http://www2.rnw.nl/rnw/id/news/gemawarta/#4279506

 Hilversum, Selasa 11 Januari 2005 06:27 WIB
Gema Warta
  a.. Aceh Diterjang Bencana, Bagaimana TNI dan GAM Harus Bertindak?
  b.. Berbagai Pihak Kritik Kedatangan FPI dan MMI ke Aceh
  c.. Relawan di Banda Aceh Masih Mengahadapi Hambatan
  d.. Bantuan Dana Bencana Tanpa Bicarakan Kontrol
  e.. Masyarakat Sipil Sambut Imbauan Sekjen PBB Untuk Dana Bantuan Korban 
Tsunami
  f.. Gelombang Tsunami Memancing Gelombang Solidaritas Dunia, Tapi Menimbulkan 
Gelombang Dilema .. Bagi TNI 
Aceh Diterjang Bencana, Bagaimana TNI dan GAM Harus Bertindak?
Intro: Kemarin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan pertemuan dengan 
enam duta besar yaitu Swedia, Singapura, Amerika Serikat, Inggris dan Libya 
untuk membahas masalah Gerakan Aceh Merdeka GAM. GAM jelas tidak bisa diabaikan 
begitu saja ketika Aceh sekarang dilanda bencana besar. Tapi, bagaimana harus 
melibatkan GAM, apakah merangkulnya atau terus memeranginya? Kalangan pertama 
yang berurusan dengan GAM adalah TNI. Dan urusan TNI makin rumit saja karena 
juga harus mengawal pelbagai pasukan asing lain yang ada di Aceh. Berikut 
penjelasan pakar militer Prof. Dr. Salim Said mengenai TNI, GAM dan bencana 
yang sekarang dialami Aceh.


Salim Said: [SS]: TNI harus berjaga betul-betul, jangan sampai ada sabotase 
dari GAM, misalnya dengan menembak helikopter Amerika, apa Singapura, apa 
Jepang, apa Spanyol.

Radio Nederland [RN]: Juga TNI harus mampu mengendalikan anak buahnya di 
lapangan bukan?

SS: O kalau itu saya kira tidak ada masalah. Yang saya takutkan sabotase dari 
GAM. Kalau saya GAM saya tidak akan melakukan itu. Sebab GAM kan mestinya mau 
menunjukkan bahwa mereka mestinya lebih beradab dari TNI. Kalau mereka menembak 
tentara asing, maka dunia akan mengutuk GAM. Dan itu bertentangan dengan usaha 
GAM untuk mendapat dukungan dunia. 

Kendati demikian tugas TNI menjadi sangat berat, menjaga jangan sampai relawan 
tentara asing itu menjadi korban, ditembak atau disabot oleh GAM. Dan itu juga 
ujian apakah TNI cukup profesional menjaga tamu-tamu asing itu. Sebab anda 
harus tahu, tentara asing yang beroperasi sebagai relawan itu tidak bersenjata.

RN: Itu pasti ya?

SS: Iya, mereka dilindungi oleh TNI.

RN: Tidak juga bawa pestol?

SS: Mereka tidak boleh bawa senjata. 

RN: Tapi pakai seragam tentara asing bukan?

SS: O iya.

RN: Bencana tsunami ini betapa pun sedihnya ada pahala tersembunyi, ada 
blessing in disguise. Banyak sekali pengamat, bahkan politisi juga menjadi 
optimis, ini bisa membuka halaman baru, bagi perdamaian. Mulai dari Colin 
Powell, menlu Amerika, sampai Sidney Jones peneliti independen, mengharapkan 
dan mengira akan terjadi kesempatan emas bagi Indonesia dan bagi TNI. Nah, 
seberapa optimistis atau pesimistis anda?

SS: Pertama harus dijelaskan begini. Ini kesempatan baru bagi pemerintah 
Indonesia untuk membuktikan kepada rakyat Aceh bahwa kita prihatin pada Aceh 
dan kita membantu Aceh, ketika Aceh dalam keadaan sulit. Sebab selama ini GAM 
bisa beroperasi karena ada sejumlah tertentu orang Aceh yang sakit hati kepada 
Jakarta, karena perlakukan Jakarta dari tahun 1950an sampai orde baru kepada 
Aceh. Itu satu hal.

Hal yang kedua yaitu konflik antara GAM bersenjata dengan pemerintah republik. 
Nah ini tergantung bagaimana pemerintah republik, mungkin dengan bantuan pihak 
ketiga, pihak ketiga itu bisa asing bisa domestik, untuk meyakinkan orang-orang 
GAM bahwa jalan terbaik membangun Aceh tidak dengan melanjutkan perang. Hari 
depan GAM, kalau ada, itu masih lama sekali. Karena dunia tidak akan mendukung 
kaum separatis. Itu masalahnya.

Jadi menurut saya ada cukup alasan untuk terjadi rekonsiliasi. Masalahnya 
menurut orang Aceh, tapi saya menginterview saudara Hasballah Saad, caranya 
adalah bagaimana supaya itu bisa tercapai dengan memperhitungkan budaya Aceh, 
kebiasaan Aceh. Orang Aceh itu harus didekati dengan cara Aceh. Kalau kita 
tidak sensitif kepada itu, maka kita tidak akan ke mana-mana.

RN: Ini suara yang bahkan lebih optimistis daripada Colin Powell, Sidney Jones 
dan Hasballah Saad.

SS: Itulah wawancara saya dengan Hasballah. Jadi bagi Hasballah dan saya kira 
bagi banyak kami, ini kesempatan dua hal. Pertama kesempatan pemerintah 
republik di bawah Susilo Bambang Yudhoyono membuktikan kepada rakyat Aceh bahwa 
kami betul-betul prihatin dengan Aceh. Salah satu cara adalah jangan ada 
korupsi kepada bantuan.

Masalah yang lain adalah rekonsiliasi itu. Nah, bagaimana kita meyakinkan orang 
GAM, bagaimana kita memperlakukan orang GAM supaya mereka tidak kehilangan 
harga dirinya sebagai orang Aceh dan diyakinkan bahwa jalan yang terbaik adalah 
bekerjasama, rekonsiliasi, karena pemerintah SBY adalah pemeirntah baru , bukan 
pemerintah masa lalu. 

RN: Tapi kan mereka selalu menolak tetap ada di dalam NKRI. Jadi kalau solusi 
demokratis adalah GAM melepaskan senjata dan menjadi partai politik, itu 
ditolak dan tidak ada sedikitpun pertanda bahwa GAM akan menggeser posisi ini.

SS: Ya, sebenarnya TNI kalau anda tanya juga tidak mau menggeser posisi. Bagi 
TNI separatis harus digebuk. Jadi anda lihat di sini bagaimanakah kepandaian 
Presiden SBY di satu pihak meyakinkan TNI di lain pihak meyakinkan GAM. Inilah 
persoalan yang kita hadapi di Jakarta, di Indonesia pada hari-hari ini.

RN: Baik profesor Salim Said terima kasih banyak atas komentar dan 
keterangannya bung.

SS: Sama-sama.


| 
Berbagai Pihak Kritik Kedatangan FPI dan MMI ke Aceh
Intro: Pelbagai media melaporkan Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Fron 
Pembela Islam (FPI) akan mengirim relawan ke Nangroe Aceh Darussalam NAD). 
Kalangan yang menyebut diri Pemerintah Aceh di pengasingan (PNA/ASNLF) di 
Swedia menyayangkan hal tersebut. SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) juga 
mengkritik. Menurut Nasrudin Abubakar, anggota Dewan Presidium SIRA, pengiriman 
kelompok "ekstrem" itu akan memperkeruh suasana di Aceh. Selain itu dalam 
suratnya kepada Sekjen PBB Kofi Annan, SIRA juga melaporkan, bahwa militer 
menghalangi pengedaran dana bantuan untuk korban tsunami. Berikut keterangannya 
kepada Radio Nederland.

Nasrudin Abubakar [NA]: Laskar Mujahidin dan FPI kita mengkhawatirkan, ini 
mereka menggiring konfik Aceh itu kepada konflik agama. Karena di Aceh itu 
bukan persoalan konfik agama. Murni konflik politik. Dari mana pun orang bisa 
masuk ke Aceh untuk membantu Aceh, kita terima. Apakah dia orang Islam, siapa 
saja boleh masuk ke Aceh. Tapi tidak masuk kepada wilayah-wilayah politik. 
Karena kita takut seperti yang terjadi di Maluku, seperti yang terjadi di 
Ambon. Dengan masuknya orang FPI, masuknya Laskar Jihad justru yang terjadi di 
sana konflik horizontal, konflik agama. Di Aceh nggak ada persoalan dengan 
agama. Semua boleh tinggal di Aceh. Orang Cina aman di Aceh. Orang kristen juga 
aman di Aceh. Kita takut ini ada pihak-pihak yang menunggangi mereka gitu. 
Karena tujuan mereka masuk ke Aceh adalah untuk membantu syariat Islam. Ini 
sudah sangat bahaya. Ini sudah sangat politis. Misalnya terjadi sesuatu 
terhadap orang asing yang ada di Aceh, bisa digeneralkan (disamaratakan, red) 
oleh dunia bahwa orang Aceh itu ekstrem. 

Radio Nederland [RN]: Padahal menurut anda orang Aceh bagaimana? Tidak ekstrem?

NA: Orang Aceh itu sangat demokrat. Kita menerima perbedaan. Orang Aceh itu 
sangat terbuka. 

RN: Ada tuduhan-tuduhan bahwa kelompok minoritas di Aceh katanya 
didiskriminasi. Anda juga khawatir nanti orang Aceh lagi yang dipersalahkan?

NA: Sebelum tragedi tsunami terjadi di Aceh, justru orang non Islam, katakanlah 
orang-orang Cina yang tinggal di Aceh, dalam keadaan aman. Tidak ada pihak yang 
mengganggu mereka untuk tinggal di sana. Dan ini yang kita khawatrikan artinya 
ada pihak yang mencoba untuk melakukan diskriminasi terhadap orang-orang non 
Islam yang ada di Aceh, nantinya akan dipersalahkan orang Aceh lagi. Padahal 
yang melakukan justru pihak-pihak tidak bertanggung jawab, pihak-pihak yang 
mencoba untuk menggiring Aceh itu kepada konflik horizontal, konflik agama. 

RN: Kemudian katanya ada kasus-kasus penyelewengan bantuan untuk para korban. 
Bagaimana tentang berita itu dan di mana saja itu terjadi?

NA: Ya antara lain di bandara Iskandar Muda. Di sana ada ribuan pengungsi. Tapi 
banyak bantuan menumpuk di sana tidak diperbolehkan untuk diambil untuk dibawa 
ke pengungsi yang ada di daerah Lambaro. Yang melarang itu adalah pihak militer 
yang ada di bandara itu. Karena mereka yang menjaga semua bantuan yang masuk 
dari Jakarta, dari Medan. Itu yang sekarang sudah menumpuk di Blang Bintang 
itu. Bayangkan dalam kondisi yang sangat dekat itu orang bisa lapar di 
pengungsian. 

RN: SIRA mengkhawatirkan pemerintah Indonesia semakin banyak menambah jumlah 
tentara di sana. Kemudian lagi semakin banyak menambah orang non Aceh datang ke 
sana. Anda terutama tidak setuju kedatangan kelompok seperti Laskar Jihad dan 
sebagainya. Apakah itu tidak merupakan suatu perasaan yang terlalu 'nasionalis' 
Aceh?

NA: Kalau bicara dalam konteks itu, rakyat Aceh itu sudah cukup lama menderita. 
Rakyat Aceh itu sudah cukup lama dikorbankan, dimarjinalkan. Dan terjadi 
diskriminasi dan rasisme. Orang Aceh seolah tidak dianggap sebagai bagian dari 
negara Indonesia. Setelah empat hari pemerintah baru menyatakan sikap untuk 
membantu dan mengirim bantuan dan segala macam. Orang Aceh itu sudah 
dikorbankan. Ribuan yang sudah menjadi mayat yang menumpuk di sungai-sungai, di 
rumah-rumah, di hutan-hutan dan sebagainya. 

RN: Bung Nasrudin, jadi kalau begitu untuk ke depan bagaimana semua pihak harus 
menyikapi? 

NA: Kita mendukung semua pihak untuk membantu Aceh, untuk membangun Aceh 
kembali. Tapi yang utama yang mesti harus dipikirkan adalah bagaimana 
menyelesaikan konflik politik yang terjadi di Aceh. Apabila ini bisa berjalan, 
saya proses rekonstruksi, prose membangun kembali Aceh, saya kira itu akan 
berjalan secara maksimal. Tapi kalau ini tidak dilakukan dan ini tidak didukung 
oleh semua pihak, maka kita khawatir akan memperparah kembali kondisi di Aceh 
dan ini tidak akan selesai-selesai. 

RN: Tapi langkah kongkret apa untuk menyelesaikan konflik politik itu? 

NA: Pemerintah Indonesia harus mencabut darurat sipil di Aceh. dan harus 
kembali kepada proses dialog. 

Demikian Nasrudin Abubakar, anggoa Dewan Presidium SIRA (Sentra Informasi 
Referendum Aceh).


 
Relawan di Banda Aceh Masih Mengahadapi Hambatan
intro : Distribusi barang bantuan dan evakuasi mayat korban gempa dan tsunami 
di Aceh belum benar-benar lancar. Kendalanya adalah kurangnya peralatan besar 
untuk mengangkut mayat dari puing-puing reruntuhan. Peran militer yang masih 
dominan di Aceh juga bisa menjadi kendala, sekalipun rakyat Aceh sudah terbiasa 
untuk harus berhubungan dengan TNI. Demikian Ardi, koordinator Posko Forum LSM 
di Banda Aceh mengenai perkembangan situasi di Aceh.

Ardi: Secara umum persoalan mayat di wilayah perkotaan sudah relatif lebih 
bersih. Mayat-mayat itu tidak bergelimpangan begitu saja di pinggir jalan atau 
di atas jalan, tapi juga di bawah tumpukan kayu dan berbagai macam material. 

Persoalan ini juga sangat disulitkan, karena kebanyakan masyarakat di tempat 
mayat itu ditemukan, tidak "mengganggu" tapi juga tidak membantu proses 
evakuasi ini. Jadi mereka hanya datang dan melihat. 

Radio Nederland [RN]: Laporan bahwa mayat-mayat itu sampai dimakan oleh anjing?

Ardi: Kami sampai hari ini belum mendengar laporan, tapi saya pikir, itu sangat 
dimungkinkan, karena kemampuan yang sangat terbatas untuk melakukan evakuasi 
itu, banyak sekali mayat yang masih berlimpangan seperti itu. Nah, anjing yang 
ada mungkin bisa saja memakan itu. 

RN: Lalu mengenai distribusi barang-barang yang sudah sampai di Banda Aceh, 
apakah menghadapi hambatan?

Ardi: Sampai saat ini khususnya untuk posko forum LSM aja, kita belum mempunyai 
masalah yang sangat signifikan. Khususnya kami menggunakan dropping bantuan, 
menggunakan angkutan darat dari Sumatera Utara, dari Medan. Jadi itu tidak ada 
terlalu persoalan. 

Nah, ada persoalan pada beberapa kargo barang kami yang dikirimkan oleh 
teman-teman lewat udara. Kemudian, kita juga nggak tahu rimbanya ke mana, 
apakah itu hilang seperti itu.

RN: Lalu mengenai jenis bantuan yang diterima, apakah benar-benar yang 
dibutuhkan oleh para korban?

Ardi: Ya saya rasa relatif memang untuk mengatakan apakah dibutuhkan, atau 
tidak dibutuhkan, karena semua barang sampai hari ini juga sangat dibutuhkan. 
Misalnya, kami sampai hari ini sangat kesulitan terhadap susu bayi. Tapi kami 
kelebihan air mineral dan mie instan. 

Mungkin ada kebutuhan perempuan yang sampai hari ini juga sangat kurang 
diperhatikan. Pakaian dalamnya perempuan misalnya itu yang sangat terbatas kita 
dapat. Kemudian juga bagi ibu-ibu menyusui, ibu-ibu hamil, mereka yang 
membutuhkan makanan-makanan khusus. Itu juga sulit didapatkan. 

Nah, kita juga kesulitan beras pada beberapa waktu ini. Misalnya kita nggak 
bisa mendapatkan beras. Kemudian ikan-ikan segar. Kami nggak punya ikan segar. 
Jadi hingga beberapa waktu ini, orang Aceh terus makan telur dan ikan asin 
serta mie instan. 

RN: Tapi kalau kita bicara soal bantuan, bantuan apa yang paling dibutuhkan 
untuk para korban saat ini?

Ardi: Kalau bantuan yang sangat dibutuhkan oleh korban di Aceh hari ini, adalah 
pertama obat-obatan. Itu sangat penting. Kami mendapat informasi dari tim medis 
kami. Jadi misalnya, Indonesia dinyatakan sebagai daerah yang bebas dari 
kolera. Tapi di Aceh ada ancaman itu. Nah hari ini kami tidak punya vaksin 
kolera. 

Selain kebutuhan pengungsi, ada satu kebutuhan yang sangat mendesak, yang 
adalah bagaimana segera melakukan pembersihan kawasan. Dan itu juga yang 
membutuhkan suplai cukup besar. Anda tahu untuk mengevakuasi mayat itu, butuh 
kantong-kantong mayat dalam jumlah yang cukup besar. Hari ini yang dipakai 
untuk tempat mayat itu, tidak hanya kantong mayat tapi juga gulungan terpal, 
yang dipotong segala macam, diikat di kedua ujungnya. 

RN: Kemarin di Belanda dilakukan aksi pengumpulan dana secara nasional, sampai 
mencapai jumlah yang sangat spektakuler. Bahkan dikatakan memecahkan rekor 
selama ini sampai lebih dari 100 juta euro. Melihat bantuan yang begitu besar, 
antusiasme dari luar negeri, bantuan itu sebaiknya disalurkan lewat siapa? Dan 
dalam bentuk apa bung Ardi?

Ardi: Distribusi bantuan oleh siapa, saya pikir ini juga menjadi pertanyaan 
besar di Aceh. Ada isu misalnya yang berkembang terlalu banyak bantuan, hingga 
banyak toko yang bisa dibuka, karena banyaknya bantuan. Tapi kalau kita lihat 
kenyataannya misalnya, setiap kali membongkar muatan yang datang, itu banyak 
sekali orang yang datang dan meminta bantuan. Padahal itu warga-warga di 
sekitar kami. 

RN: Lalu mengenai laporan bahwa tentara, khususnya tentara yang ditempatkan di 
Aceh itu, masih terlalu banyak campur tangan soal pemberian bantuan dan 
penangan evakuasi?

Ardi: Saya pikir itu benar sekali, karena hari ini Aceh itu dikendalikan oleh 
dua struktur. Pertama untuk operasi pemulihan pasca gempa dan tsunami ini 
dikendalikan oleh militer dan kemudian untuk pemerintahan sipil, itu 
dikendalikan oleh pemerintah wakil gubernur. Jadi saya pikir itu benar sekali. 
Kami juga melihat dan merasakan itu di lapangan. 

Untuk setiap aktivitas, kmi selalu berhubungan dengan pihak militer lebih 
banyak dibandingkan dengan kami berhubungan dengan pihak sipil. Malah sekarang 
kami mendapat informasi juga. Kalau dari tim medis kami, secara rutin harus 
melaporkan aktivitas mereka dan personil mereka ke sebuah rumah sakit militer. 
Nah saya juga nggak tahu. Mungkin karena rumah sakit sipilnya nggak jalan, maka 
pilihannya harus rumah sakit militer. 

Tapi sebenarnya yang buat kami, itu sudah terjadi bertahun-tahun, kami di bawah 
kendala militer, ini sebenarnya bukan hal yang baru.

Demikian Ardi kepada Radio Nederland.

 
Bantuan Dana Bencana Tanpa Bicarakan Kontrol
Konferensi Tingkat Tinggi Darurat Tsunami di Jakarta berjalan bak kontes 
kemurahan hati. Negara-negara kaya berlomba-lomba menjanjikan bantuan 
kemanusiaan hingga terkumpul komitmen bantuan sedikitnya 4 milyar dolar Amerika 
Serikat. Dana milyaran dolar itu nanti akan dibagi pada seluruh negara korban 
tsunami, Indonesia hampir dipastikan mendapat bantuan terbesar. Persoalannya, 
tak banyak yang ingat untuk membikin pagar rapat agar bantuan tak 
diselewengkan. Padahal negeri ini punya nilai buruk dalam akuntabilitas 
angaran. Berikut Dewi Safitri dari Radio 68H di Jakarta. 

Inilah hari yang menyenangkan Kofi Annan. Dengan suara khasnya yang dalam dan 
tenang, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ini menampakkan senyum 
begitu Konferensi Tingkat Tinggi Darurat Tsunami di Jakarta selesai. Permintaan 
dana darurat bencana yang diajukan PBB senilai 977 juta dolar ditambah 
kebutuhan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah senilai 59 juta dolar, ternyata 
malah direspon dengan komitmen bantuan melebihi 4 milyar dolar. Annan lega.

Kofi Annan: Kebutuhan yang diperkirakan PBB mencapai sekitar 977 juta dolar. 
Untuk bantuan darurat bencana bagi kira-kira 5 juta korban bencana.

Bantuan terbesar datang dari Komisi Eropa. Presiden Komisi Eropa José Manuel 
Barroso mengumumkan, negara-negara Eropa menyisihkan 1,5 milyar euro, berarti 
hampir 2 milyar dolar AS. Meski belum jelas betul, berapa bagian indonesia 
karena masih harus dibagi-bagi lagi dengan negara korban tsunami lainnya. 
Bantuan kelas kakap lain datang dari Jepang dengan nilai pasti 130 juta dolar. 
Masih akan ditambah dengan hasil negosiasi Perdana Menteri Junichiro Koizumi 
dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, soal sisa dana bantuan senilai 250 juta 
dolar. Ada lagi komitmen bantuan senilai 350 juta dolar dari Amerika Serikat 
dan 250 juta lainnya dari Bank Dunia. Tsunami terbukti merupakan pintu 
sumbangan yang terus mengalirkan dana ke kocek Negara korban.

Anehnya, konferensi sehari ini ternyata sama sekali tak menyinggung kontrol 
penggunaan dana. Tidak oleh Sekjen PBB Kofi Annan tidak pula oleh para kepala 
negara atau kepala pemerintahan lainnya. Pembantu dekat Annan untuk urusan 
pengelolaan dana pemulihan akibat bencana yang juga Direktur Program 
Pembangunan PBB Mark Mallouch Brown mengatakan, akan dibuat model pengawasan 
konkrit untuk mengontrol penggunaan dana. Namun Brown yang ditugasi 
berkoordinasi dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, gagal menjelaskan 
lebih rinci lagi apa yang dimaksud dengan bentuk konkrit upaya pencegahan 
korupsi itu.

Mark Mallouch Brown: Dengan cara kongkrit itu berarti akan ada banyak proses 
akunting dan audit. Kami yakin pemerintah Indonesia juga sangat berkomitmen 
untuk melakukan hal serupa. Nanti akan kita atur betul-betul agar kepercayaan 
publik internasional tidak dinodai.

Begitu pula Jepang. Menurut Akira Chiba, juru bicara Perdana Menteri Jepang, 
persoalan mendesak kini adalah bantuan darurat, sehingga kekhawatiran korupsi 
tidak perlu didahulukan. Jepang, menurut Chiba, akan mendorong agar komitmen 
good governance dipraktekkan dalam manajemen bantuan. Lagi-lagi, tanpa menyebut 
mekanisme macam apa yang mesti diterapkan.

Akira Chiba: Soal korupsi sekarang merupakan keprihatinan Jepang. Tapi tentu 
saja kami juga sangat mendukung good governance. Pokoknya metode untuk good 
governance kami dukung.

Kekhawatiran bahaya penyelewengan sangat beralasan, mengingat sejarah kelam 
pemerintah Indonesia dalam mengelola bantuan. Bahwa seluruh peserta konferensi 
mengabaikan fakta penting ini, menurut Koordinator Koalisi Anti Utang 
Kusfiardi, merupakan kesengajaan. Sama halnya dengan kaburnya informasi tentang 
bentuk bantuan, apakah itu murni hibah atau utang dalam wajah tersamar. Kalau 
bentuknya utang, maka satu-satunya kepentingan negara pemberi bantuan adalah 
uangnya harus kembali. Tidak peduli apakah dana itu akhirnya dikorupsi atau 
tidak. 

Kusfiardi: Karena memang ada atau tidak ada korupsi tidak merugikan mereka. 
Malah mereka menggunakan korupsi sebagai jalan untuk memperluas jumlah utang. 
Karena mereka menikmati keuntungan politik-ekonomi dari situ.

Suramnya soal korupsi dan bentuk bantuan membuat janji pemerintah Indonesia 
untuk mengontrol betul penggunaan bantuan, seperti dikatakan sendiri oleh 
Yudhoyono, menjadi tak begitu berarti lagi. Sehari sebelum KTT, presiden 
mengatakan akan melibatkan lembaga pemantau korupsi ICW dalam audit bantuan. 
Kini pemerintah Indonesia dituntut bersikap sangat hati-hati sekaligus berani, 
memutus perangkap rantai korupsi yang mungkin muncul dari bantuan luar negeri 
itu. Sebagai langkah awal, pada perundingan dengan Paris Club 12 Januari nanti, 
pemerintah harus tegas memutuskan: pilih moratorium atau pemotongan utang 
sekalian. Kalau tidak maka kembali orang akan terjebak utang dan korupsi yang 
makin dalam.

Tim Liputan Kantor Berita Radio 68H Jakarta melaporkan untuk Radio Nederland di 
Hilversum.


Masyarakat Sipil Sambut Imbauan Sekjen PBB Untuk Dana Bantuan Korban Tsunami
Sekjen PBB Kofi Annan mengimbau bantuan dana jangka pendek mau pun untuk 
rekonstruksi jangka panjang bagi kawasan musibah Tsunami, yaitu sekitar 977 
juta dollar. Kami tanyakan kepada Ivan Alhadar, Direktur Eksekutif Kerjasama 
LSM, INFID, apakah imbauan Sekjen PBB itu memenuhi harapan masyarakat sipil. 

Ivan al Hadar [IH]: Ya sangat memenuhi itu. Jadi, statemen INFID itu dibuat 
sebelum adanya keputusan KTT Tsunami ini. Kita mengatakan, Indonesia dalam 
keadaan ekonomi tidak begitu baik, lalu ditimpa musibah tsunami dan hutang yang 
sangat besar. Sehingga (statemen kami) intinya menuntut selain dana 
rekonstruksi jangka pendek, juga pemotongan hutang untuk indonesia. 

Memang sudah ada tawaran dari pemerintah Jerman, yaitu dari Kanselir Schroder 
yang menawarkan memberlakukan moratorium hutang-hutangnya yang jatuh tempo, 
jadi, penangguhan. Kemudian, yang lebih maju lagi, yaitu tawaran dari Gordon 
Brown, Menkeu Inggris, yang mengatakan dia akan berjuang untuk meyakinkan Paris 
Club (forum pembahasan hutang) untuk memberikan pemotongan. 
Nah, jadi dua negara, Jerman dan Inggris, sangat maju dalam tawarannya. 
Terakhir saya dengar Kanada juga. Jika anggota Paris Club yang lain tidak 
setuju, Kanada akan jalan sendiri, katanya. 

Yang aneh dan ironis adalah pemerintah Indonesia lewat pernyataan menteri 
keuangannya dan juga Ketua Bappenas, mengatakan mencemaskan bahwa moratorium 
akan menurunkan rating (peringkat) Indonesia sendiri. Nah, rating itu konon 
katanya berkait dengan kesulitan Indonesia memperoleh kredit dan (ada) imbasnya 
nanti terhadap ekonomi makro, dsb. Tapi itu kan sangat artifisal dan lembaga 
yang melakukan rating itu juga sudah mengatakan itu tidak ada kaitannya dengan 
penurunan rating Indonesia, karena yang menawarkan pemotongan hutang atau 
moratorium itu adalah negara negara kreditor itu sendiri.

Radio Nederland (RN): Tapi, kan akhirnya Indonesia akhirnya setuju dengan 
moratorium itu?

IH: Ya, akhirnya setuju, memang, karena cukup banyak pressure (tekanan) dari 
masyarakat dan parlemen, dan kaum inrtelektual dan masyarakat sipil. Kan 
tampaknya aneh jika negara yang berhutang banyak yang notabene miskin seperti 
Indonesia itu berperilaku sok gengsi begitu ya. Ya itu jadi kayak hantu yang 
diciptakan oleh kreditor sendiri sebetulnya. Dulu IMF dan Bank Dunia itu kan 
selalu mengatakan kalau negara-negara penghutang itu meminta re-scheduling 
(penjadwalan kembali) atas pemotongan itu dampaknya amat buruk bagi mereka.

RN: Anda juga mengharapkan bantuan yang bersifat komprehensif dan 
berkesinambungan?

IH: Jadi, keadaan darurat Aceh ini sifatnya membutuhkan dana cukup besar, dan 
Indonesia memperkirakan satu milyar dollar. Tapi itu kan sangat kecil dan hanya 
menyangkut infra struktur dasar, padahal kaitannya dengan infrastruktur yang 
lebih dibutuhkan untuk masa depan itu jauh lebih besar. Belum lagi ditambah dgn 
recovery (pemulihan dan proyek-proyek) non-fysik, itu kan memerlukan dana yang 
sangat besar. 

RN: Tentang soal korupsi juga menjadi keprihatinan di luar negeri?

IH: Kita selalu beranggapan mustinya ada satu tim independen yang melakukan 
penyaluran dana seperti itu. Apakah dana itu masuk lewat tim tsb, ke mereka 
yang berhak, atau kepada pemerintah RI, pokoknya di dalamnya harus ada tim yang 
melibatkan berbagai pihak yang bisa melakukan montoring (pemantauan). 

Indonesia sekarang kan punya presiden baru yang terpilih langsung, dengan 
mandat besar, jadi dengan legitimasi yang kuat, mau tak mau akan membutuhkan 
bantuan dari terutama civil society (masyarakat sipil). Itu sekaligus untuk 
menghindari terjadinya korupsi di dalam negeri sendiri. Penyaluran bantuan yang 
kita alami di daerah daerah konflik selama ini banyak yang bocor, karena memang 
nggak ada mekanisme untuk melakukan kontrol.

Demikian Dr. Ivan al Hadar dari INFID.

| ke atas | Pers | Internasional | Belanda | Indonesia | 
Gelombang Tsunami Memancing Gelombang Solidaritas Dunia, Tapi Menimbulkan 
Gelombang Dilema .. Bagi TNI
Amerika Serikat membubarkan "Kelompok Negara Negara Inti" yang sedianya akan 
memimpin bantuan dunia bagi korban musibah tsunami. Dalam KTT Tsunami di 
Jakarta, Sekjen PBB Kofi Annan, mengumumkan, PBB akan memimpin koordinasi upaya 
bantuan dan rekonstruksi kawasan yang dilanda musibah tsunami. Keputusan ini 
menarik, sebab operasi besar yang menghadirkan tentara asing ini rupanya sangat 
merepotkan posisi tentara Indonesia. Seperti di Timor Timur tahun 1999, TNI di 
Aceh terjebak dilema antara keharusan upaya kemanusiaan dunia, dan kehadiran 
tentara asing yang dianggap melecehkan gengsi tentara. 

