Divisi Investigatif ICW Tama S. Langkun
sesudah menemui Jasin dan Bibit di gedung KPK kemarin (1/7). "Kedatangan
kami ke sini (KPK, Red) memang bertujuan mendorong KPK dalam menangani
rekening pati Polri yang kami laporkan beberapa waktu lalu.

Tadi (kemarin, Red) Pak Jasin dan Pak Bibit berkomitmen kasus itu jadi
prioritas," papar Tama didampingi Koordinator ICW Danang Widoyoko dan
pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar.

Tama melanjutkan, keputusan mengusut kasus rekening mencurigakan tersebut
tinggal menunggu pendapat dua pimpinan KPK yang lain, yakni Wakil Ketua KPK
Bidang Penindakan Chandra Marta Hamzah dan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan
Haryono Umar. Meski begitu, Bibit maupun Jasin memastikan bahwa kasus itu
segera dibicarakan dalam rapat pimpinan (rapim) KPK. Dalam rapim tersebut
akan diputuskan KPK menangani kasus itu atau tidak.

Bambang menyatakan lega atas kesediaan KPK membongkar kasus rekening pati
Polri tersebut. "Kami berharap KPK bisa mengusut kasus itu. Ini saatnya bagi
KPK membersihkan korupsi di negara ini," ujarnya.

Menurut Bambang, kasus rekening tersebut bisa berdampak buruk bagi generasi
polisi berikutnya. Salah satunya, menurunkan semangat pengabdian. "Di sisi
lain, sikap itu akan diikuti junior-juniornya. Ini merupakan momentum untuk
menyetop," imbuhnya.

Menyoal gugatan Polri kepada majalah Tempo, Bambang menuturkan bahwa
seharusnya Polri mendukung penyelidikan terhadap rekening-rekening tersebut.
"Gugatan itu malah membuat image polisi tidak bagus. Seha­rusnya, polisi
legawa, bukan justru melawan," ucap dia.

Sementara itu, gugatan polisi justru membuat publik bersimpati kepada
majalah Tempo. Di dunia maya, Facebooker yang mendukung Tempo sudah tembus
3.500.

Kemarin sejumlah aktivis LSM juga datang ke Kantor Tempo di Jalan
Proklamasi, Jakarta Pusat. Mereka, antara lain, Nursyahbani Katjasoengkana
(mantan anggota DPR) dan Erry Riyana Hardjapamekas (mantan pimpinan KPK).
Beberapa LSM juga menyatakan dukungan mereka, antara lain, Lingkar Madani
untuk Indonesia (Lima), Walhi, Kontras, Publish What You Pay Indonesia,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum, LBH Jakarta, dan LBH Pers.

Di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri
menegaskan, korps Bhayangkara sangat tersinggung terhadap kover Tempo.
Ditemui seusai memimpin upacara HUT Polri, Kapolri tetap kukuh akan
mempermasalahkan Tempo di ranah hukum. ''Karena kami digambarkan dengan
sesuatu yang haram. Babi itu kan sangat menyakitkan bagi kami. Kami kan
manusia biasa,'' katanya.

Kapolri menambahkan, saat ini kepolisian sedang melakukan perubahan.
Perubahan yang lebih baik itu dinilai ada kurang dan lebihnya. ''Tapi,
jangan kami digambarkan seperti itu. Itu kan binatang haram, kok kami
digambarkan seperti itu. Tentu anak-anak kami yang sedang bertugas di
wilayah perbatasan, bekerja di pedalaman, melihat seperti itu pasti merasa
tergugah,'' tandasnya.

===  ===?



Rekening Polisi, Siapa Peduli
Tempo Interaktif, 02 Juli 2010

Amat sulit berharap kepolisian membersihkan tubuhnya sendiri dari praktek
korupsi.Tak mudah pula mendorong mereka mengusut tuntas rekening janggal
perwira polisi yang kini digunjingkan publik. Jika ingin menyelamatkan citra
kepolisian yang semakin buruk di mata masyarakat, para petinggi negara mesti
menempuh cara yang luar biasa.

Lembaga penegak hukum yang telah berusia 64 tahun ini bukannya tak lihai
memeriksa rekening yang mencurigakan. Dalam kasus rekening milik pegawai
pajak Gayus Tambunan, mereka telah menunjukkan kemampuannya. Masalahnya,
kepolisian terkesan kurang bersemangat ketika menangani kasus rekening para
perwiranya sendiri.

Rekening jenderal polisi dengan nilai miliaran rupiah yang diributkan
sekarang pun bukan cerita baru. Pada 2005, misalnya, Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan pernah melaporkan kasus rekening serupa milik 15
pejabat polisi ke Markas Besar Kepolisian RI. Dukungan berbagai kalangan
untuk mengusut rekening ini pun mengalir.Tapi, hingga sekarang, kasus
rekening janggal itu tak jelas rimbanya.

Itu sebabnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu bertindak tegas demi
memperbaiki kepolisian. Presiden bisa membentuk tim independen atau dewan
kehormatan untuk mengusut rekening sejumlah perwira itu.Tim ini
beranggotakan tokoh sipil yang dipercaya. Jenderal polisi dan tokoh polisi
yang kredibel pun bisa dilibatkan.

Presiden pernah membentuk tim seperti itu ketika menyelesaikan kasus
kriminalisasi dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.Tim Independen
Verifikasi Fakta Kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah ini berhasil
menuntaskan masalah.Tentu, Presiden harus memberikan wewenang yang cukup
agar tim pengusut rekening perwira bisa bekerja maksimal. Hasilnya kemudian
dilaporkan ke Presiden sebagai bahan untuk mengambil tindakan, juga ke
Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diselidiki lebih jauh.

Opsi lain, KPK langsung mengambil alih kasus rekening perwira polisi itu.
Cara ini hanya mungkin ditempuh jika Presiden memerintahkan Kepala
Kepolisian RI membuka pintu selebar-lebarnya bagi penyidik komisi
antikorupsi ini. KPK bisa menyelidiki dugaan korupsi yang dilakukan sejumlah
perwira itu. Apalagi lembaga ini telah memegang laporan harta mereka.
Penyidik KPK juga bisa meminta data lengkap dari PPATK mengenai semua
transaksi aneh dalam rekening petinggi kepolisian itu.

Bila Presiden tidak mempertimbangkan dua opsi itu,?ola?ebenarnya bisa
diambil alih oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Para politikus Senayan berhak
membentuk panitia angket untuk menyelidiki kasus rekening sejumlah jenderal
di kepolisian. Sebab,masalah ini jelas menyangkut kepentingan masyarakat
banyak. Khalayak akan terus-menerus dirugikan bila kepolisian, yang jadi
tumpuan untuk mendapatkan pengayoman dan keadilan, tidak dibenahi.

Publik jelas menginginkan kepolisian dibersihkan dari korupsi.Tidaklah bijak
para petinggi negara mengabaikannya atau pura-pura tak mendengar aspirasi
ini.


===   ===



      Kontras: Bongkar Rekening Gendut Agar Jenderal Bermasalah

      Tak Bisa Jadi Kapolri


      Jumat, 02 Juli 2010,

      Jakarta, RMOL. Pengusutan dugaan adanya rekening dengan jumlah yang
tidak wajar milik perwira tinggi Mabes Polri sebaiknya dijadikan Kepolisian
sebagai momentum untuk membangun kembali kepercayaan publik kepada korps
Bhayangkara itu.

      ''Polri hendaknya bersikap legowo dan terbuka terhadap temuan
masyarakat,'' ujar wakil koordinator Kontras, Indria Fernida di kantornya,
Jalan Borobudur 14 Menteng Jakarta Pusat (Jum'at, 2/7).

      Menurutnya Polri harus melakukan penyelidikan secara internal atau
membuka diri terhadap penyelidikan eksternal seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang mempunyai kewenangan melakukan penindakan terhadap tindak
pidana korupsi.  Indria menambahkan hal itu sebenarnya merupakan kado ulang
tahun yang cukup baik bagi Polri yang semestinya direspon secara positif.
Namun ia juga melihat ada upaya yang sengaja ditutup-tutupi oleh Kapolri
sendiri.

      ''Kita melihat seluruh upaya untuk membangun trust building hancur
seketika, padahal ini momentum yang baik bagi Polri untuk membersihkan
diri,'' katanya.

      Indria juga berharap Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang
akan berakhir masa jabatan pada Oktober mendatang mau menjelaskan ke publik
soal kepemilikan rekening gendut tersebut.

      ''Ini juga momentum bagi kita untuk melihat siapa sebenarnya yang bisa
jadi calon Kapolri di masa yang akan datang. Kapolri yang baru harus bisa
memberantas korupsi dan mengeliminir kasus-kasus kekerasan yang dilakukan
kepolisian,'' tegasnya. [zul]



      =   ===   ==






Bibit Jamin 50 Persen Rekening Gendut Jenderal Polisi dapat Dibongkar


Kamis, 01 Juli 2010,



Jakarta, RMOL. Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menjamin 50 persen
rekening gemuk milik para jenderal Mabes Polri bisa dibongkar KPK.

"Bibit bilang 50 persen bisa dibongkar. Validitas data-data dari kawan-kawan
ICW tinggal ditelusuri saja," ungkap pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar
usai melaporkan sejumlah rekening mencurigakan milik perwira tinggi Mabes
Polri ke KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (Kamis,
1/7).

Selain itu, Bibit juga menjamin penyidik KPK yang akan mengusut kasus
tersebut akan tetap independen, meski berasal dari penyidik Kepolisian.

"Dijamin oleh Pak Bibit. Penyidik Kepolisian yang ada di KPK di bawah
kendali KPK. Betul-betul independen," ungkapnya. [zul]





=    ===   ==


 Rekening Gendut dari Pengusaha?

Kompas, 1 Juli 2010

 Kepala Divisi Penguatan Regional WahanaLingkungan Hidup Erwin Usman
mensinyalir kuat, uang yang terdapat di rekening mencurigakan milik sejumlah
perwira menengah dan tinggi Mabes Polribersumber dari pihak yang bergelut di
bidang usaha tambang, minyak dan gas,kehutanan, perkebunan skala besar
seperti sawit, dan infrastruktur.

"Kalau melihat daftar yang di-*listing* Tempo, para pejabat tinggi atau
mantan kapolda adalah perwira tinggi yang pernah menjabat di wilayah
esktraktif industri, rata-rata di Kalimantan Timur, Riau, Sumatra Barat,
Jawa Timur, Sumatra Utara, dan Sulawesi Tengah," ujar Erwin ketika berada di
kantor Majalah Tempo, Jakarta, Kamis (1/7/2010).

Walhi, pada kesempatan itu, mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri beserta jajarannya, menggunakan
momen ini untuk menggelar audit investigatif untuk menelusuri aliran dana
dan mendeponir urusan ilustrasi yang ditampilkan Majalah Tempo.

"Masa jabatan Kapolri BHD tinggal empat bulan lagi. Audit ini penting agar
pengganti Kapolri BHD tidak lagi dibebani oleh suatu problem finansial
perwira menengah dan tinggi yang sebenarnya tak wajar," kata Erwin. Audit,
lanjut Erwin, dapat dilakukan oleh Pusat Pelaporan Analisa Transaksi
Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, Kompolnas, dan lembaga terkait lainnya.
Walhi, kata Erwin, mensinyalir kuat masih banyak lagi data-data rekening
yang belum terungkap.




 * * *










[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke