http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/08/162568/70/13/Kemerdekaan-Tanpa-Makna


Kemerdekaan Tanpa Makna 
Selasa, 17 Agustus 2010 00:01 WIB      

PERTAMBAHAN usia sebuah negara bukan jaminan atas tercapainya kesejahteraan, 
ketahanan, dan kedaulatan bangsa itu. Yang terjadi, terkadang justru 
sebaliknya. Negara terus bertambah usianya, tetapi ketahanan, kemakmuran, serta 
kedaulatannya justru semakin melemah. Saat memperingati hari kemerdekaan Negara 
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke-65, hari ini, kita khawatir kondisi 
itulah yang tengah berlangsung pada bangsa ini. 

Tujuan utama para founding fathers jelas dan tegas, yakni membentuk negara yang 
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pertanyaannya, sudahkah sasaran 
itu tercapai saat kita memperingati hari ulang tahun kemerdekaan republik 
ke-65, hari ini? 

Ini pertanyaan retoris. Sebuah pertanyaan yang tentu saja tidak membutuhkan 
jawaban, karena semua warga bangsa ini telah memastikan bahwa jawabannya 
adalah: belum. 

Tujuan Indonesia merdeka itu belum tercapai, bahkan masih jauh perjalanan 
menuju ke sana. Yang justru tengah berlangsung adalah sebuah paradoks. Usia 
negara dan bangsa ini semakin bertambah, namun kondisinya semakin lemah dan 
mengkhawatirkan. Setiap hari, kita menyaksikan berlangsungnya degradasi 
kualitas kehidupan rakyat. 

Di bidang ekonomi, rakyat tidak semakin sejahtera, sebaliknya justru semakin 
sengsara. Pemerintah merilis angka-angka ekonomi makro yang menggembirakan, 
namun pada kenyataannya, rakyat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup, akibat 
daya beli yang terus merosot, sedangkan harga-harga terus melambung. Kasus 
bunuh diri akibat kesulitan ekonomi telah banyak bermunculan. 

Keresahan sosial yang terpendam bagai bisul yang menunggu pecah pun sepatutnya 
diantisipasi akibat semakin banyak dan meluasnya anak bangsa ini yang 
menganggur karena negara gagal menciptakan lapangan kerja. 

Pasar bebas yang semestinya menjadi anugerah, berbalik menjadi bencana, karena 
negara tidak berperan menguatkan pelaku pasar nasional. Dominasi produk asing 
di pasar domestik pun menjadi kelaziman. Ketahanan ekonomi menjadi kian rapuh. 

Di bidang politik dan ketatanegaraan, penyalahgunaan kekuasaan berlangsung 
semakin parah dengan maraknya politik transaksional. Sementara skandal-skandal 
besar yang merugikan rakyat kian mudah ditenggelamkan. 

Ketidakpatutan dalam tata pemerintahan pun terjadi. Belum pernah terjadi 
sebelumnya, seorang jaksa agung digugat keabsahannya oleh seorang terdakwa 
tanpa bisa berbuat apa pun. Belum pernah pula terjadi seorang kapolri 
menghilang dengan penjelasan yang saling bertentangan, setelah absen dalam 
acara pelantikan pejabat teras kepolisian. 

Bahkan, hak konstitusional warga untuk beragama, mengalami kemunduran yang 
dahsyat. Negara yang seharusnya melindungi hak konstitusional warga, malah lari 
dari tanggung jawab, dengan melakukan pembiaran terjadinya kekerasan terhadap 
pemeluk agama. 

Indonesia adalah salah satu negara dengan wilayah, penduduk, dan modal 
keragaman sosial-budaya terbesar di dunia. Dengan potensi itu mengapa kita 
justru kehilangan makna sebagai bangsa yang merdeka? 

Kuncinya terletak pada kepemimpinan. Karena itu, menjadi tantangan bagi seluruh 
komponen bangsa melahirkan pemimpin sejati yang mampu membangkitkan seluruh 
potensi besar bangsa ini untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Bukan pemimpin 
yang membiarkan Indonesia menjadi negara yang gagal. Dirgahayu NKRI. 





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke