Tanggal 5 April 2009 yang lalu, telah diselenggarakan pertemuan purna DKC dan aktivis T dan D Kota Bandung dalam rangka ulangtahun DKC Kota Bandung yang ke-42. Acara ini sungguh menarik karena juga melibatkan keluarga, khususnya anak-anak karena disiapkan sejumlah permainan outdoor. Yang jadi puncak adalah acara dialog yang diselenggarakan di Aula Putih.
Pada kesempatan itu, Kak Rudy mengajak hadirin untuk memikirkan masa depan Gerakan Pramuka. Ia mempersoalkan keperdulian pimpinan Kwarcab yang kelihatannya kurang perduli dengan acara ini, padahal 2 orang Waka Kwarcab adalah purna DKC. Ia mengungkap bahwa Kak Hendro, salah satu Waka yang hari itu hadir, ternyata baru datang siang harinya, sungguh sangat terlambat. Sementara, Waka Kwarcab yang lain disebutnya mungkin sudah lupa jalan ke Taman Pramuka. Saat itu memang saat sulit buat Kak Hendro, karena ia diberondong terus sebagai pihak yang dianggap mewakili Kwarcab. Memang ada Kak Deddy Widya, yang biasa dipanggil Abah ini, namun beliau mengelak dengan menyatakan bahwa beliau telah mengundurkan diri walau sampai hari ini tidak ada kejelasan status beliau apakah dikabulkan atau tidak. Gugatan tambah kencang dengan pernyataan lebih lanjut dari kak Rudy mengenai benturan antara Kwarcab dengan DKC. Menurutnya aneh bahwa Waka Kwarcab yang dulunya pernah DKC bukannya melancarkan malahan menghambat kegiatan DKC. Suasana jadi panas dan saya perhatikan Kak Hendro gelisah namun tidak menanggapi. Untungnya, pembicaraan dialihkan dengan tampilnya Kak Rahmat Junizar, yang kemudian bertanya siapa saja yang masih aktif di gugusdepan. Dan bertanya kenapa anak-anak para mantan aktivis Pramuka pun enggan aktif di Gerakan Pramuka. Saat itu, Kak Jeje, salah satu mantan Ketua DKC menyatakan bahwa ia tidak lagi percaya sama Pramuka, sama Kwartir. Ia menyatakan bukan lagi suudzon tapi "nuduh." Suasana naik lagi. Tapi pembicaraan akhirnya bisa dialihkan kepada apa yang mau dilakukan. Muncul rencana untuk menghimpun para purna ini agar bisa berkumpul dan menyumbangkan ide dan masukan bagi Kwarcab. Hal ini berawal dari anggapan bahwa Kwarcab sangat tidak optimal bekerja dalam menghadapi berbagai masalah Pramuka. Tadinya sempat muncul gagasan untuk bikin semacam "Kwarcab watchdog" untuk mengawasi Kwarcab, namun akhirnya dianggap lebih produktif untuk bikin semacam lembaga atau kelompok ekstrastruktural yang dapat mengemban ide. Kak Deddy Abah menyatakan bahwa upaya itu sudah mulai dilakukan oleh Lemdik dengan memberi kesempatan pada mantan aktivis mengisi materi misalnya di KPD. Purna yang masih ada di Kwartir lalu diminta bicara oleh Kak Rahmat. Kak Hendro menggunakan kesempatan itu tapi jawabannya sangat normatif. Ia menekankan agar orang kembali ke gugus depan. Ia mengungkapkan kesibukan Kakwarcab yang menyebabkan keterbatasan dalam memimpin langsung Kwarcab, namun komitmen terhadap Pramukanya sudah dibuktikan dengan peningkatan anggaran untuk Pramuka. Ia mengelak untuk mengungkap lebih lanjut soal "ada apa" di Kwarcab. Ia mengatakan ia tidak bisa bersikap seperti Kwik Kian Gie. Tuntutan cukup kencang untuk cerita, terutama juga benar yang dikatakan Kak Ridlo bahwa yang harus diminta adalah transparansi penggunaan uang rakyat yang diberikan pada Gerakan Pramuka. Hal lain yang terungkap adalah bahwa Ancukuang ternyata hanya bekerja selama 1 tahun, lalu tugasnya diambil alih orang lain dan mekanisme organisasi yang tidak berjalan di Kwarcab. Kak Hendli mengungkap bahwa tinggal 5 andalan yang masih sering datang ke Kwarcab dan sebagiannya tidak lagi mengerjakan tugas-tugasnya tapi hal lain. Kak Ridlo diminta untuk mengungkap pengalaman di Kwarda, sebagai Waka Kwarda dan ia mengungkap bahwa kalau di Kwarda dananya tidak ada. Ia mengungkap komitmen koran Pikiran Rakyat yang menyediakan ruang untuk diisi tulisan tentang Pramuka, namun sangat jarang dipakai. Kak Dede Mariana yang hari itu juga hadir diam saja, tidak berkomentar apa-apa. Sayangnya, saat pembicaraan hampir puncak tiba-tiba dipotong dengan acara potong kue ulang tahun yang dilakukan oleh para mantan ketua yang hadir plus Ketua DKC yang sedang menjabat. Beres potong kue, acara jadi bubar tanpa kesimpulan yang jelas. Saya jadi bertanya-tanya juga. Kelihatan acara ini dibuat untuk memberi kesan adanya kelompok orang yang perduli dengan Gerakan Pramuka. Secara sistematis, tampak ada upaya menyerang orang tertentu. Dan sebelum ada kesimpulan, acara ini disabotase dengan pemotongan kue. Saya tergelitik saja buat melaporkan pertemuan tanggal 5 April ini. Sepertinya suasana politik sudah memasuki Gerakan Pramuka ya .... Beberapa bulan lagi sudah Musyawarah Cabang. Rupanya ada yang sedang siap-siap buat mengambil alih Kwarcab. Hati-hati saja ......