Karena itu, pasukan asing itu harus memperbarui ijin operasi setiap dua minggu, 
demikian ungkap pengamat militer Indro Tjahyono.

Indro Tjahyono [IT]: Jadi pertama kali Indonesia menolak bantuan asing dengan 
menghadirkan peran orang, yang langsung membantu masyarakat Aceh. Jadi terutama 
bantuan dari tentara-tentara Amerika atau pasukan-pasukan asing yang 
melaksanakan peranan mereka selain perang. Nah, itu memang ada penolakan.

Radio Nederland [RN]: Ada penolakan resmi?

IT: Nggak resmi. Atau komentar-komentar bahwa itu hendaknya dicegah. Tetapi 
masyarakat justru mengkritik para pejabat yang menolak bantuan asing. Dan itu 
dianggap tidak simpati kan. Oleh karena itu sekarang mereka membiarkan 
pasukan-pasukan asing yang berangkat dari Singapura, Amerika mau pun lain-lain 
ya. Dan mereka solusinya adalah memberikan ijin, setiap dua minggu diperbarui 
sambil dipantau kegiatannya.

Tetapi kehadiran pasukan asing, apalagi kapal induk di Aceh kemarin, sebenarnya 
itu pun sudah merupakan problem. Jadi keamanan Indonesia, yang mana rupanya 
Indonesia sendiri belum siap, menanggapi kemungkinan-kemungkinan pasukan asing 
langsung memberi bantuan ini. 

RN: Jadi kecenderungan untuk menolak kehadiran pasukan asing ini ungkapannya 
dari siapa dan seperti apa?

IT: Ya, kalau dari pejabat kemarin, jadi kekhawatirannya dilontarkan mengapa 
pasukan asing ini bisa leluasa membantu, bahkan cenderung sebenarnya melecehkan 
kemampuan pasukan Indonesia. Misalnya pasukan Indonesia mengatakan bahwa masih 
sangat sulit untuk menyentuh Meulaboh. Tapi besoknya pasukan asing itu 
mengundang televisi dan menunjukkan bahwa Meulaboh telah mereka rintis dan 
mereka buka. 

Jadi sekarang ini, menurut saya, ada semacam kampanye dari pasukan-pasukan 
asing itu mengenai kesanggupan mereka. Dan Indonesia mengatakan bahwa kita 
serba salah, karena ini adalah bantuan kemanusiaan yang tidak bisa ditolak 
begitu saja. Oleh karena itu ijin bagi operasi pasukan asing membantu di Aceh, 
akan dikeluarkan setiap dua minggu. Jadi setiap dua minggu dievaluasi. Jadi itu 
tanggapan resminya kira-kira itu kemarin.

RN: Itu dari Panglima TNI sendiri atau dari pejabat tinggi di bawahnya?

IT: Dari pejabat tinggi di bawahnya. Jadi mereka mengatakan seperti itu. Tetapi 
menurut saya ini belum merupakan sesuatu yang baku. Karena kita sendiri belum 
punya pengalaman, membiarkan pasukan asing bantu Indonesia dan langsung di 
dalam satu operasi pengerahan dengan skala yang luas.

RN: Dan mungkin menyinggung semacam kebanggaan dari tentara itu sendiri. Nah 
kalau begitu kenapa tidak menyepakati usul dari DPR untuk, sudah berlakukan 
saja undang undang operasi militer non perang yang diusulkan oleh Efendi 
Choiri? Di dalam undang undang TNI yang baru kan ada?

IT: Jadi ini serba salah yang di Aceh ini, karena pemerintah, baik dari segi 
pertahanan maupun dari segi darurat, atau tidaknya daerah itu, memang sulit ya. 
Karena daerah ini merupakan daerah yang porak poranda, dan kalau diberlakukan 
keadaan darurat, lembaga-lembaga asing tidak mau membantu korban bencana di 
Aceh. Jadi mandat dari negara-negara asing membantu kemanusiaan di Aceh, adalah 
kalau daerah itu tidak diberlakukan keadaan darurat, apakah itu darat sipil 
maupun darurat militer. 

Jadi pemerintah serba salah di sini. Kalau mereka memberlakukan keadaan darurat 
militer, atau sipil, maka bantuan-bantuan asing itu tidak bisa masuk ke Aceh.

Demikian Indro Tjahyono kepada Radio Nederland.

| ke atas | Pers | Internasional | Belanda | Indonesia | 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Has someone you know been affected by illness or disease?
Network for Good is THE place to support health awareness efforts!
http://us.click.yahoo.com/rkgkPB/UOnJAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke