bgapain pada pusing ya nyari calon presiden or wakilnya, khan ada calon yang 
sudah memenuhi segala persyaratan yang ditentukan...belum tahu ya...

neh AGUS S MUNANDAR calon presiden bisa, calon wakil juga bisa, pokoknya bisa 
bisa aza ahhhhhhh

--- Pada Sen, 27/4/09, dedemari...@yahoo.com <dedemari...@yahoo.com> menulis:

Dari: dedemari...@yahoo.com <dedemari...@yahoo.com>
Topik: [Pramuka] Mencari Calon Wakil Presiden yang Nyaman di Hati
Kepada: "IA IP" <ia-ip-un...@yahoogroups.com>, "IA UP" 
<milis-ika-un...@yahoogroups.com>, "Ikbs SMR" <ikbs-m...@yahoogroups.com>, 
"AIPI Politik" <aipi_poli...@yahoogroups.com>, "Ledia Hanifa" 
<lediahan...@yahoo.com>, "Leo Agustino" <leoagust...@yahoo.com>, "Husin AB" 
<husin_albanj...@telkom.net>, "Alif Humas gub" <alif2000...@yahoo.com>, 
"Pramuka Net" <pramuka@yahoogroups.com>
Tanggal: Senin, 27 April, 2009, 6:41 AM

Sumber: www.pikiran-rakyat.com/teropong/utama

Mencari Calon Wakil Presiden yang Nyaman di Hati

Oleh: Dede Mariana


Calon Presiden dalam Pemilu 2009 Susilo Bambang Yudhoyono sudah menentukan lima 
kriteria calon wapresnya, yakni memiliki (1) Integritas, kepribadian, karakter 
moral, termasuk moral politik yang baik; (2) Kapasitas dan kapabilitas sebagai 
pembantu presiden sesuai dengan UUD 1945; (3) Loyalitas yang penuh kepada 
pemerintah dan bebas dari konflik kepentingan; (4) Akseptabilitas dalam arti 
dapat diterima dan lekat di hati rakyat; (5) Dapat meningkatkan kekokohan dan 
efektivitas koalisi yang dibangun. 

Siapakah orangnya? "Sampai sekarang, saya belum menemukan," demikian 
dikemukakan Yudhoyono Minggu (19/4) di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. 

Mencari orang yang cocok dengan kriteria tersebut, Yudhoyono membentuk tim 
sembilan dari Partai Demokrat yang dipimpin Ketua Umum Hadi Utomo. Koalisi yang 
ingin dibangun Yudhoyono dengan Partai Demokratnya lebih bersandar kepada 
platform dan arah kebijakan partai, yakni pembangunan, demokrasi, dan keadilan 
daripada bersandar kepada kesamaan ideologi yang saat ini seolah terbelah ke 
dalam ideologi nasionalis dan Islam. 

Disyaratkan pula, koalisi yang dibangun harus berpegang kepada lima komitmen, 
yakni peningkatan kesejahteraan rakyat (pro rakyat), reformasi birokrasi dan 
pemberantasan korupsi, demokrasi yang lebih membawa manfaat, penegakan hukum 
dan aturan, serta mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata.

Dinamika politik pasca-pemilihan legislatif tampaknya semakin cepat, zigzag, 
dan sulit diterka publik ke arah mana para elite akan melaju dan mengarahkan 
mandat kekuasaan yang baru saja diterimanya melalui pemilu legislatif yang 
belum genap satu bulan. Para elite tampaknya sudah meninggalkan dan melupakan 
publik pemilihnya. Meski KPU belum menetapkan partai politik dan calon 
legislatif pemenang pemilu legislatif, para elite partai dengan berpatokan 
kepada hasil hitung cepat beberapa lembaga survai, terus melakukan penjajakan 
untuk melakukan "kerja sama politik" dalam usaha mendukung pasangan calon 
presidennya. 

Partai Demokrat, yang diperkirakan akan menang dalam pemilu legislatif dengan 
besaran lebih dari 20% akan menjadi satu-satunya partai politik yang dapat 
mengusung sendiri calon presidennya. Namun, guna antisipasi stabilitas 
pemerintahan pasca-pilpres, andai pasangan yang diajukan dipilih rakyat, maka 
mau tidak mau Partai Demokrat harus melakukan koalisi atau minimal kerja sama 
politik dengan parpol lainnya.

Dasar koalisi yang dibangun Partai Demokrat tampaknya akan lebih didasarkan 
kepada kepentingan pragmatis dan berjangka pendek di dalam mengelola kekuasaan 
dan jalannya pembangunan untuk lima tahun ke depan. Karena itu, berbagi 
kekuasaan dengan mitra koalisi di dalam kabinet menjadi tak terhindarkan. 
Belajar dari pemerintahan Yudhoyono-JK saat ini dengan pola koalisi maksimal, 
meski di dukung hampir 75% parpol di DPR, namun jalannya pemerintahan tidak 
terlalu mulus. Banyak agenda kebijakan publik yang diajukan pemerintah menjadi 
mentah atau dimentahkan DPR, meski parpol yang protes sebenarnya memiliki 
menteri di kabinet. 

Ke depan, sebenarnya dapat dirintis pola koalisi minimal seperti yang 
dijalankan negara-negara di Eropa Utara atau negara-negara Skandinavia. Koalisi 
dibentuk dengan rumus 50%+1, parpol yang akan memerintah cukup menguasai 
kekuatan di parlemen lebih kurang 50% saja, sehingga parpol selebihnya dapat 
menjadi kekuatan oposisi yang akan mengkritisi berbagai kebijakan koalisi 
parpol yang memerintah secara lebih konstruktif.

Partai politik menengah seperti PKS, PAN, dan PKB dapat menjadi alternatif 
mitra koalisi bagi Partai Demokrat. Melihat dinamika politik yang berkembang, 
ada dua alternatif calon wakil presiden buat Yudhoyono, yakni, Hidayat Nurwahid 
dari PKS dan Hatta Rajasa dari PAN. Tim sembilan Partai Demokrat yang dibentuk 
Yudhoyono harus benar-benar mengkaji kedua alternatif tersebut, serta 
kemungkinan alternatif lainnya. 

Beberapa keuntungan bila PD menggandeng PKS, PAN, dan PKB adalah, pertama, 
sama-sama parpol yang lahir pasca-reformasi, sehingga tak ada ikatan dengan 
beban masa lalu. Kedua, Hidayat Nurwahid dan Hatta Rajasa, bisa dianggap 
representasi kelompok muda. Isu keinginan adanya alih generasi dalam 
kepemimpinan nasional dapat diakomodasi. Ketiga, Yudhoyono menginginkan orang 
yang chemistry-nya nyaman. Kedua figur tampaknya relatif memenuhi keinginan 
Yudhoyono, meski antara keduanya berbeda pengalaman. Hatta yang selama ini 
sudah dua periode di eksekutif sebagai Menteri Perhubungan dan Menteri 
Sekretaris Negara mungkin akan lebih mudah beradaptasi dalam menjalankan 
pemerintahan daripada Hidayat yang saat ini Ketua MPR RI. 

Keempat, PKS, PAN, dan PKB merupakan parpol menengah, sehingga bila pasangan 
capres yang diusungnya diberi mandat rakyat untuk memerintah melalui Pilpres 
2009, maka akan mendorong parpol lainnya menjadi oposisi yang mengontrol 
jalannya pemerintahan, demikian pula sebaliknya. Tidak ikut dalam pemerintahan 
sama penting dan strategisnya bagi perkembangan bangsa dan negara ke depannya. 
Memberi kritik terhadap setiap kebijakan pemerintah melalui DPR atau parlemen 
sama berharganya dengan menjalankan kebijakan eksekutif di dalam pemerintahan. 
Tradisi menghargai proses dan menunggu kesempatan diberi mandat rakyat untuk 
memerintah melalui pemilu berikutnya merupakan tradisi berdemokrasi secara 
berkeadaban. Semoga.***

Dede Mariana, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Bandung. 




Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

------------------------------------

---------------------
Be Prepared
Sekali Pramuka tetap Pramuka
---------------------

Pramuka email addresses:
  Post message: Pramuka@yahoogroups.com
  Subscribe:    pramuka-subscr...@yahoogroups.com
  Unsubscribe:  pramuka-unsubscr...@yahoogroups.com

---------------------Yahoo! Groups Links






      Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk 
Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka 
browser. Dapatkan IE8 di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to