http://www.equator-news.com/index.php?mib=berita.detail&id=21532
Jum'at, 23 Juli 2010 , 04:09:00 Duit Rakyat Dikuras Pemilukada Jalan lintas kawasan di Kalbar masih banyak yang rusak, namun uang rakyat harus rela dikuras biaya pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Harga sebuah demokrasi harus dibayar mahal. Uang kas daerah seolah dihamburkan. Infrastruktur dan layanan publik tetap saja hancur. Layak ditinjau ulang? PONTIANAK. Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tingkat provinsi maupun kabupaten/kota telah menguras triliunan rupiah uang rakyat. Amanah UU 32 Tahun 2004 itu pantas ditinjau ulang demi menekan pengeluaran negara. "Biaya Pemilukada sangat besar. Kemanfaatan biaya tersebut jelas akan lebih terasa jika digunakan secara langsung untuk kegiatan pembangunan," kata Drs Gusti Suryansyah MSi, pakar politik Untan kepada Equator, tadi malam. Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Kalbar ini menjelaskan ada dua opsi yang bisa dilakukan. Pertama, mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD atau melanjutkan proses Pemilukada langsung dengan mengedepankan penghematan dan transparansi penggunaan anggarannya. "Wacana sih boleh saja. Tapi perlu dilakukan penelitian mendalam," ujar Gusti Suryansyah. Penelitian itu diperlukan karena Pemilukada merupakan amanah UU. Untuk mengubah UU itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ketua KPU Kalbar, AR Muzammil mengaku tidak mempermasalahkan adanya wacana meniadakan Pemilukada secara langsung. "Kalau kita di KPU tidak ada permasalahan dipertahankan atau ditiadakan. Cuma apa itu sejalan dengan kemauan rakyat," ujar Muzammil. Dalam hal pembiayaan, Muzzamil menerangkan sudah berupaya menekan sekecil mungkin penggunaan biaya Pemilukada. Dalam setiap penggunaan keuangan, juga sudah sangat transparan karena anggaran Pemilukada merupakan dana hibah dari pemerintah yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum. "Tapi ada kondisi tertentu yang memang tidak bisa kita elakkan. Misalnya, untuk transportasi petugas TPS atau KPPS di daerah-daerah yang sulit dijangkau," kata Muzammil mencontohkan. Penggunaan anggaran untuk pelaksanaan pesta demokrasi tersebut begitu terasa. Terlebih di tengah karut marutnya perekonomian daerah, infrastruktur banyak hancur dan sejumlah indikator lainnya. Mewakili dari kalangan masyarakat biasa, Asmadi Bakri, Ketua RT/RW 2/7, Dusun 4, Desa Kapur, Kubu Raya menjelaskan Pemilukada sebaiknya dikembalikan seperti zaman dulu. "Dipilih dari orang yang benar-benar ahli memimpin daerah," tutur Bakri. Pensiunan PNS kelahiran Pontianak, 21 Agustus 1946 ini mengatakan pemimpin yang memiliki keahlian memimpin daerah jelas memiliki basic pengetahuan kepemimpinan atau paling tidak pernah bersekolah di sekolah khusus. "Untuk apa ada APDN, STPDN dan IIP (IP). Kalau tidak diserahkan ke ahlinya, tunggu saja kehancuran," ingatnya. Ditambahkan Bakri, biaya Pemilukada yang banyak menyedot uang rakyat tidak akan berguna apa-apa jika yang terpilih nanti melaksanakan cara-cara curang untuk menang. Apalagi jika yang terpilih tidak memiliki kemampuan untuk memimpin masyarakat. "Bagusnya dana untuk Pemilukada itu langsung dimanfaatkan untuk biaya pembangunan jalan atau pembangunan lainnya agar bisa menyejahterakan rakyat. Kan demokrasi juga bertujuan untuk menyejahterakan rakyat," pungkasnya. Biaya mahal Sebagai bukti, pada perhelatan Pemilukada serentak di enam kabupaten Mei 2010 lalu tercatat Rp 63,04 miliar. Dana tersebut khusus untuk penyelenggaraannya saja yang dikelola KPU masing-masing daerah. Antara lain Melawi menghabiskan Rp 9.751.884.249, Sekadau Rp 7.002.146.990, Kapuas Hulu Rp 8.166.340.128, Bengkayang Rp 9.556.388.732, Sintang dua putaran 14.764.337.272 dan Ketapang dua putaran Rp 13, 8 miliar. Mahalnya biaya pilkada mengakibatkan sejumlah kabupaten pelaksana Pemilukada kelabakan. Sementara di sisi lain ada banyak program yang pro rakyat yang akan dilaksanakan. "Karena ada pelaksanaan Pemilukada jelas program yang sudah disusun akhirnya terkendala dan tak bisa dilaksanakan," kata tokoh pemuda Kapuas Hulu, Ihdaul Hidayat. Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kapuas Hulu, Abang M Isnandar, menilai mahalnya pembiayaan itu tidak hanya dari segi anggaran pemerintah saja. Ia mencontohkan pemilukada di Kalbar terus mengalami peningkatan dari periode ke periode. "Dari segi calon, yang memiliki dana besar akan menjadi rebutan partai politik pengusung," kata dia. Di Kabupaten Kapuas Hulu anggaran yang digunakan untuk pemilukada 2010 tergolong paling kecil di enam kabupaten lainnya. "Dibandingkan daerah lain kita paling kecil. Cuma saya tidak tahu angka pastinya. Kapuas Hulu memiliki 23 kecamatan dengan kondisi daerah sangat sulit," kata Anggota KPUD Kapuas Hulu, Rizma Roliza, SH. Ketua KPUD Kapuas Hulu, Muhamad Sainihadi ST saat dihubungi Equator membenarkan masalah tersebut. Bahkan dibanding Kabupaten Sekadau yang jumlah penduduknya lebih sedikit anggaran pemilukada lebih besar Sekadau. Di Kabupaten Kapuas Hulu jumlah desanya sebanyak 212, KPPS berjumlah 739 sementera PPK berjumlah 23. KPUD Kapuas Hulu pada pelaksanaan pemilukada kemarin, dianggarkan kurang lebih Rp 8.166 miliar. "Ada sekitar Rp 200 juta lebih kita kembalikan ke kas daerah," jelasnya. Pengeluaran termahal, kata dia, adalah biaya penyelenggara atau honor PPK dan KPPS dan anggotanya. "Rincian pastinya kita lupa, tapi biaya termahal yakni honor penyelenggara," tegas dia. Pemilukada kerap dituding menghabiskan banyak biaya. Hal itu tak termasuk biaya politik masing-masing calon. Entah berapa banyak uang yang dihamburkan oleh para calon ketika mereka untuk memasang spanduk, baliho, stiker, kaus atau atribut lain? Itu baru di awal-awal. Entah berapa banyak lagi biaya yang akan dikeluarkan oleh masing-masing calon ketika gong pemilukada benar-benar ditabuh. Di Melawi, dana Pemilukada Melawi sebanyak Rp 12,6 miliar untuk dua putaran. Putaran pertama disediakan dana sebanyak Rp 9,7 miliar. Sedangkan putaran dua Rp 2,9 miliar. Plot dana yang masuk rekening KPU Melawi hanya satu putaran saja, yakni Rp 9,7 miliar. "Dana yang dimasukkan dalam rekening KPU Melawi hanya untuk satu putaran saja. Yakni sekitar Rp 9,7 miliar. Sementara alokasi dana untuk putaran ke dua tidak masuk dalam rekening KPU Melawi. karena memang di Melawi hanya satu putaran," kata Ketua KPU Melawi, Julita SH, kemarin. Pun begitu, hingga kini pemakaian dana masih belum dibuat laporan akhir. Lantaran tahapan pemilukada masih belum selesai. Pendanaan pun masih ada yang belum di bayar. Yakni pembayaran untuk panitia tingkat kecamatan dan desa. "Saya masih belum mendapatkan laporan akhir dari bandahara dan sekretaris KPU. Hingga belum dapat mengatahui berapa anggaran yang dihabiskan. Selain itu pembayaran pun masih belum ada yang diselesaikan yakni di PPK dan PPS," jelasnya. Di akhir tahapan Pemilukada, terang Julita, KPU Melawi akan mengumumkan dana yang dipakai untuk penyelenggaraannya. Laporan keuangan penyelenggaran Pemilukada akan disampaikan pada DPRD Melawi. Lantaran dana yang digunakan untuk pemilukada ini dari Pemkab Melawi. Demikian pula halnya di Sintang, harga sebuah demokrasi harus dibayar mahal. Angkanya cukup signifikan dan digelontorkan demi suksesnya kegiatan itu. Malah berujung ke meja Mahkamah Konstitusi (MK). Buahnya lembaga itu mengamanatkan pelaksanaan pemungutan ulang di keempat Kecamatan Serawai, Kayan hulu, Kayan Hilir dan 23 TPS di Sepauk. Akibatnya dana tahap kedua digelontorkan dengan rincian untuk KPUD Rp 2,8 miliar, Panwas Rp 350 juta, Polres 201 juta, Kodim 25 juta serta Kesbanglinmaspol Rp 225 juta. Sedangkan untuk pelaksanaan pertama telah dialokasikan untuk KPUD Rp 11,9 miliar, Panwas 1,2 miliar, Polres Rp 500 juta, Kodim Rp 100 juta. Data ini minus dana yang dialokasikan untuk Kesbanglinmaspol. Ketua KPUD Sintang Ade M Iswadi SE mengungkapkan, dana yang dialokasikan itu digunakan pengadaan logistik, honor petugas PPK, PPS serta TPS. "Intinya, 60 persen dari pagu dana itu untuk pengadaan logistik dan honor penyelenggara pemilu tingkat bawah," jelasnya. (bdu/sry/aji/lil) [Non-text portions of this message have been removed]