BERITA FOTO: Bekantan Makin Terdesak
Rabu, 9 Juni 2010 | 18:05 WIB
KOMPAS/M SYAIFULLAH 
Seekor bekantan melakukan lompatan antarpohon menyeberangi Sungai Hitam di 
Kuala Samboja, Kaltim. 
KUALA SAMBOJA, KOMPAS.com - Seekor bekantan jantan (Nasalis larvatus), primata 
endemik Kalimantan, Selasa (8/6/2010) melakukan lompatan antarpohon untuk 
menyeberangi Sungai Hitam di Kuala Samboja, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai 
Kartanegara, Kalimantan Timur. 
Lompatan itu sebagai bagian dari pergerakan untuk mencari makan dan tetap 
berkumpulan dengan kelompoknya. Kawanan  satwa yang juga disebut monyet "bule" 
Belanda ini kehidupannya semakin terdesak akibat habitatnya berkurang karena 
pembukaan lahan untuk berbagai kepentingan.
 
 
WALHI Kaltim Desak Pemerintah Daerah Serius Selamatkan Bekantan
Minggu, 21 Maret 2010 | 04:38 WIB
BANJARMASIN POST
Bekantan di monyet berhidung panjang 
SAMARINDA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan 
Timur mendesak Pemerintah Kota Balikpapan dan Pemerintah Kabupaten Penajam 
Paser Utara agar betul-betul menyelamatkan satwa langka Bekantan (Nasalis 
larvatus) di Teluk Balikpapan. 
"Tinggal kemauan politik dari Pemkot Balikpapan dan Pemkab Penajam Paser Utara 
untuk melindungi habitat maupun Bekantannya, karena payung hukumnya sudah 
lengkap," kata Direktur Walhi Kaltim, Ical Wardhana di Samarinda, Minggu 
(21/3/2010). 
Ia menjelaskan, payung hukum yang sudah ada itu mulai dari Undang-undang, 
Peraturan Pemerintah sampai Peraturan Daerah sudah tersedia. Mengacu hasil 
survei Stanislav Lhota, peneliti dari Departemen Zoologi, Universitas South 
Bohemia Republik Chechnya, Bekantan atau monyet hidung panjang itu terus 
terdesak. 
Stanislav Lhota pada tahun 2006 mencatat, populasi Bekantan tinggal 1.400 ekor, 
masing-masing sekitar 1.000 ekor di pesisir Penajam Paser Utara dan 400 ekor di 
pesisir Balikpapan. 
"Kemauan politik dibutuhkan karena hutan di kawasan pesisir pada dua daerah itu 
(Balikpapan dan Penajam Paser Utara) terus dibabat untuk berbagai aktifitas 
pemerintah maupun swasta hingga bisa menganggu habitat bekantan," katanya. 
Ical memaparkan, dari sisi suprastruktur, perlindungan terhadap satwa langka 
dan ekosistemnya memiliki peraturan yang jelas, antara lain UU No 5 Tahun 1990 
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 
Pada UU itu, menurut Ical, ada ancaman hukuman pidana kurungan selama lima 
tahun atau denda mencapai Rp 100 juta bagi pelaku kejahatan terhadap lingkungan 
hidup itu. 
Ia menilai, selama ini pemerintah daerah telah mengorbankan habitat satwa 
langka dengan memperluas kawasan industri, pelabuhan dan terminal peti kemas di 
Kariangau, proyek jalan Lintas Kalimantan di Kaltim serta jembatan yang 
menghubungkan Balikpapan dan Penajam Paser Utara.
Editor: yuli   |   Sumber : ANT 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke