http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/07/27/126966-pemerintah-perlu-pertegas-aturan-khitan-perempuan

Pemerintah Perlu Pertegas Aturan Khitan Perempuan
Selasa, 27 Juli 2010, 16:36 WIB

     
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah sudah seharusnya membuat aturan yang jelas 
mengenai pelaksanaan khitan bagi kaum perempuan. Pasalnya, fatwa Majelis Ulama 
Indonesia (MUI) Nomor 9A tahun 2008 tentang Hukum Pelarangan Khitan Perempuan 
dinilai sejumlah kalangan tidak jelas.

Kepala Lembaga Studi Kependudukan dan Gender Universitas YARSI Prof Dr H 
Jurnalis Uddin PAK menuturkan, fatwa yang dikeluarkan Komisi Fatwa MUI pada 
tanggal 7 Mei 2008 ini sangat membingungkan baik oleh awam maupun pemerintah 
yang berkewajiban mengatur pelaksanaan berbagai tindakan medik termasuk khitan 
perempuan. 

Fatwa tersebut menetapkan hukum khitan perempuan sebagai: fitrah, syiar Islam 
dan makrumah.''Semuanya itu tidak dikenal oleh masyarakat awam. Biasanya kita 
mengenal hukum tentang sesuatu masalah itu seperti wajib, sunnah, mubah, makruh 
atau haram,'' kata Prof Jurnalis di sela-sela peluncuran buku Khitan Perempuan: 
Dari Sudut Pandang Sosial, Budaya, Kesehatan dan Agama, di Jakarta, Selasa 
(27/7).

Kebingungan itulah, menurut Prof Jurnalis, yang mendorong pihaknya melakukan 
penelitian. Dari hasil penelitian yang dilakukan secara komprehensif dari 
berbagai aspek kehidupan, sambungnya, diharapkan bisa didapatkan landasan hukum 
yang kuat untuk menentukan apa sebenarnya hukum khitan bagi kaum perempuan.

Prof Jurnalis menambahkan, hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi 
Kependudukan dan Gender Universitas YARSI menyimpulkan bahwa khitan perempuan 
hukumnya adalah mubah. ''Namun jika hal tersebut mengancam kesehatan maka 
menjadi makruh, dan jika mengancam nyawa perempuan yang dikhitan maka hukumnya 
menjadi haram,'' papar Ketua YARSI ini.

Saat ini, ungkapnya, baru negara-negara Afrika saja yang mengeluarkan fatwa 
haram terhadap hukum khitan perempuan. Dari 28 negara di benua hitam ini, kata 
dia, baru 15 negara yang memberlakukan larangan terhadap pelaksanaan khitan 
bagi kaum perempuan.

Dalam kesempatan sama, Prof Dr H Nasaruddin Umar MA dari Direktorat Jenderal 
Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama menuturkan, persoalan seputar hukum 
khitan perempuan memang pernah menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan 
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ''Indonesia termasuk negara yang tidak ikut 
meratifikasi aturan mengenai pelarangan khitan terhadap perempuan,'' ujarnya.

Keputusan Indonesia untuk tidak meratifikasi aturan pelarangan khitan perempuan 
ini, menurut Prof Nasaruddin, sudah tepat, mengingat kondisi masyarakat 
Indonesia yang belum siap. ''Kalau kita ikut meratifikasi pastinya akan menjadi 
kontra produktif, karena kultur sebagian besar masyarakat kita masih menganggap 
tabu jika seorang perempuan tidak dikhitan,'' tukasnya.

Prof Jurnalis mengatakan, hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pihaknya 
telah dirangkum dan disusun ke dalam sebuah buku berjudul Khitan Perempuan: 
Dari Sudut Pandang Sosial, Budaya, Kesehatan dan Agama. ''Buku ini kita 
harapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah dan MUI ke depannya dalam 
menetapkan hukum pelaksanaan khitan bagi perempuan,'' tandasnya.    

Pihaknya, ungkap Prof Jurnalis, sudah menyampaikan gagasan-gagasan dari hasil 
penelitian yang dilakukan lembaganya kepada MUI. ''Memang belum ada tanggapan 
resmi dari mereka. Tapi, bisa saja dalam satu atau dua tahun ke depan, khitan 
perempuan ini menjadi diharamkan di Indonesia, karena dalam beberapa kasus 
medis khitan perempuan ini menyebabkan terjadinya infeksi, pendarahan dan 
trauma psikologis,'' tambahnya.

Red: Krisman Purwoko

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke