Refleksi : Kalau 26,2 juta orang berada tipis diatas garis kemiskinan, maka 
tentu sekali paling tidak jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan 
tidak berbeda jauh, jadi paling sedikit jumlah  orang yang hampir miskin dan 
samasekali adalah  kurang lebih 50 juta orang. Jadi dengan lain kata penurunan 
kemiskinan berjalan di tempat atau dengan bahasa manis disebut lambat. 

Bisakah kemiskinan penduduk negeri diatasi oleh penguasa negara yang terdiri 
dari oknom-oknom  kleptokratik berpenyakit nepotisme?
 

http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=22594

2010-08-06 
Penurunan Kemiskinan Lambat


[JAKARTA] Kendati pemerintah gencar beretorika soal keberhasilan menurunkan 
angka kemiskinan, data lima tahun terakhir menunjukkan jalu penurunan 
kemiskinan sangat lambat. Bahkan di tahun 2010 ini jumlah penduduk miskin 
berpotensi besar bertambah antara lain akibat kenaikan harga barang dan gagal 
panen di banyak daerah. 


Menurut kriteria Bappenas seseorang dikategorikan miskin bila berpenghasilan di 
bawah US$1 atau Rp 9.000 sehari, sementara standar Bank Dunia adalah US$ 2 atau 
Rp 18.000 sehari. Dengan standar seperti ini jumlah penduduk miskin kita saat 
ini adalah 31,02 juta orang atau 13,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. 


Namun dengan kenaikan harga barang dan gagal panen tersebut sekitar 26,2 juta 
orang yang berada tipis di atas garis kemiskinan (near poor)berpotensi besar 
terperosok menembus ambang batas kemiskinan. Untuk itu, sejumlah pengamat 
mendesak pemerintah mengambil langkah strategis dan konkret agar kesejahteraan 
rakyat yang mayoritas petani bisa semakin baik di 65 tahun usia Republik 
Indonesia ini. 


Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo menilai, masyarakat 
tidak akan keluar dari kemiskinan bila hanya dengan pelatihan-pelatihan yang 
sebatas proyek, tetapi tidak disertai dengan langkah strategis dan konket untuk 
meningkatkan nilai tambah bagi petani. Di satu sisi, petani disuruh terus 
memproduksi hasil pertanian untuk mensubsidi kebutuhan makanan semua orang di 
negara ini. Selain nilai tambah yang tidak dikemas dengan baik, juga karena 
akses pasar yang rendah.


Salah satunya belum ada upaya branding dan packing yang bagus untuk 
meningkatkan kualitas serta nilai jual di pasar. Misalnya hasil buah di pasar 
swalayan, negara lain yang menguasai dengan posisi harga lebih tinggi, 
sedangkan buah Indonesia dibeli kiloan dan murah. "Seberapa jauh barang yang 
diproduksi itu mempunyai nilai tambah. Misalnya padi akan lebih mahal kalau 
sudah jadi beras dan kue. Lihat negara Taiwan yang dikenal dengan banyak 
makanan kaleng, karena mereka melakukan pengemasan dan standar yang baik 
terhadap hasil pertanian, selain bertahan lama juga untuk meningkatkan kualitas 
dan harganya di pasaran," ucapnya kepada SP di Jakarta, Kamis (5/8).


Akibat tidak terstandar dengan baik, lanjut Imam, produk petani yang dijual 
langsung pun tidak mampu bersaing dengan pemodal besar baik dari luar maupun 
dalam negeri. Selain itu, belum ada regulasi untuk melindungi pedagang kecil 
dari liberalisme pasar. Kebebasan diberikan pemerintah kepada pemodal besar 
untuk menguasai swalayan-swalayan, yang mana sebagai ujung tombak dan tempat 
strategis penjualan produk, sehingga pedagang kecil tergusur. 


Untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan pun menurut Imam, pemerintah belum ada 
terobosan baru yang mencerminkan social entrepreneurships atau kewirausahaan. 
Pemerintah terlalu monoton dengan prosedur birokrasi dan syarat konvensional, 
termasuk akses pedagang kecil terhadap lembaga keuangan. Akibatnya, orang 
miskin tetap terperangkap dalam kemiskinan karena tidak mampu mengembangkan 
jiwa kewirausahaannya. 


Senada dengan itu, pengamat ekonomi UGM Revrisond Baswir mengatakan, problem 
terberat bangsa ini adalah memerdekakan rakyat dari kemiskinan secara 
menyeluruh. "Problem utama yang dihadapi kaum miskin adalah akses terhadap 
sumber daya produktif, seperti tanah maupun fasilitas permodalan. Tanpa membuka 
akses tersebut, mustahil rakyat miskin bisa bangkit," ujarnya.
Satu contoh klasik yang selalu hinggap pada rakyat adalah susahnya mengupayakan 
permodalan. "Ini perkara klasik. Mengapa kita tidak bercermin pada China yang 
pemerintahnya tanpa diminta memberikan subsidi khusus bagi UMKM-nya tanpa 
syarat bermacam-macam," ujarnya. ini.


Revrisond melihat, program-program pengentasan kemiskinan, yang digagas 
pemerintah adalah program tambah-sulam dan hanya bersifat jangka pendek, 
seperti program bantuan langsung tunai (BLT). "Tahun 2009 pemerintah 
menyediakan dana total dana Rp 3,766 triliun untuk memberikan bantuan tunai 
bagi sekitar 18,832 juta rumah tangga miskin sasaran di seluruh Indonesia. 
Program inilah yang memancing kemalasan rakyat dan hanya mengandalkan bantuan. 
Saya sesungguhnya tidak setuju dengan hal ini," tegasnya.


Ke depan, lanjutnya, infrastruktur perekonomian di pedesaan harus dibangun 
secara berkualitas. "Dalam lima tahun mendatang, pemerintah harus mempercepat 
pembangunan infrastruktur tersebut. Poin ini perlu menjadi perhatian karena 
selama lima tahun program pembangunan fisik di perdesaan justru macet," ujarnya.


Hal sama juga diungkapkan pengamat ekonomi UGM Sri Adiningsih. Menurutnya, 
kemiskinan tetap tidak bisa dilepaskan dari pembangunan infrastruktur dan harus 
memperhatikan azas pemerataan antarwilayah di seluruh Indonesia. Tanpa 
pemerataan itu, niscaya kemiskinan akan menghilang dari negeri ini. "Tanpa ada 
konsep dan realisasi pembangunan infrastruktur yang jelas, dinamisasi 
perekonomian akan berjalan lambat," tegasnya.


Adiningsih menegaskan, selama pemerintah tidak mampu meratakan akses 
pembangunan, maka angka kemiskinan tidak akan terselesaikan, belum lagi 
persoalan tenaga kerja yang meningkat signifikan dibanding ketersediaan 
lapangan kerja. 
Pakar ekonomi IPB yang juga Sekjen Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) 
Hermanto Siregar menegaskan, peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan 
harus dimulai dari pemerintah daerah. Hal itu bisa dimulai dengan membangun 
infrastruktur, mengembangkan pasar pedesaan, dan memudahkan akses pembiayaan 
usaha bagi masyarakat desa. Upaya itu bisa dilakukan karena alokasi anggaran 
untuk daerah sudah mencapai 60 persen dari total anggaran nasional. "Untuk itu 
sangat diperlukan terobosan dari pemerintah daerah dalam mendongkrak 
pembangunan pedesaan. Ini harus menjadi tolok ukur keberhasilan para pemimpin 
di daerah," katanya. 


Dia menjelaskan, infrastruktur yang harus dibangun adalah jalan-jalan pedesaan, 
perbaikan bendungan dan sarana pertanian sehingga menarik minat industri 
pengolahan hasil pertanian. Selain itu, upaya nyata yang dilakukan bagi 
masyarakat pedesaan adalah menciptakan pasar bagi para petani dan membantu 
akses permodalan melalui model bank pertanian. 


Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto dan 
pengamat ekonomi Yanuar Rizky sepakat bahwa untuk mengurangi jumlah orang 
miskin dan pengganggur baik yang berada di desa maupun di kota, pemerintah 
harus membangun industri pengolahan di setiap daerah. Dan industri yang 
dibangun harus sesuai dengan potensi yang dimiliki setiap daerah. 
Djimanto menambahkan, kemiskinan dan penggangguran di perkotaan terjadi 
sebagian besar berawal dari desa. Oleh karena itu, sudah saatnya desa harus 
dibangun sesuai dengan potensi desa, seperti industri pengolahan dalam sektor 
pertanian dan kehutanan. Sementara untuk masyarakat kota yang miskin, 
pemerintah harus melatih dan mendidik mereka agar bisa berwirausaha, seperti 
bisa berdagang. 

Kebijakan Pemerintah 
Terkait dengan itu, Menko Kesra Agung Laksono menyatakan, pemerintah tengah 
giat-giatnya mendorong industri berbasis pedesaan. Misalnya, dengan membuat 
sentra-sentra industri produk-produk unggulan desa atau sentra pengolahan 
hasil-hasil pertanian dan perkebunan.


"Program itu merupakan salah satu program pro pertumbuhan yang bertujuan 
mendorong kemandirian dan memberdayakan masyarakat desa. Dengan demikian, 
kesejahteraan masyarakat bisa meningkat. Sentra-sentra industri itu terus kita 
dorong. Selain itu ada program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 
Mandiri)," katanya menjawab SP di sela-sela Rapat Kerja III Presiden dengan 
menteri dan gubernur se-Indonesia, di Istana Bogor, Kamis (5/8).


Agung menerangkan, dengan mendorong pergerakan sentra-sentra industri berbasis 
perdesaan maka akan muncul ekonomi yang kuat di desa. "Pemerintah benar-benar 
mendorong itu dan membantunya hingga tahun 2015. Setelah sampai benar-benar 
mandiri, berdaya, dan kesejahteraan meningkat, kita lepaskan," katanya.


Dia menjelaskan, percepatan pembangunan dan pemberdayaan desa merupakan kunci 
meningkatkan kesejahteraan rakyat, sekaligus mendorong gairah ekonomi rakyat 
yang memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan perekonomian daerah. 
Agung menambahkan, pemerintah tidak berhenti untuk terus menurunkan angka 
kemiskinan dan pengangguran dengan perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan 
sosial budaya, serta adanya upaya peningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. 
Untuk mencapainya, pemerintah telah menetapkan triple track strategy di bidang 
pembangunan yaitu, pertama adalah pro pertumbuhan, kedua adalah pro lapangan 
kerja, dan dan pro membela masyarakat miskin. "Prioritas itu sudah dibahas 
dalam raker di Tampaksiring," katanya. [D-13/E-8/152/


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke