Baca tulisan di bwh ini, tampaknya Anggodo, warga NKRI teraktif? He2

-dmar-



Negeri Tercinta Anggodonesia

Minggu, 22 November 2009 | 05.43 WIB


KOMPAS.COM/DHONI SETIAWAN​ 


KOMPAS.com - Hiruk-pikuk persoalan yang membelit Komisi Pemberantasan Korupsi, 
yang menjerat dua unsur pimpinan nonaktif Chandra M Hamzah dan Bibit Samad 
Rianto, menjadi isu terpopuler di sejumlah media massa selama berbulan-bulan.

Berbagai kejadian besar, mulai dari ledakan bom di JW Marriott dan The 
Ritz-Carlton, penyergapan teroris Ibrohim di Temanggung, Jawa Tengah, 
penangkapan gembong teroris Noordin M Top, hingga gempa besar di Padang 
Sumatera Barat, tak mampu mengalihkan perhatian publik dari perkara KPK.

Hingga kini, kepedulian publik juga terasa kental jika mengamati dunia cyber, 
melalui sejumlah jejaring sosial semacam Facebook dan Twitter. Gerakan dukungan 
terhadap Chandra dan Bibit pun masih terus menggelembung.

Luapan kekritisan publik tampak nyata, natural, dan otentik di kedua jejaring 
itu. Sasaran kritik mulai dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Polri, 
Kejaksaan Agung, dan tentu tak ketinggalan Anggodo. Pengguna Twitter juga tak 
ragu melemparkan kritiknya terkait masalah KPK itu ke akun Twitter milik 
Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring.

Kekritisan warga Facebook dan Twitter tak hanya tertuang dalam kritik-kritik 
pedas dan menggelitik, tetapi juga rekaan gambar hingga karikatur.

Di salah satu akun Facebook milik seorang berinisial YPT, misalnya, salah satu 
gambar rekaan memuat wajah Anggodo menghiasi lembaran uang kertas pecahan Rp 
500.000. Di bawah gambar tersebut tertulis keterangan: ”Agar proses 
suap-menyuap lebih mudah pemerintah melalui Bank Indonesia mengeluarkan pecahan 
baru Rp 500.000,00. Jadi nyuap pejabat pemerintah gak perlu pake koper lagi”.

Anggodo tampaknya menjadi salah satu favorit sasaran komentar ataupun sindiran 
di dunia cyber. Seorang pemilik akun Facebook berinisial AL, misalnya, Sabtu 
(21/11) malam, menulis dalam statusnya, ”Negeri tercinta, Anggodonesia”.

Menanggapi serangan berbagai sindiran, pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang, 
mengatakan, pihaknya tidak akan mempermasalahkan hal itu. ”Kami biarkan saja 
karena sebenarnya mereka tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Tersinggung 
sih tersinggung, tapi kami maafkan. Karena seandainya mereka tahu apa yang 
mereka perbuat, mereka pasti tidak melakukannya,” kata Bonaran.

Di kalangan wartawan, suara Anggodo juga cukup diminati. Saat Mahkamah 
Konstitusi memperdengarkan rekaman sadapan pembicaraan telepon Anggodo, hampir 
semua wartawan yang meliput ikut merekam. Selain untuk kepentingan berita, 
rupanya beberapa wartawan menjadikan rekaman suara Anggodo itu sebagai ringtone 
telepon seluler. Bagian-bagian yang dipilih tentunya yang amat melukai hati 
nurani bangsa ini. (Sarie Febriane)


Sumber : Kompas Cetak


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Kirim email ke