http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=22090
2010-07-30 Perdagangan Sayur dan Buah Indonesia Defisit US$ 500 Juta [JAKARTA] Selama periode 2003-2008, volume dan nilai impor berbagai jenis sayur dan buah terus meningkat. Untuk komoditas sayur, pada 2003 Indonesia mengimpor 343.935 ton dan pada 2008 melonjak menjadi 917.190 ton. Nilai impornya pun melonjak dari US$ 103,39 juta menjadi US$ 442,41 juta. Hal yang sama juga terjadi pada buah. Pada 2003, sebanyak 228.447 ton berbagai jenis buah diimpor dan pada 2008 menjadi 501.962 ton. Nilai impor meningkat dari US$ 194,86 juta menjadi US$ 474,19 juta. Devisa yang dikeluarkan untuk mengimpor sayur dan buah pada 2008 mencapai US$ 916,60 juta atau sekitar Rp 8,25 triliun. Sebaliknya, volume dan nilai ekspor sayur dan buah lebih sedikit. Pada 2008, ekspor sayur tercatat 175.927 ton dengan nilai US$ 171,47 juta dan ekspor buah men- capai 323.888 ton senilai US$ 234,8 juta. Dengan demikian, devisa yang masuk hanya US$ 406,27 juta atau Indonesia masih mengalami defisit US$ 500 juta dalam perdagangan sayur dan buah. Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang dihubungi SP, Jumat (30/7), mengakui peningkatan impor buah-buahan, khususnya dari Tiongkok. Hal itu merupakan konsekuensi penerapan perdagangan bebas ASEAN-Tiongkok. Namun secara keseluruhan, perdagangan sektor pertanian dengan Tiongkok, Indonesia masih surplus, antara lain melalui produk minyak sawit mentah (CPO), kakao, dan karet. "Buah-buahan dari Tiongkok dan beberapa negara lain memang banyak masuk ke Indonesia, terutama ke beberapa kota besar. Tapi buah-buahan itu sudah tidak segar lagi, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan di dalam kontainer. Buah kita jauh lebih segar dan sehat," tegasnya. Untuk itu, Mentan menyarankan masyarakat membeli buah dalam negeri agar petani mendapat pasar yang luas. Pihaknya terus melakukan kampanye konsumsi buah dalam negeri, termasuk di pasar swalayan besar. Sejumlah pasar swalayan sudah bekerja sama dengan petani untuk menjual berbagai macam buah segar. Hotel, restoran, dan berbagai tempat usaha pariwisata juga harus menyuguhkan buah lokal, karena wisatawan datang untuk menikmati makanan lokal, bukan yang diimpor. Suswono mengatakan buah lokal Indonesia sebenarnya sangat eksotik dan diminati banyak negara. Manggis, mangga, dan salak, digemari masyarakat Tiongkok dan Eropa. Sedangkan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati menyatakan impor buah masih dalam koridor aturan perdagangan internasional yang berlaku. Tetapi dia menilai volume dan nilai impor sudah "tidak wajar" dari sudut kepentingan petani buah, khususnya yang produknya sama atau substitusi dengan yang diimpor. Oleh karena itu, salah satu strategi makro yang disiapkan adalah memanfaatkan berbagai peraturan internasional agar lebih berpihak pada kepentingan nasional, khususnya petani buah. Strategi lainnya adalah upaya di tingkat makro, meso, dan mikro, untuk meningkatkan daya saing produk buah Indonesia. Pasar Dalam Negeri Sementara itu, guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Roedhy Poerwanto menyatakan produk impor harus dibatasi dan diimbangi dengan meningkatkan ekspor produk hortikultura Indonesia. Hal itu bisa diwujudkan dengan meningkatkan kualitas dan mempertahankan kelanjutan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Indonesia sebenarnya sudah mempunyai keunggulan produk hortikultura yang bisa menjadi pemasok utama kebutuhan dunia. Untuk jumlah produksi buah tropika, seperti pisang (menempati urutan 1 dunia), nanas (urutan 3 dunia), mangga (urutan 4 dunia), dan pepaya (urutan 5 dunia). Namun besarnya jumlah produksi tersebut belum mampu menjadi pengekspor utama karena ada sejumlah kendala. "Dari sisi produksi hortikultura tropika, Indonesia umumnya unggul. Namun, hal itu tidak sejalan dengan jumlah ekspor kita yang masih sangat minim," tegas mantan Direktur Tanaman Buah, Kementrian Pertanian ini. Dia menjelaskan, sejumlah kendala yang dihadapi adalah kualitas produksi dan penanganan produksi yang ramah lingkungan masih minim, penanganan pascapanen dan kelanjutan produksi yang masih terbatas sehingga sulit menjamin pasokan. Padahal, konsumen dunia sudah mempunyai banyak kriteria kualitas sejak penanaman hingga pasca panen yang harus dipenuhi pihak produsen."Sayur dan buah layak ekspor saat ini harus minim pestisida, penanganan pasca panen yang aman dan baik hingga packaging yang menarik, hingga produksi yang memberatkan petani. Saat ini banyak konsumen yang membeli buah atau sayur dengan catatan memberdayakan petani produsen. Ini merupakan kecenderungan dalam perdagangan hortikultura internasional," katanya. Sedangkan, peneliti Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB Rahmad Suhartanto mengatakan impor hortikultura bisa dibatasi dengan menggenjot produksi untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri. Potensi pasar dalam negeri bisa ditingkatkan dengan mendorong investasi pihak swasta. Selain itu, para pejabat dan kepala daerah harus menjadi teladan untuk mendorong petani di wilayah masing-masing bergairah menanam produk hortikultura. Menurutnya, pemerintah harus memberikan insentif dan mendorong petani tertarik menanam buah dan sayur. Untuk itu, sejumlah program dan bantuan yang diberikan pemerintah bukan sekadar menjalankan proyek. "Jika pendekatan sebatas proyek maka targetnya asal dikerjakan. Petani yang mendapatkan bibit asal-asalan juga tidak berminat untuk menanam tanaman hortikultura. Lihat saja di Thailand, tokoh panutan seperti raja sangat mempengaruhi rakyatnya dalam bertani. Program pendampingan pun dijalankan dengan serius," tegas Rahmad. [S-26/H-12/A-16] [Non-text portions of this message have been removed]