Refleksi: Apakah usahawan non-Muslim akan sama mudah dengan tidak ada extra 
tambahan biaya bagi mereka untuk mendapat sertifikat halal? Masalahnya ialah 
dalam sejarah, misalnya di Turki dan jajahannya pada zaman kekuasaan  sultan 
Otoman dikenakan pajak 50% kepada petani non-Muslim, mengakibatkan mereka 
dihadapi dua pilihan, bangkrut atau pindah agama untuk menyelatmatkan usaha 
keluarga. 

Selain itu bagaimana dengan sertifikat halal, misalnya untuk pabrik pembuatan 
senjata  dan peluru seperti Pindat dan PT PAL yang membuat kapal perang? Apakah 
senjata atau alat perang pada umumnya termasuk benda-benda halal/haram?

http://www.surya.co.id/2010/07/26/wapres-sertifikasi-halal-jangan-sampai-rugikan-industri.html


Wapres: Setifikasi hala jangan sampai rugikan industri

Senin, 26 Juli 2010 | 12:37 WIB
Jakarta - SURYA- Wapres meminta sertifikasi halal pada produk dan jasa jangan 
sampai menimbulkan biaya baru yang membebani industri . Wakil Presiden Boediono 
meminta agar sertifikasi halal untuk produk dan jasa jangan sampai memberatkan 
atau merugikan industri.

"Kesadaran akan produk dan jasa harus menjadi milik semua pihak, seluruh 
pemangku kepentingan sehingga sertifikasi halal itu jangan sampai memberatkan 
atau merugikan industri," katanya, saat membuka pameran Bisnis dan Produk Halal 
Indonesia 2010 di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan, sertifikasi halal pada produk dan jasa yang dihasilkan jangan 
sampai menimbulkan biaya baru yang membebani industri karena dampaknya akan 
berimbas pada konsumen, bukan produsen.

"Jangan sampai sertifikasi itu menimbulkan infesiensi, adanya ongkos baru yang 
memberatkan industri dan berdampak pada konsumen. Jadi, bebannya sebenarnya 
bukan pada produsen tetapi konsumen produk dan jasa yang bersangkutan," tutur 
Boediono.

Akibatnya, tambah Wapres, konsumen yang berpenghasilan rendah akan mengabaikan 
produk dan jasa bersertifikasi halal dan memilih produk lain yang jauh lebih 
murah.

Bagaimana pun, lanjut Boediono, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim 
harus dilindungi haknya untuk mendapatkan produk dan jasa yang halal sesuai 
akidah.

Wapres mengingatkan, saat ini banyak produk dan jasa yang berlabel halal namun 
tidak semua yang berlabel halal itu sesuai akidah atau syariah karena dalam 
proses pembuatannya terkadang belum sesuai akidah dan syariah.

"Tak hanya itu, banyak pula produk dan jasa yang mencantumkan label halal untuk 
sekadar menarik pembeli. Jadi, kita harus benar-benar hati-hati dan kesadaran 
akan produk dan jasa yang halal itu harus dimiliki semua pemangku kepentingan," 
ujarnya.

Pada kesempatan yang sama Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan mengatakan, 
pihaknya sama sekali tidak ingin memberatkan atau membebani pelaku industri. 
"Hanya saja kami kan tetap memerlukan biaya untuk pemeriksaan hingga pemberian 
sertifikasi halal," ujarnya.

"Biaya sertifikasi halal selama ini berkisar Rp200 ribu hingga Rp5 juta. Sesuai 
dengan berapa item yang harus diperiksa dalam sebuah produk atau jasa," 
ungkapnya.

Tetapi, lanjut Amidhan, untuk produk-produk usaha mikro, kecil menengah 
pihaknya sama sekali tidak memungut biaya. "Jadi, tidak semua kita kenakan 
biaya," katanya.

Amidhan mengatakan, pihaknya ingin biaya sertifikasi dimasukkan ke dalam biaya 
promosi karena bagaimana pun sertifikasi halal dapat menjadi salah satu nilai 
jual bagi sebuah produk atau jasa untuk diminati atau dibeli konsumen.

"Misalnya produk air kemasan. Air itu kan halal, tetapi dalam proses pengemasan 
itu kan harus diperiksa halal atau tidak. Nah ini kan perlu biaya, dan jika 
sertifikasi halal itu ada kan merupakan salah satu nilai jual juga bagi produk 
bersangkutan, " ujarnya.[ant/hidayatullah.com]


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke