Refleksi :  Silahkan kocok berkocok-kocok 
:http://www.youtube.com/watch?v=THgFZel9ZYY  


http://www.tempointeraktif.com/hg/opiniKT/2010/08/09/krn.20100809.208606.id.html


Kocok Ulang Satgas Antimafia
Senin, 09 Agustus 2010 | 00:41 WIB


Manuver anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Inspektur Jenderal 
Polisi Herman Effendi, membuktikan bahwa lembaga ad hoc ini tak solid. Ia 
sempat berencana mengundurkan diri kendati akhirnya tak jadi. Gesekan ini 
mestinya dijadikan momentum untuk menata ulang Satuan Tugas.


Herman dikabarkan kurang sreg mengenai penanganan kasus rekening gendut milik 
sejumlah petinggi kepolisian yang memojokkan korpsnya. Lalu, muncul pula perang 
pernyataan antara Denny Indrayana--Sekretaris Satuan Tugas sekaligus staf 
khusus presiden bidang hukum--dan juru bicara Markas Besar Kepolisian RI 
Inspektur Jenderal Edward Aritonang. 


Ketua Satuan Tugas Kuntoro Mangkusubroto dan Kepala Kepolisian RI Bambang 
Hendarso Danuri telah berupaya menenangkan riak-riak itu. Tapi langkah ini 
rasanya tak menyelesaikan masalah internal Satuan Tugas secara tuntas. Presiden 
Yudhoyono harus turun tangan, karena Presidenlah yang membentuk lembaga ini 
melalui Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009. Ia harus menggaransi bahwa 
Satgas mampu berfungsi semestinya, yaitu menerima pengaduan, 
menindaklanjutinya, serta memberikan rekomendasi penanganan kepada instansi 
yang berkaitan.


Presiden Yudhoyono juga harus membuktikan bahwa mereka bukan lembaga ad hoc 
untuk sarana politik pencitraan belaka. Langkah lebih tegas--sekaligus lebih 
baik--harus segera ditempuh. Keretakan internal itu hendaknya dijadikan 
momentum untuk menyusun ulang anggota tim tersebut dengan tokoh-tokoh yang 
bersih, independen, dan berani. Pengurus lembaga ini mesti dijauhkan (karena 
memang tak ada keharusan) dari unsur kepolisian dan kejaksaan, yang sering 
menjadi duri dalam daging.


Memaksakan anggota yang mewakili unsur penegak hukum malah berpotensi 
menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, pengurus Satuan Tugas yang berasal dari 
unsur aparat tadi lebih sering bertindak mewakili korps asalnya. Benturan 
kepentingan itu tampak ketika Satuan Tugas terlihat lamban merespons kasus 
rekening superjumbo pejabat kepolisian yang diduga hasil korupsi. Padahal 
penuntasan masalah rekening tak wajar ini bisa menjadi shock therapy 
"bertegangan tinggi" bagi usaha memberantas praktek mafia hukum.


Di negeri dengan penegakan hukum yang masih terseok-seok ini, terapi kejut dan 
terobosan masih sangat diperlukan. Lembaga ad hoc ini pun didirikan karena 
"jalur tradisional" penegakan hukum, seperti di kejaksaan dan kepolisian, tidak 
berfungsi dengan baik. Jamak terdengar bahwa masih ada aparat hukum yang malah 
ikut bermain dan merekayasa sebuah perkara demi kepentingan pribadi. Inilah 
tantangan berat bagi Presiden Yudhoyono, yang telah menetapkan pemberantasan 
mafia hukum sebagai prioritas nomor satu dalam program 100 hari 
pemerintahannya. 


Satuan Tugas memang tidak berhak menyelidiki dan menindaklanjuti kasus mafia 
hukum dan peradilan. Payung hukum tim ini juga "hanyalah" keputusan presiden. 
Namun Satuan Tugas pasti memperoleh dukungan dan legitimasi dari publik bila 
Kuntoro dan kawan-kawan, dengan sokongan penuh dari Presiden, benar-benar 
membuktikan keberanian mereka melawan "hantu" mafia hukum, apa pun risikonya.







[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke