Refleksi : Makin mahal pendidikan, makin sulit bagi orang tua berperpendapatan rendah memyanggupi anak-anak mereka mendapat pendidikan layak untuk bekal hidup hari depan, dan hak memperoleh pendedikian sebagai hak azasi kewarganegaraan menghilang. Akibatnya banyak (puluhan juta) anak menjadi tertinggal. Makin banyak anak berstatus demikian makin semena-mena bagi rezim berkuasa menipu rakyat demi untuk kepentingan kepentingan kaum rezim berkuasa dan elit penunjang mereka.
Apa sebenar politik politik rezim berkuasa untuk mendorong warganegaranya tidak terkebelang? Saat ini ini adalah masa pemerintahan SBY kedua, pada masa pertama tentunya sudah banyak yang telah bisa disimpulkan agar pada masa kedua bisa diperbaiki, tetapi kalau masalahnya tidak dirubah dan hanya lagu lama yang dinyanyikan Mendikenas, maka dapat disimpulkan bahwa rakyat memimilih oknom-oknom yang tak layak dalam pemilu yang lalu. Akibatnya beban kehidupan sehari-hari tidak berubah menjadi lebih baik dan berguna. Jadi pertanyaannya ialah apa solusi terbaik untuk bisa bebas keluar dari matarantai beban ini demi berkehidupan lebih baik, layak nan memada? http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=63146:mendiknas-kaji-penyebab-biaya-mahal-pendidikan&catid=3:nasional&Itemid=128 Mendiknas Kaji Penyebab Biaya Mahal Pendidikan Surabaya, (Analisa) Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengaku pihaknya akan mengkaji secara bertahap tentang faktor penyebab biaya mahal pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi. "Pemerintah sudah menganggarkan 20 persen APBN untuk pendidikan, namun ternyata masih ada tarikan-tarikan yang dimaksudkan menunjang tapi akhirnya membebani," katanya di Surabaya, Minggu. Ketika ditemui pers di kediamannya, mantan Rektor ITS Surabaya itu menyatakan, pihaknya akan mengkaji tarikan penyebab mahalnya biaya pendidikan itu dan berupaya untuk menurunkannya. "Misalnya, lembar kerja siswa (LKS) yang bisa berharga Rp6.000 per mata pelajaran, tapi kalau untuk sembilan mata pelajaran 'kan bisa menjadi Rp54 ribu, padahal 'katanya' sudah tidak ada biaya lagi setelah pendaftaran," katanya. Oleh karena itu, katanya, dirinya terpaksa membeli LKS untuk siswa SD, SMP, dan SMA guna dipelajari, ternyata LKS itu sebenarnya mirip buku sekolah elektronik (BSE). "Saya minta Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mensinergikan LKS dengan BSE guna mengurangi biaya. Dia mengatakan LKS lebih mendalam daripada BSE, tapi masalahnya bukan hanya itu, melainkan LKS itu ternyata bisnis sejumlah penerbit ke sekolah-sekolah dan masyarakat yang akhirnya terbebani," katanya. RSBI Terkait biaya pendidikan itu, Mendiknas juga mengaku ada dugaan RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional) menjadi agak mahal, karena ada kaitannya dengan lembaga internasional "Cambridge." "Ada dugaan biaya RSBI itu mahal karena adanya pengeluaran mahal dan hal itu ada kaitannya dengan kerja sama dengan lembaga internasional 'Cambridge' dari Inggris," katanya. Oleh karena itu, katanya, pihaknya akan melobi pengelola "Cambridge" untuk melakukan negosiasi harga seperti halnya terjadi dalam kerja sama dengan perusahaan yang memproduksi "software" (peranti lunak). "Ibaratnya, mungkin kita bisa beli lisensi mereka, bahkan lisensi itu mungkin dengan harga yang berbeda antara lisensi untuk perorangan dengan lisensi untuk dunia pendidikan. Software itu seperti itu," katanya. Bahkan, katanya, tidak menutup kemungkinan ada "lisensi" yang bebas biaya bila untuk pendidikan seperti halnya dengan "open source" (OS). [Non-text portions of this message have been removed]